Cegah Kepunahan, Pembiakan Badak Sumatera Jadi Prioritas
Pembiakan badak sumatera secara in situ atau dalam habitat alaminya harus terus diupayakan untuk menghindari kepunahan satwa liar tersebut. Saat ini populasinya diperkirakan tersisa 80 ekor saja di seluruh Indonesia.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
SUKADANA, KOMPAS — Populasi badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) saat ini diperkirakan hanya tersisa 80 ekor dan terisolasi di beberapa wilayah di Indonesia. Pembiakan badak sumatera secara in situ atau dalam habitat alaminya harus terus diupayakan untuk menghindari kepunahan satwa liar tersebut.
Untuk mendukung hal itu, dilakukan perluasan kandang baru Suaka Rhino Sumatera di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung. Peresmian kandang dilakukan bersamaan dengan peringatan Hari Badak Sedunia pada Rabu (30/10/2019).
Acara itu dihadiri oleh Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indra Exploitasia Semiawan dan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi. Selain itu, hadir pula sejumlah pemerhati satwa dari sejumlah organisasi.
Peresmian perluasan kandang badak ditandai dengan penggiringan badak bernama Harapan dari kandang lama ke kandang baru. Harapan adalah badak jantan yang berusia 12 tahun yang dipulangkan dari Kebun Binatang Cincinnati, Amerika Serikat, sejak 2015.
Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia Widodo S Ramono mengatakan, perluasan kandang dilakukan agar upaya konservasi dan pembiakan badak bisa lebih optimal. Populasi badak di kandang yang lama juga dinilai sudah cukup padat. Di area kandang seluas 100 hektar, terdapat 7 badak. Padahal, satu ekor badak membutuhkan ruang jelajah hingga 10-20 hektar.
”Penangkaran ini adalah area konservasi dan membiakkan sehingga dibutuhkan area baru agar badak dapat berkembang dengan baik di alam,” kata Widodo. Suaka Rhino Sumatera (SRS) merupakan tempat pengembangbiakan badak sumatera satu-satunya di Indonesia, bahkan dunia. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, dua ekor badak lahir di SRS.
Kandang baru SRS dibangun di area seluas 150 hektar. Dari area itu, 120 hektar dialokasikan untuk kandang pemeliharaan. Adapun 30 hektar lainnya untuk pembangunan ruang sarana, koridor penghubung, akses jalan, dan pos penjagaan.
Menurut Widodo, upaya pembiakan badak akan terus diupayakan untuk mencegah kepunahan. Sebagai langkah awal, akan dilakukan pendataan dan pengumpulan badak yang terisolasi di sejumlah wilayah di Indonesia. Nantinya, sebanyak 3-5 ekor badak itu akan dikonservasi dan dibiakkan di SRS.
Sementara itu, Indra Exploitasia Semiawan menuturkan, perluasan kandang perlu dilakukan untuk mencegah perkawinan sedarah. Di kandang lama, terdapat empat badak yang memiliki kekerabatan. Keempat badak itu adalah badak jantan Andalas yang kawin dengan badak betina Ratu. Perkawinan dua badak ini menghasilkan dua badak betina, yakni Andatu dan Delilah.
Dedi Chandra, dokter hewan KLHK, mengatakan, selain melalui perkawinan alami, upaya pengembangbiakan badak juga dilakukan dengan bantuan teknologi reproduksi berbantuan. Hal ini agar pengembangbiakan dan peningkatan populasi badak sumatera bisa lebih cepat.
Teknologi reproduksi ini dilakukan untuk membantu badak yang sulit dikawinkan atau berkembang biak secara alami. Badak Rosa yang hidup di SRS, misalnya, mengalami keguguran selama tujuh kali karena terdapat miom pada organ reproduksinya.
Saat ini tim dokter hewan sedang berupaya membiakkan badak Andalas dengan badak betina Iman di Malaysia dengan metode inseminasi buatan. Pembuahan sel telur dengan sperma dilakukan di laboratorium. Embrio hasil pembuahan itu lalu ditanam kembali di rahim badak betina atau badak lain yang lebih produktif. ”Upaya percepatan ini dilakukan karena pelestarian badak sumatera berburu dengan waktu,” ujar Dedi.