Abang None Jakarta membukukan pengalaman mereka selama menjadi duta wisata Jakarta. Pengalaman itu membekas bagi mereka untuk meniti karir di bidang masing-masing.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Duta Pariwisata DKI Jakarta membukukan pengalamannya. Tugas yang mereka emban saat menjadi Abang None Jakarta itu menjadi modal penting dalam pengembangan karir mereka di berbagai bidang. Kisah pengalaman mereka tertuang dalam buku bertajuk "Cerita, Cinta, dan Cita-Cita" yang diluncurkan Rabu (30/10/2019).
Kisah ini ditulis bersama Abang-None Jakarta tahun 1981-2016 oleh 20 orang. Tradisi pemilihan Abang None Jakarta yang berlangsung sejak 1968 menginspirasi mereka menekuni pekerjaan profesionalnya. Ajang ini kemudian menjadi perintis duta pariwisata di ajang Kontes Puteri Indonesia yang digelar sejak 1992.
Bagi Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari DKI Jakarta, Sylviana Murni, Abang None Jakarta memiliki peran yang sama seperti menjadi humas. Mereka harus mencintai kearifan lokal, menjaga, dan melestarikan kebudayaannya. "None Jakarta harus menjadi public relation. Mendampingi Gubernur hanya bagian kecil. None Jakarta harus mengembangkan dirinya dengan bertemu para petinggi dan membangung networking yang baik," kata Sylviana yang pernah menjadi None Jakarta pada 1981.
Pengalaman itu membantu Sylviana bagaimana menjadi lebih mandiri dan percaya diri. Ia pun belajar bagaimana membangun networking yang luas, dengan bertemu para elit mulai dari tingkat lokal, nasional hingga internasional. "Menjadi None adalah sesuatu yang absolut karena menurut saya ini adalah rangkaian yang menyempurnakan. Saya merasa bangga dapat ikut andil, bahkan berperan langsung di dalamnya sebagai puteri asli Jakarta," tambah Sylviana.
Selain Sylviana, acara peluncuran buku "Cerita, Cinta, dan Cita-cita" yang menceritakan kisah sejumlah None Jakarta turut dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta 2007-2012 Fauzi Bowo, Mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf, serta perwakilan dari Kementerian Pariwisata dan, perwakilan dari Harian Kompas.
"Mereka (Abang None Jakarta) dipilih dengan kriteria yang sangat ketat. Saya gembura sebagian besar alumni Abang None Jakarta menjadi orang yang berhasil. Saya juga gembira melihat mereka tetap menjadi orang yang kreatif," ujar Fauzi.
Salah satu editor buku "Cerita, Cinta, dan Cita-Cita", Orchida Ramadhania, yang menjadi None Jakarta pada 2002 menceritakan, Abang None Jakarta yang telah menuntaskan tugasnya selama setahun bisanya ikut serta dalam Ikatan Abang None Jakarta. Di sana, mereka berusaha untuk terus berkontribusi membangun Jakarta lebih baik.
"Saat menjabat sebagai Abang None Jakarta, kita enggak boleh omongin hal lain yang diluar pernyataan Pemda. Setelah kontrak Abang None Jakarta selesai, kita masuk Ikatan Abang None Jakarta. Sifatnya lebih loose. Kita bisa terus berkontribusi membangun Jakarta, sambil mengkritisi kebijakan pemerintah," tutur Orchida.
Saat ini, ia beserta rekannya sedang menyusun program literasi yang rencananya akan diusulkan kepada PT MRT Jakarta, pada akhir pekan ini. "Budaya (komunikasi) kita masih sangat oral. Saya ingin kita mencoba sharing sesuatu secara lebih permanen, yaitu melalui tulisan," ujar Orchida.
Buku "Cerita, Cinta, dan Cita-Cita" pun bertujuan untuk membagikan kisah dan perjuangan para None Jakarta terhadap warga melalui tulisan. Harapannya, kisah perjuangan itu menjadi inspirasi bagi semua. "Saya percaya bahwa bertukar pikiran bersama perempian-perempuan cerdas, kreatif, dan berani bisa memberi kita pengetahuan yang lebih banyam daripada satu semester belajar di dalam kelas. Dan, menulis adalah upaya mengabadikan apa pun yang hendak dibagi," tutur Orchida.