Setelah menjadi polemik publik, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merevisi anggaran pengadaan lem Aibon dan pulpen senilai Rp 206,6 miliar. Anggaran untuk alat tulis kantor segera disesuaikan dengan kebutuhan riil.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/IRENE SARWINDANINGRUM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana merevisi usulan anggaran pengadaan lem Aibon dan pulpen senilai Rp 206,6 miliar. Anggaran yang tertuang dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara 2020 akan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah.
Sebelumnya, usulan itu masuk dalam mata anggaran penyediaan biaya operasional pendidikan sekolah dasar negeri. Dari total anggaran Rp 206,6 miliar, pengadaan lem Aibon diusulkan sebesar Rp 82,8 miliar oleh Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota Jakarta Barat, sementara pengadaan pulpen sebesar Rp 123,8 miliar diusulkan Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Kota Jakarta Timur.
Setelah penyisiran dilakukan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat memastikan tidak ada lagi anggaran Rp 82,8 miliar untuk pembelian lem Aibon.
”Artinya, pada saat penyusunan anggaran dilakukan secara detail di sekolah, mudah-mudahan komponen (lem) Aibon yang Rp 82,8 miliar itu tidak ada. Kita akan lakukan penyesuaian. Data untuk melakukan penyesuaiannya sudah ada sesuai dengan hasil input di setiap sekolah,” tutur Syaefuloh Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Anggaran lem Aibon kemudian direvisi menjadi Rp 22,7 miliar untuk alat tulis kantor di seluruh sekolah pada Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat. Syaefuloh menampik anggapan bahwa pihaknya tak teliti dalam pengisian komponen e-budgeting.
Dia menjelaskan, proses penyusunan anggaran dilakukan pertama kali oleh setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD), termasuk suku dinas. Hal itu dilakukan sejak April lalu. Bersamaan dengan itu, proses penyusunan anggaran juga terjadi di setiap sekolah yang nanti akan disandingkan dengan penyusunan anggaran SKPD.
”Hanya saja, untuk sekolah, karena melibatkan 2.100 sekolah, tentu tidak akan secepat menyusun anggaran seperti yang dilakukan sudin (suku dinas). Jadi, bukan salah input, tetapi memang yang ada di dalam komponen e-budgeting adalah komponen sementara yang akan kami sesuaikan berdasarkan hasil input komponen dari setiap sekolah,” ujar Syaefuloh.
Sementara itu, anggaran pengadaan pulpen senilai Rp 123,8 miliar juga akan direvisi sesuai kebutuhan. Kebutuhan itu dilihat berdasarkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Dalam Rancangan KUA-PPAS 2020, anggaran pengadaan pulpen diperuntukkan bagi 98.000 pegawai. Jenis pulpen yang digunakan adalah pen drawing. Dalam data itu, tertulis bahwa pegawai mendapatkan satu pulpen dengan harga satuan Rp 105.000 setiap bulan selama setahun.
Kejanggalan dalam Rancangan KUA-PPAS 2020 itu ramai diperbincangkan warganet setelah anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana, mengunggah temuan tersebut ke akun Instagram-nya, @willsarana.
William menilai, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lalai dan terkesan tidak peduli selama proses penyusunan anggaran. Dia juga mengaku tidak puas dengan alasan salah input di sistem e-budgeting Pemerintah Provinsi DKI. Pasalnya, pembahasan sudah memasuki tahap final.
”Seharusnya, tidak ada lagi kesalahan fatal dan fantastis di tahap akhir ini dan semua komponen sudah rapi dan bisa dipertanggungjawabkan. Di sistem e-budgeting, kan, tercatat kronologi peng-input-an, saya minta bukan hanya data komponen dibuka, tetapi juga rekaman digital siapa input komponen apa dan kapan supaya terang benderang,” kata William.
Ia juga mempermasalahkan situs apbd.jakarta.go.id yang tak bisa diakses hingga saat ini. Padahal, publik hanya bisa ikut mengawasi proses APBD 2020 lewat situs tersebut.
Secara terpisah, Ima Mahdiah, anggota DPRD Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, juga menyoroti perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 yang tidak transparan. Dia meminta Pemprov DKI untuk segera membuka akses publik ke situs e-budgeting pemprov. ”Lebih baik akses ke publik segera dibuka. Kami sudah minta hal ini segera dibuka dari awal Oktober lalu, tetapi Pemprov tetap bergeming untuk menutup akses publik kepada KUA-PPAS,” ujarnya.
Padahal, semenjak tahun 2016, Pemprov DKI sudah melakukan inisiatif untuk transparansi dengan membuka akses kepada publik mengenai rincian anggaran mulai dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), KUA-PPAS, sampai fase akhir Rancangan APBD.
”Pak Gubernur seharusnya membuka lebar-lebar akses informasi terkait KUA-PPAS karena waktu yang semakin sempit, akhir November sudah harus selesai, maka akan lebih baik jika banyak pihak yang membantu menyisir anggaran,” ucap Ima.