Paris Masters bukanlah Perancis Terbuka, meski sama-sama digelar di ibu kota Perancis tersebut. Pada akhir musim ini, Rafael Nadal kembali mencoba peruntungan pada turnamen lapangan keras di ruang tertutup tersebut.
Oleh
Yulia Sapthiani
·5 menit baca
PARIS, SELASA - Paris, Perancis, membawa keberuntungan sekaligus ketidakberuntungan dalam karier petenis Spanyol, Rafael Nadal. Tahun ini, dia mencoba memutus kesialan itu demi berada pada puncak peringkat dunia pada akhir musim untuk kelima kalinya.
Nadal mendominasi turnamen Grand Slam Perancis Terbuka yang diselenggarakan di Roland Garros, Paris, sejak debut pada 2005. Sebanyak 12 gelar juara, termasuk pada 2019, membuatnya dijuluki ”Raja Lapangan Tanah Liat”.
Namun, di AccorHotels Arena, tempat berlangsungnya ATP Masters 1000 Paris, yang musim ini berlangsung 28 Oktober-3 November, Nadal kerap gagal, jika tak bisa dibilang sial.
Dari sembilan turnamen ATP Masters 1000, Paris Masters menjadi turnamen yang sering dilewatkan Nadal. Sejak debut dalam rangkaian turnamen ATP berlevel tertinggi itu pada 2003, Nadal hanya tampil enam kali, pada 2007-2009, 2013, 2015, dan 2017. Hasil terbaiknya adalah final 2007.
Dengan gaya permainan agresif, tubuh Nadal seringkali tak bertahan hingga akhir musim saat Paris Masters digelar. Pada 2018, dia bahkan melewatkan tiga turnamen Masters 1000 karena cedera lutut dan engkel kanan.
Meski demikian, Nadal tak mau menyebut punya nasib buruk di Paris Masters. ”Jika bukan keberuntungan saya menang 12 kali di Roland Garros, bukan berarti saya bernasib buruk karena tidak pernah menang di sini,” tutur Nadal dikutip dari laman ATP sebelum laga perdana melawan Adrian Mannarino (Perancis) pada babak kedua, Rabu (30/10/2019).
Musim ini, untuk bersaing di Paris Masters, Nadal memiliki rekor menang-kalah 48-6. Dia menang 28 kali dari 29 pertandingan terakhir. Satu-satunya kekalahan dialami dari Roger Federer pada semifinal Wimbledon, Juli. Rangkaian kemenangan itu menghasilkan gelar juara Roma Masters, Perancis Terbuka, Montreal Masters, dan AS Terbuka.
Hal itu membuatnya yakin, meski Nadal tak punya hasil bagus di turnamen dalam ruangan. Dari 84 gelar juara, hanya dua yang diperoleh dari turnamen tersebut. Permainan di lapangan keras dalam ruangan berkarakter lebih cepat daripada di luar ruangan. Ini sering menjadi kendala bagi Nadal selain cederanya.
”Peluang saya di turnamen dalam ruangan selalu lebih kecil daripada turnamen lain, tetapi, permainan saya telah berkembang. Apalagi, Paris adalah kota paling bermakna dalam karier tenis saya,” katanya.
Paris Masters kali ini bahkan akan lebih bermakna bagi petenis yang menikah dengan Maria Francisca Perello, 26 Oktober itu. Jika juara, Nadal akan menjadi petenis nomor satu akhir musim untuk kelima kalinya, setelah 2008, 2010, 2013, dan 2017. Dia akan menyamai prestasi Novak Djokovic, Roger Federer, dan Jimmy Connors.
”Fantastis. Tentu saya lebih memilih nomor satu dibandingkan nomor 2 dan 3. Tentu saja, mengakhiri musim dengan menjadi petenis nomor satu sangat spesial. Saya sangat senang jika itu terjadi,” kata Nadal.
Peluang Nadal, peringkat kedua saat ini, untuk menggeser Djokovic di puncak peringkat cukup besar. Ini karena dia tak memiliki poin untuk dipertahankan karena absen pada Paris Masters dan Final ATP 2018. Nadal pun berkesempatan meraih poin maksimal.
Sebaliknya, Djokovic memiliki kewajiban untuk mempertahankan poin dari dua turnamen 2018 yaitu 600 poin dari final Paris Masters dan 1.000 poin dari final turnamen Final ATP di London, Inggris.
“Nadal memiliki peluang yang lebih bagus, tetapi mudah-mudahan saya bisa meraih hasil yang baik seperti sebelum-sebelumnya,” kata Djokovic yang empat kali menjuarai Paris Masters dan lima kali menjadi juara di Final ATP.
Meski akan bersaing menjadi yang terbaik di akhir musim, Djokovic dan Nadal menjalani latihan bersama di AccorHotels Arena pada Senin. Ini menjadi momen yang langka meski keduanya telah bersaing 54 kali dalam pertandingan, yang terbanyak dalam era Terbuka.
“Saya menikmatinya karena sudah lama tak berlatih bersama Rafa. Rasanya agak aneh karena biasanya kami bertemu di semifinal atau final dalam suasana riuh oleh penonton, tetapi kali ini terjadi di latihan,” kata Djokovic yang juga mengatakan bahwa mereka saling menghargai meski menjadi rival.
Bertens Menang
Tampil sebagai petenis pengganti Naomi Osaka yang mundur karena cedera bahu kanan, tak menghalangi Kiki Bertens tampil maksimal dalam turnamen Final WTA di Shenzhen, China. Bertens mengalahkan petenis putri nomor satu dunia, Ashleigh Barty, 3-6, 6-3, 6-4, pada persaingan di Grup Merah.
Kemenangan itu menjadi kemenangan pertama Bertens atas Barty yang selalu mengalahkannya dalam lima pertemuan sebelumnya. Kemenangan itu juga membuka peluang Bertens untuk lolos dari persaingan grup meski berstatus pemain pengganti. Petenis Belanda itu memiliki kesempatan lolos ke semifinal jika bisa mengalahkan Bencic pada pertandingan Kamis.
Sementara itu, Osaka menyatakan penyesalannya karena tak bisa melanjutkan penampilan pada turnamen akhir musim yang diikuti delapan petenis tunggal dan delapan ganda putri terbaik pada 2019 ini. “Mengakhiri musim seperti ini jelas bukan cara yang saya inginkan, tetapi saya berharap ini membuat saya bisa lebih baik pada musim mendatang,” kata Osaka.
Ini untuk kedua kalinya Osaka gagal menyelesaikan WTA Finals. Pada debutnya tahun lalu, dia dua kali kalah pada dua laga awal sebelum mundur karena cedera pada laga ketiga melawan Bertens. "Ini menyebalkan, karena saya merasa bermasin dengan baik. Saya benar-benar ingin menang di sini," ujar Osaka, yang bertekad akan pulih pada waktunya untuk mempertahankan gelar Australia Terbuka, awal tahun depan.
Pada grup yang sama, Belinda Bencic yang sebelumnya dikalahkan oleh Barty membuka peluang untuk lolos ke semifinal. Petenis Swiss itu mengalahkan petenis Ceko Petra Kvitova lewat laga tiga set, 6-3, 1-6, 6-4.
Empat petenis lainnya, yaitu Karolina Pliskova, Bianca Andreescu, Simona Halep, dan Elina Svitolina, bersaing di Grup Ungu. Dua petenis peringkat teratas dari setiap grup lolos ke semifinal. (REUTERS)