Kurikulum Pendidikan Mesti Adaptif Hadapi Perkembangan Teknologi
Pembaruan fitur teknologi baru dinilai berlangsung semakin cepat. Situasi itu menuntut kurikulum pendidikan yang semakin lincah mengikuti perkembangan.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembaruan fitur teknologi baru dinilai berlangsung semakin cepat. Situasi itu menuntut kurikulum pendidikan yang semakin lincah mengikuti perkembangan.
CEO Dicoding Narenda Wicaksono, di sela-sela konferensi pers ALE Geek Battle di Jakarta, Selasa (29/10/2019), menyampaikan pandangan tersebut. Dia mencontohkan pembaruan fitur untuk sistem operasi Android yang sering kali terjadi dalam hitungan hari.
Tim Dicoding biasanya segera menyesuaikan. ”Sebulan sekali kami memperbarui muatan kurikulum agar tetap relevan. Notifikasi dari pihak Google biasanya muncul di setiap layer sistem. Kami beritahu tim dan peserta kelas,” ujarnya.
Dicoding merupakan perusahaan rintisan yang mengelola pilar kegiatan kompetisi, acara, pendidikan, dan pekerjaan seputar profesi pengembang (developer). Dicoding secara resmi diluncurkan pada 5 Januari 2015 untuk menjembatani pengembang Indonesia dengan kebutuhan dan permintaan pasar.
Menurut Narenda, pesatnya perubahan teknologi digital mau tidak mau harus diikuti para pelaku sektor pendidikan. Mereka dituntut menyesuaikan kurikulum agar semakin lincah menyesuaikan perkembangan.
Dalam rangka mencapai tujuan itu, beberapa hal mendesak diperbaiki, misalnya regulasi terkait penyusunan kurikulum atau standar kompetensi kerja dibuat lebih adaptif.
Saat ini, jumlah anggota Dicoding mencapai lebih dari 200.000 orang dan menyebar di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Peserta aktif yang mengikuti akademi tercatat sekitar 120.000 orang. Jumlah produk teknologi berupa yang dihasil anggota tercatat sekitar 5.000 produk dengan total unduh lebih dari 215 juta unduhan.
Dari peserta yang mengikuti kelas-kelas pelatihan dan ujian, tingkat kelulusan baru mencapai sekitar 10-13 persen. Ujian yang diberikan Dicoding memang didesain mengikuti standar global. Dicoding merupakan mitra resmi pelatihan Google (Google Authorized Training Partner) sehingga penyusunan kurikulum diawasi dan diverifikasi langsung oleh Google.
”Untuk mempunyai keterampilan di industri teknologi digital seperti sekarang, seorang pengembang tidak hanya harus menguasai kemampuan teknis. Dia juga harus mempunyai kemampuan-kemampuan nonteknis, utamanya mengabstrakkan, computational thinking, dan cepat memahami pola. Biasanya, saat ujian sertifikasi, peserta gagal di kemampuan nonteknis seperti tiga itu,” ujarnya.
Head of Territory Sales Alcatel-Lucent Enterprise (ALE) Indonesia Ubayt Kurniawan menjelaskan, program beasiswa kelas pemrograman ALE Geek Battle bisa dikatakan sebagai upaya perusahaan berkontribusi terhadap ekosistem profesi pengembang. Program ini dibuka pendaftarannya mulai hari ini.
Kebutuhan profesi pengembang kode pemrograman cukup besar, tetapi tidak banyak tenaga andal. Mengutip salah satu studi McKinsey, dalam sepuluh tahun mendatang, kebutuhan akan tenaga pengembang kode pemrograman akan meningkat 55 persen. Total kuota beasiswa yang diberikan mencapai 1.500 orang.