Ketertutupan Informasi Berpotensi Munculkan Penyimpangan Anggaran
Penutupan informasi mengenai rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2020 berpotensi memunculkan anggaran-anggaran siluman
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penutupan informasi mengenai rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2020 berpotensi memunculkan anggaran-anggaran siluman yang tak bisa terjaring oleh mata publik. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun diminta untuk segera membuka akses informasi tersebut.
Anggota Badan Anggaran DPRD DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia, William Aditya Sarana, mengatakan, keterbukaan informasi dibutuhkan agar publik dapat ikut mengkritisi mata anggaran yang janggal di dalam rancangan KUA-PPAS 2020. Jika akses tersebut tidak segera dibuka, dia meyakini akan banyak anggaran siluman yang lolos.
"Kami, kan sudah punya semua datanya nih. Kami pastikan kalau tak dibuka, potensi lolos (anggaran yang janggal) itu besar," ujar William di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Rancangan KUA-PPAS 2020 sebenarnya pernah diunggah oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di situs apbd.jakarta.go.id pada Oktober lalu. Namun, tiba-tiba rancangan KUA-PPAS itu tak bisa lagi diakses hingga saat ini.
Namun, William mengaku beruntung sempat menyimpan file tersebut sebelum dicabut dari situs. Dengan begitu, pihaknya masih bisa menemukan sejumlah anggaran yang janggal dengan nilai miliaran rupiah.
Mata anggaran DKI yang janggal itu, seperti pengadaan lem Aica-Aibon (Rp 82,8 miliar) dan pulpen (Rp 123,8 miliar). Namun, saat ini, untuk anggaran lem Aica-Aibon telah dihapus, sementara anggaran pengadaan pulpen direvisi sesuai kebutuhan sekolah.
Kejanggalan lain ditemukan dari rencana anggaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Dinas tersebut menganggarkan sebesar Rp 5 miliar untuk membayar lima figur berpengaruh (influencer marketing). Namun, saat ini, anggaran itu juga telah dicoret.
William mengaku, masih ada sekitar 15 temuan anggaran janggal lagi yang belum dipublikasikan. Pihaknya akan mengawal itu lewat pembahasan di dalam rapat-rapat komisi.
Meski demikian, menurut William, hal itu juga tidak mudah karena batas waktu pengesahan anggaran adalah akhir November. Oleh karena itu, dia meminta kepada Pemerintah DKI untuk segera membuka akses informasi rancangan KUA-PPAS 2020 kepada publik agar setiap mata anggaran yang janggal bisa dikritisi.
"Transparansi ini harga matilah. Kalau di-upload pada saat semua sudah selesai, buat apa kita kritisi. Sudah telat dong. Apalagi kalau sudah diketok, ngapain kita teriak-teriak. Justru teriaknya sekarang harusnya," tutur William.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beralasan, tak diunggahnya rancangan KUA-PPAS 2020 di situs apbd.jakarta.go.id karena data tersebut baru bisa dibuka untuk publik sesudah pembahasan bersama DPRD selesai. Dia menilai, pembukaan akses kepada publik malah menimbulkan polemik yang tidak perlu.
"Justru karena ada masalah-masalah yang harus dikoreksi seperti ini, yang hanya menimbulkan keramaian padahal (anggaran itu) tidak akan dieksekusi," kata Anies.
Kemunduran transparansi
Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, kebocoran anggaran yang aneh tak bisa serta-merta disalahkan kepada sistem. Sebab, seharusnya para kepala SKPD bisa lebih detail ikut mengawasi kerja anak buahnya saat pengisian komponen anggaran.
Lebih dari itu, seharusnya gubernur sebagai kepala daerah juga ikut mengendalikan anggaran. Apalagi, di DKI Jakarta, gubernur memiliki Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), serta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Kebocoran anggaran yang aneh tak bisa serta-merta disalahkan kepada sistem
"Kalau di Pemda DKI, kan, ada TAPD, belum lagi TGUPP yang digaji besar, seharusnya bisa memberi masukan terhadap dokumen yang sedang dirancang. Kalau alasannya salah ketik itu mengada-ada. Pasti ada faktor kesengajaan," tutur Misbah.
Menurut Misbah, jika proses itu terus ditolerir, maka akan muncul banyak anggaran siluman di APBD 2020. Apalagi, hingga saat ini, Pemerintah DKI masih belum mau mengunggah Rancangan KUA-PPAS ke situs apbd.jakarta.go.id.
"Ini kemunduran dari aspek transparansi anggaran, partisipasi, dan akuntabilitas, serta prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik," tegas Misbah.