Profesor HAR Tilaar, Pendidik Idealis yang Mementingkan Proses Itu Telah Pergi
Profesor HAR Tilaar, tokoh pendidik yang langka itu, meninggal dunia. Metode pembelajarannya mementingkan proses. Profesor Tilaar tak menyukai hasil pendidikan yang diukur hanya di ujung, seperti melalui ujian nasional.
Oleh
Erika Kurnia
·4 menit baca
”To my very lovely father. Get well very soon, so you can read the whole book.” Demikian pesan yang ditulis Bryan Tilaar (48) di halaman depan buku biografi berjudul Becoming Michelle Obama yang ia hadiahkan untuk ayahnya, Profesor Henry Alexis Rudolf (HAR) Tilaar, Sabtu (26/10/2019).
Belum sempat terbaca, tokoh pendidikan sekaligus suami pengusaha kosmetik dan jamu Martha Tilaar itu meninggal di Jakarta pada Rabu (30/10/2019) pukul 10.48. Almarhum mengembuskan napas terakhir di usia 87 tahun karena kegagalan fungsi tubuh yang membuatnya dirawat beberapa minggu di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.
Sebelum meninggal, Bryan yang merupakan anak pertama pasangan Tilaar itu mengatakan, hadiah buku itu diberikannya karena sang ayah penasaran dengan sosok istri mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tersebut. Ketertarikannya diawali setelah mendengar pidato Michelle mengenai pendidikan, yang tak jauh dari dunia yang selama ini digeluti sang ayah.
”Saya, kan, suka bercanda dengan beliau. Saat menunjukkan buku itu, saya sempat bilang, ’To my very lovely social democrat father, ini dari your very republican son’,” kata Bryan saat ditemui di Rumah Duka Sentosa RSPAD Gatot Soebroto.
Bryan menunjukkan buku itu saat sang ayah sudah terbaring di kasur rawat inap ruang Cerebro Intensive Care Unit (CICU). Sementara almarhum tak lagi mampu beraktivitas selain mendengar, Bryan meminta adik-adiknya untuk membacakan isi buku itu perlahan.
Sebelum meninggal, HAR Tilaar diketahui menderita berbagai kondisi, seperti gagal ginjal, gagal jantung, infeksi paru-paru, dan demensia. Namun, ayah empat anak dan delapan cucu itu dikenal sebagai sosok yang selalu bersemangat dan penuh perjuangan dalam hidup, terutama dalam bidang pendidikan.
”Ayah saya selalu bilang, dalam hidup itu bukan urusan berapa lama orang hidup, tetapi apa yang diperbuat orang itu selama hidup. Kalau dia penganut agama apa, apa yang dia perbuat untuk agamanya. Kalau warga negara, apa yang dibuat untuk masyarakat sekitar dan bangsa,” tuturnya.
Tokoh pendidik langka
Sosok yang disapa Alex ini dikenal sebagai ahli pendidikan dengan jabatan terakhir Guru Besar Emeritus Program Pascasarjana dan Direktur Utama Lembaga Manajemen Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Tokoh pendidikan Arief Rachman yang telah lama mengenal almarhum menilai, HAR Tilaar merupakan tokoh pendidik yang langka. Hal itu karena Alex tidak hanya berperan sebagai seorang guru, tetapi juga seorang ilmuwan.
”Saya sempat mendapat ilmu beliau yang sangat penting sekali, yaitu metode pembelajaran yang mementingkan proses. Profesor Tilaar tidak menyukai hasil-hasil pendidikan yang diukur hanya di ujung, seperti melalui ujian nasional atau ujian sekolah, sebab pendidikan karakter lebih penting,” tutur Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO ini, yang datang ke rumah duka.
Profesor Tilaar tidak menyukai hasil-hasil pendidikan yang diukur hanya di ujung, seperti melalui ujian nasional atau ujian sekolah, sebab pendidikan karakter lebih penting.
Pemahaman dan semangat mengajar tersebut itu dinilai Arief tidak banyak dimiliki guru, dosen, atau profesor di Indonesia. Menurut dia, metode pembelajaran tersebut perlu diterapkan oleh 3 juta guru yang ada di Indonesia supaya 51 juta murid mendapat proses pendidikan yang sesuai.
Selama hidup, HAR Tilaar juga diketahui telah menulis ratusan artikel dan belasan buku terkait pendidikan. Pada tahun 1990, ia menghasilkan buku pertama berjudul Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI yang diterbitkan Balai Pustaka. Lalu, pada 2015, Kompas pernah mengulas karyanya yang berjudul Pedagogik Teoretis untuk Indonesia.
Dalam buku itu, HAR Tilaar berupaya merevitalisasi Pancasila dalam pandangan hidup, khususnya dalam praktik pendidikan (Kompas, 4/10/2015). Menurut dia, lembaga pendidikan harus mampu mengakomodasi kebutuhan untuk menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup.
Sekolah-sekolah, misalnya, harus mengadopsi struktur demokrasi dalam penyelenggaraannya. Sekolah harus bisa mempromosikan kebaikan bersama (common good). Di dalam pengalaman ini, peserta didik belajar mencari keseimbangan antara hak individu dan apa yang baik bagi masyarakat (hlm 59-60).
Pendukung setia istri
Meski lama berkecimpung di dunia pendidikan, HAR Tilaar dinilai sebagai pendukung setia sang istri yang sukses sebagai pengusaha. Arief melihat, keberhasilan pasangan yang berkarier di dunia berbeda itu terwujud karena keduanya saling mendukung.
”Prof Tilaar sukses karena Bu Martha yang punya peran luar biasa. Ibu Martha juga bisa sukses karena Prof Tilaar suami yang sangat mendukung istri dan mengerti kelebihan pasangannya,” katanya.
Dukungan HAR Tilaar kepada sang istri, menurut Bryan Tilaar, lebih pada hal yang konseptual, sesuai dengan bidangnya di pendidikan. Dalam banyak kesempatan, pria kelahiran Minahasa, Sulawesi Utara, itu sering memberikan masukan saat pemilik Martha Tilaar Group itu hendak berbicara di forum-forum resmi.
”Kalau dibilang mendukung secara langsung, memang tidak. Tetapi, ayah saya yang merupakan pendidik yang idealis dengan value-nya yang lebih spiritual dan bermoral tinggi,” ucap Bryan.
Berdasarkan pengamatan Kompas di rumah duka, Martha Tilaar akan kembali mendampingi jenazah almarhum malam ini. Menurut keluarga, jenazah HAR Tilaar akan dimakamkan pada Sabtu (2/11/2019) di San Diego Hills, Jawa Barat.