Penyegelan terhadap perusahaan yang lahan konsesinya terbakar dinilai belum cukup untuk menanggulangi kasus kebakaran hutan dan lahan.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyegelan terhadap perusahaan yang lahan konsesinya terbakar dinilai belum cukup untuk menanggulangi kasus kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah juga diminta menindak para penyandang dana di balik perusahaan-perusahaan tersebut.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Dirjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel 64 perusahaan yang lahan konsesinya terbakar. Mereka tercatat memiliki luas area lahan terbakar sebesar 14.343 hektar (Kompas, 2 Oktober 2019).
Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia Edi Sutrisno mengatakan, langkah KLHK menyegel 64 perusahaan perlu diimbangi dengan pembekuan aset mereka. Sebab, tanpa pembekuan tersebut, para perusahaan tidak akan mendapatkan efek jera.
”Faktanya, sejak 2015 sampai sekarang juga tidak terjadi apa-apa bagi mereka. Meski sudah ada putusan pengadilan,” katanya di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Menurut Edi, struktur perusahaan yang terlibat juga perlu dianalisis hingga ke perusahaan induknya. Hal ini penting karena semakin banyak perusahaan perkebunan yang dikelola, sistem pengawasan dari perusahaan induk tersebut juga akan semakin lemah.
”Kalau sebuah perusahaan induk memiliki lahan jutaan hektar, perlu ada evaluasi. Lahan yang sudah dibekukan juga bisa jadi obyek reforma agraria,” ujarnya.
Salah satu hal yang penting untuk diidentifikasi adalah sumber pendanaan dari perusahaan-perusahaan yang menjadi tersangka kebakaran hutan dan lahan. Dalam hal ini, TuK melakukan analisis keuangan terhadap 17 kelompok perusahaan induk di atas 64 perusahaan yang disegel.
Menurut Adi, di belakang mereka terdapat 156 induk investor dalam dan luar negeri yang menyediakan utang dan penjaminan. Selain itu, ada 482 induk investor yang memberikan obligasi dan menjadi pemegang saham.
Dalam 10 daftar teratas penyandang dana yang menyediakan utang dan penjaminan, empat adalah bank-bank asal Indonesia. Nilainya tidak kurang dari 3,3 miliar dollar AS. Adapun terbanyak kedua dan ketiga adalah bank-bank dari China (2 miliar dollar AS) dan Malaysia (1,9 miliar dollar AS).
”Jadi, selama ini negara sendiri yang memfasilitasi perusakan lingkungan yang kembali merugikan negara,” ujar Adi.
Adi menambahkan, pertanggungjawaban para penyandang dana belum banyak dibahas dalam kajian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Padahal, pembiayaan tersebut terus meningkat sejak 2015 hingga sekarang.
Libatkan OJK
KLHK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menandatangani nota kesepahaman tentang perlindungan lingkungan hidup melalui pengembangan jasa keuangan berkelanjutan. Melalui kerja sama tersebut, OJK mendukung pembangunan berkelanjutan dalam proyek ramah lingkungan.
”Kerja sama mereka perlu kembali dikaji ulang, apakah keduanya bisa bertukar informasi satu sama lain,” kata Adi.
Senada dengan Adi, Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Made Ali menyarankan kepada Presiden agar dalam lima tahun mendatang mulai menyasar para penyandang dana untuk pencegahan kebakaran. Pemerintah harus menggandeng OJK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sembari fokus pada penyandang dana, upaya penegakan hukum juga mesti dilakukan secara tegas. Sebab, selama ini penegakan hukum selaras dengan menurunnya jumlah titik panas. Di Riau tahun 2016, misalnya, ada enam perusahaan yang dilakukan penegakan hukum karena lahan konsesinya terbakar. Pada tahun berikutnya, jumlah titik panas menurun drastis.
”Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum menjadi cara paling jitu mencegah kebakaran hutan,” katanya.
Manajer Kampanye Air, Pangan, dan Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu A Perdana mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah dalam penegakan hukum masih sangat besar. Masih ada putusan-putusan ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup yang belum dieksekusi.
”Termasuk dalam sektor pembiayaan yang mengakibatkan para perusahaan terus beroperasi,” ujarnya.