Sejumlah mahasiswa di Mataram mengumpulkan sampah dan menjualnya pada bank sampah untuk mengurangi biaya kuliah. Program diinisasi oleh universitas karena banyak mahasiswa putus kuliah kekurangan dana.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
Kesadaran akan nilai sampah muncul di kalangan mahasiswa di Mataram. Mereka mengumpulkan sampah dalam tabungan sampah yang dananya digunakan untuk mengurangi biaya kuliah. Program diinisiasi oleh universitas.
Baiq Siti seringkali jengkel, karena sampah plastik yang dikumpulkannya raib. Ia tinggal di rumah kos yang memiliki 20 kamar di Lingkungan Pejeruk, Ampenan, Kota Mataram, Lombok, Ibu Kota Nusa Tenggara Barat (NTB). Di depan kamar kos-kosan terletak bak sampah berisi botol, gelas air mineral, hingga kertas HVS bekas dokumen yang tidak terpakai.
Nyaris tiap hari Siti mengumpulkan sampah itu. Namun pulang kuliah siang itu, mahasiswa semester III Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di NTB itu tidak menemukan sampah yang disimpan di depan kamar kosnya.
Belakangan Siti mengatahui, sampah yang dikumpulkannya diambil seorang pemulung. Akhirnya, pintu gerbang kos-kosan ditutup rapat dan dikunci. Teman-teman kosnya diminta tetap menyimpan sampah plastik sebelum Siti mengambilnya.
“Kalau gerbang tidak ditutup, teman buang sampah plastinya di bak sampah, saya berebutan dan keduluan diambil pemulung,” tuturnya, Kamis (24/10/2019) di Kampus UNU NTB Mataram.
UNU NTB sejak 29 September 2019 menggelar program "Mengumpulkan Sampah". Mereka juga membentuk bank sampah yang menampung sampah yang dikumpulkan oleh mahasiswa, selaku nasabah. Hasil total penjualan sampah dihajatkan untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah.
Menurut Gandewa Tunas Rancak, Dekan Fakultas Teknik UNU NTB, program itu digelar karena banyak mahasiswa putus kuliah di semester III dan V karena tidak punya uang untuk bayar kuliah dan penelitian. Di pihak lain sampah yang bertebaran di Kota Mataram justru memiliki nilai ekonomis untuk dijadikan bahan daur ulang.
Banyak mahasiswa putus kuliah di semester III dan V karena tidak punya uang untuk bayar kuliah dan penelitian. (Gandewa Tunas Rancak)
Mahasiswa kemudian diberikan solusi: mengumpulkan sampah plastik untuk mengurangi biaya kuliah. Untuk pemasaran sampahnya universitas merangkul dua bank sampah. Ini sekaligus bentuk partisipasi universitas itu dalam progam zero waste yang dilakukan Pemprov NTB.
Harga jual mengikuti standar harga dua bank sampah itu. Mahasiswa bisa memonitor jumlah dan hasil penjualan sampah melalui aplikasi android. Uang penjualan sampah ditabung, dikonversi dengan besaran uang kuliah.
“Mungkin uang hasil penjualan sampah tidak bisa menutupi seluruh biaya kuliah, tetapi setidaknya bisa membantu mahasiswa mengatasi uang kuliahnya,” ujar Abdul Muttalib, Dosen Fakultas Ekonomi UNU.
Dari empat fakultas di UNU, baru mahasiswa Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan dan Fakultas Sistem Informasi yang menerapkan program itu.
Dalam dua bulan terakhir bank sampah UNU NTB bisa menjual sekitar 20 ton sampah plastik kepada bank sampah. Ada delapan kategori sampah yang diterima penampung. Beberapa yang biasanya dijual para mahasiswa antara lain kardus, kertas HVS bekas, tutup botol, plastik campur, botol bening, polietilene tereftalate (pet) 01, dan pet 02.
Saat ini bank sampah UNU memiliki 40 nasabah, di antaranya Siti, yang saat ini memiliki tabungun Rp 10.000 dari penjualan kertas HVS bekas. Kertas HVS bekas laku Rp 1.000 per kg dan kardus seharga Rp 900 per kg. Sedang botol Pet 1 dan 2 masing-masing seharga Rp 3.000 dan Rp 2.750 per kg.
Siti masih mengumpulkan botol dan gelas plastik yang akan diserahkan ke bank sampah kampus. “Agar tidak duluan diambil orang lain saya simpan di tempat tersembunyi,” ujarnya.
Saat dalam perjalanan kuliah mengendarai sepeda motor, Siti bahkan akan berhenti sebentar memungut sampah yang dibuang di jalan rute kuliah-tempat kos-kosan, kemudian melaju lagi menuju kampus.
Samsul (28), mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Lingkungan juga mengumpulkan sampah di rumah kos-kosannya, di Lingkungan Batu Dawa, Kelurahan Tanjung Karang, Kota Mataram. Tabungan Samsul dari 2 kg sampah pet 1 dan 2 sebesar Rp 6.000.
Samsul bersama kelompoknya juga memburu dan mengumpulkan pipet plastik minuman air mineral saat acara hari bebas kendaraan tiap hari Minggu di Jalan Udayana Mataram. Dari acara yang berlangsung pukul 06.00-09.00 WITA itu, ia menghitung jumlah pipet yang dibuang pengunjung, setelah disambung, panjangnya mencapai 250 meter, atau lebih panjang dari lapangan sepak bola. “Itu sampah sedotannya saja, belum gelasnya,” katanya.
Menurut M Syawal, Ketua Bank Sampah Bintang Sejahtera di Mataram, produksi sampah organik dan anorganik di NTB mencapai 3.500 ton sehari. Dari total produksi sampah itu hanya 37 persen yang bisa didaur-ulang, sisanya dibuang sembarangan.
Syawal-lah yang membeli sampah itu dari 200 bank sampah di NTB, termasuk bank sampah UNU NTB. Sampah itu dikirim ke perusahaan daur ulang di Surabaya.
Syawal hanya mampu menyuplai 40 ton sebulan. Adapun kebutuhan sampah plastik perusahaan daur ulang di Indonesia sebanyak 9,7 juta ton setahun. Yang terpenuhi baru 1 juta ton setahun. Artinya perusahaan daur ulang masih kekurangan bahan baku.
“Makanya selain salut ada perguruan tinggi yang peduli dalam penanganan sampah, saya juga siap menampung berapa pun jumlah yang mau dijual,” ucapnya.