Bangsa Indonesia harus berani melawan tindakan yang memecah belah bangsa. Jika tidak, maka ancaman perpecahan seperti yang terjadi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah bisa tetjadi di Indonesia.
Oleh
Andy Riza Hidayat
·3 menit baca
ROMA, KOMPAS - Persatuan dan kesatuan bangsa perlu dipertahankan dengan cara yang tepat. Ancaman terhadap situasi itu tidak cukup hanya dengan menjaga sikap toleran.
Bangsa Indonesia harus berani melawan tindakan yang memecah belah bangsa. Jika tidak, maka ancaman perpecahan seperti yang terjadi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah bisa tetjadi di Indonesia.
"Kita tidak boleh menoleh ke belakang. Terlalu banyak alasan yang bisa membuat semua umat beragama terlibat dalam konflik. Jika menoleh ke belakang, Perang Salib selama ratusan tahun itu, telah membuat umat Islam dan Kristen punya banyak alasan untuk saling membenci," ujar KH Yahya Staquf, Katib Suriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di depan rohaniwan Katolik di Kedutaan Besar RI untuk Tahta Suci, Roma, Kamis (26/9/2019) waktu setempat.
Hadir pada kesempatan itu, Dubes RI untuk Tahta Suci Agus Sriyono, Uskup Pontianak Mgr Agustinus Agus, dan Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut Yahya, warga negara Indonesia harus mengambil sikap melawan terhadap upaya yang bertujuan memecah belah bangsa. Selama ini masyarakat lebih banyak diam dan melawannya dengan wacana toleransi dengan mengedepankan cinta kasih atau rahmah dalam bahasa Islam.
"Hal itu ternyata tidak cukup. Saatnya kita melawan dan bergerak bersama-sama," ujarnya.
Warga negara Indonesia harus mengambil sikap melawan terhadap upaya yang bertujuan memecah belah bangsa. Selama ini masyarakat lebih banyak diam...
Kerja sama Nahdlatul Ulama dengan umat Katolik, kata Yahya, tidak cukup hanya seperti yang selama ini dilakukan. Setiap elemen masyarakat harus berani mengambil sikap tegas dan terencana.
"Kalau harus berbenturan, ya kita lawan, tak boleh lagi diam. Ini yang pernah saya minta kepada GP Ansor saat ada kirab di Jatim sebelum Hizbut Tahrir Indonesia dibubarkan," katanya.
Yahya menambahkan, keputusan ini diambil setelah melihat kondisi di Timur Tengah yang kian hari kian tidak jelas, kian tidak beradab. Kalau masyarakat Indonesia tidak berani melawan, bisa-bisa menjadi seperti mereka.
Ketika diminta mengantar Yahya ke Vatikan, Mgr Agus langsung menjawab bersedia. “Saya tahu ini bukan kunjungan biasa. Ini punya makna simbolik yang muda-mudahan berguna buat bangsa kita,” katanya.
Dalam kesempatan itu pula, Yaqut menyatakan, GP Ansor akan terus bergerak untuk melawan radikalisme dan sikap intoleran. Sangat banyak warga negara Indonesia yang baik, tetapi tidak bersuara.
GP Ansor akan terus bergerak untuk melawan radikalisme dan sikap intoleran. Sangat banyak warga negara Indonesia yang baik, tetapi tidak bersuara.
Beberapa pastor yang hadir juga menyampaikan pengalamannya bekerja sama dengan Ansor. Pastor Agus dari Yogyakarya mengakui dapat memimpin misa Natal dan Paskah dengan tenang karena kehadiran Banser.
"Bahkan, jauh hari sebelum Natal, beberapa teman Ansor ikut hadir dalam rapat kepanitiaan. Ini yang membuat kami tenang," ujar Agus yang sudah tiga tahun berada di Vatikan.
Yahya menyatakan, masyarakat Jawa zaman dulu bisa jadi contoh model bagaimana menjadi warga negara yang baik. "Orang Jawa itu tidak pernah mengatakan kafir bahkan kepada saudaranya yang beragama lain. Saya kira beberapa suku bangsa juga punya sikap seperti itu," katanya.
Kalau membaca sejarah, lanjut Yahya, warga Eropa selama ribuan tahun terlibat perang tidak mengenal peradaban seperti Jawa. Contoh paling jelas yang tersisa adalah di Irlandia, yang hanya karena beda pemahaman agama, sampai sekarang masyarakatnya masih terpecah.
Menurut Yahya, ketika Barat mulai mengenalkan dan menggaungkan humanisme yang didasarkan pada Kristen, mereka cepat bergerak maju. “Sekarang barat jauh lebih maju, meskipun masih menyisakan beberapa hal seperti di Irlandia itu,” katanya.
Dubes Agus Sriono menambahkan, mirip Indonesia, negara-negara di Eropa juga mulai bergerak ke kanan. "Cuma kelompok kanan di Eropa berbeda dengan kelompok kanan di kita. Kanan Eropa adalah sikap nasionalisme berlebihan dan ujungnya anti-pengungsi," katanya.