Penutupan pendakian ke Gunung Ijen selama 11 hari berimbas pada sektor pariwisata. Petambang juga kehilangan pendapatan. Kebakaran gunung diharapkan bisa dipadamkan.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
Penutupan pendakian ke Gunung Ijen selama 11 hari berimbas pada sektor pariwisata. Petambang juga kehilangan pendapatan. Kebakaran gunung diharapkan bisa dipadamkan.
BANYUWANGI, KOMPAS Jalur pendakian ke kawah Ijen sudah ditutup selama 11 hari akibat kebakaran hutan dan lahan di Gunung Ijen di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Potensi perputaran uang Rp 2 miliar pun hilang.
Sejumlah kunjungan wisatawan batal, lama menginap berkurang, serta pengeluaran untuk konsumsi dan belanja merosot drastis. Tak hanya pelaku usaha pariwisata, sejumlah petambang belerang juga kehilangan penghasilan.
”Kami belum hitung kerugiannya. Diperkirakan Rp 2 miliar hilang selama 11 hari ini,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda di Banyuwangi, Rabu (30/10/2019). Uang yang dibelanjakan wisatawan mancanegara rata-rata Rp 2,7 juta per hari, sedangkan wisatawan domestik Rp 1,5 juta per hari. Adapun rata-rata lama inap di Banyuwangi 2,8 hari.
Sekitar 30 tamunya dari Malaysia, Australia, Hong Kong, dan Eropa batal datang.
Pemilik Didu’s Home Stay, Djoko Subagyo, mengatakan, ada sekitar 30 tamunya dari Malaysia, Australia, Hong Kong, dan Eropa batal datang. Padahal, sekali kunjungan, mereka menginap selama tiga hari dua malam. Jika tarif sekamar dua orang minimal Rp 300.000 semalam, Djoko bisa mendapat Rp 13,5 juta. ”Itu belum makanan dan paket wisata,” ujarnya.
Kondisi kebakaran
Pantauan di titik keberangkatan pendakian Gunung Ijen di Paltuding, Rabu, spanduk pengumuman penutupan jalur pendakian terpampang di gerbang pendakian. Loket wisata juga ditutup.
Pemantauan visual, tidak terlihat lagi kobaran api membakar hutan seperti pekan lalu. Kepulan asap juga tak tampak karena Gunung Ijen, Gunung Ranti, Cagar Alam Merapi Ungup-Ungup, dan Gunung Widodaren tertutup kabut. Hujan gerimis sempat turun di sekitar Tanjakan Erek-erek, 7 kilometer sebelum Paltuding.
Sebagian kios di Paltuding tutup. Kartono, pemilik kios, mengatakan, sepekan terakhir ia hanya mendapat Rp 30.000 dari sejumlah sukarelawan pemadam kebakaran yang membeli kopi. Dalam kondisi normal, setiap malam Sabtu, ia bisa membawa pulang Rp 600.000 dan malam Minggu Rp 1,5 juta. Pada hari biasa, ia bisa memperoleh Rp 100.000 sampai Rp 300.000.
Penutupan pendakian Ijen juga merugikan negara. Tiket masuk kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang disetorkan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim ke negara. Hari Senin-Kamis, PNBP berkisar Rp 400.000 hingga Rp 500.000. ”Akhir pekan bisa Rp 1 juta,” ujar Kepala BKSDA Seksi III Jember Setyo Utomo.
Dalam kondisi normal, setiap malam Sabtu, ia bisa membawa pulang Rp 600.000 dan malam Minggu Rp 1,5 juta.
Dalam sehari, jumlah kunjungan ke TWA Gunung Ijen berkisar 100-500 orang dengan tarif tiket Rp 5.000 untuk wisatawan domestik dan Rp 100.000 bagi wisatawan mancanegara. Hari libur, jumlah kunjungan bisa 2.000 orang dengan harga tiket Rp 7.500 bagi wisatawan domestik dan Rp 150.000 bagi wisatawan mancanegara.
Penutupan juga berdampak pada pemandu wisata, seperti Mulyono. Jika biasanya ia mendapat upah Rp 200.000-Rp 500.000 memandu lima wisatawan, kini ia menganggur. Hal serupa dialami 114 petambang belerang. Harga per kilogram belerang dari kawah dihargai Rp 1.250 atau setara Rp 200.000 per petambang. ”Sejak tidak boleh menambang, saya ngarit (cari rumput) untuk ternak,” ujar Matrawi, petambang.