Musim Hujan Segera Datang, Waspadai Puting Beliung dan Petir
Masyarakat perlu lebih mewaspadai ancaman cuaca hidrometeorologis, seperti puting beliung, angin kencang, dan petir.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi akan memasuki awal musim hujan pada bulan November. Masyarakat diminta mewaspadai bencana hidrometeorologis, seperti puting beliung, angin kencang, dan petir, yang selalu terjadi setiap tahun.
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin di Jakarta, Kamis (31/10/2019), mengatakan, awal musim hujan tahun ini berbeda-beda di setiap daerah. Di Pulau Sumatera, misalnya, beberapa wilayah sudah memasuki musim hujan, seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Kepulauan Riau.
”Hujan belum terjadi di Sumatera Selatan karena awal musim hujan diprediksi pada November,” katanya di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Hal yang sama juga terjadi di Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat. Secara umum, awal musim hujan diprediksi akan terjadi sekitar pertengahan November. Sementara untuk wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan juga akan segera memasuki awal musim hujan.
Curah hujan sebagian besar wilayah Jawa pada awal musim hujan memang diperkirakan masih rendah. Kendati demikian, Miming mengingatkan agar masyarakat perlu lebih mewaspadai ancaman cuaca hidrometeorologis, seperti puting beliung, angin kencang, dan petir.
”Meski awal musim hujan di beberapa daerah mundur, puncak musim hujan masih sama, yakni pada Januari dan Februari,” katanya.
Untuk sepekan ke depan, hujan lebat diprediksi akan terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. ”Khusus di Jawa dan Sumatera bagian Selatan juga perlu mewaspadai ancaman puting beliung, angin kencang dan petir karena masuk pada masa pancaroba,” kata Miming.
Kesadaran masyarakat terhadap bencana hidrometeorologis sangat penting agar mereka bisa memitigasi risiko bencana yang bisa terjadi. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengingatkan, bencana hidrometeorologis banyak terjadi pada 2018 dengan puting beliung yang tertinggi, yakni 964 kejadian.
Bencana hidrometeorologis terbanyak selanjutnya adalah banjir (673 kejadian) dan tanah longsor (671 kejadian). Selama Januari-Oktober 2019, bencana banjir telah menyebabkan 254 orang meninggal, sedangkan tanah longsor menyebabkan 108 orang meninggal.
”Kita perlu membersihkan saluran-saluran baik di perumahan atau sungai. Selain itu, pohon-pohon yang berpotenai tumbang untuk ditebang,” ujar Agus.
Gerakan tanah
Salah satu bencana yang patut diwaspadai adalah potensi gerakan tanah dipicu curah hujan. Dilansir dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), setidaknya 1.177 gerakan tanah terjadi pada 2017. Korban meninggal dunia 210 jiwa. Pada 2018, tercatat ada 94 korban meninggal.
”Gerakan tanah ini polanya selalu berulang setiap tahun. Peningkatan kerap terlihat mulai Oktober,” kata Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto.
Ia mengimbau masyarakat untuk memahami peta zona kerentanan gerakan tanah, mulai dari skala provinsi, kabupaten, hingga kecamatan. Beberapa wilayah yang memiliki kerentanan tinggi, di antaranya Aceh, Sumatera Utara, Sumatera bagian barat hingga Bengkulu, Jawa, Kalimantan bagian utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Papua.
”Masyarakat harus tahu lokasi ancaman gerakan tanah sehingga mitigasi bisa dilakukan. Gerakan tanah diawali dengan munculnya retakan-retakan,” kata Agus.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Devy Kamil Syahbana mengatakan, gerakan tanah akibat hujan juga berpotensi terjadi di lereng gunung api. Selain itu, turunnya hujan juga bisa menimbulkan potensi aliran lahar banjir di sungai-sungai yang terhubung dengan gunung api.
”Khususnya gunung api yang sedang mengalami erupsi seperti Gunung Merapi dan Gunung Semeru,” katanya.
Sementara itu, potensi akumulasi gas vulkanik beracun di area kawah juga mengancam saat cuaca mendung. Masyarakat diimbau untuk tidak berlama-lama berada di sekitar kawah saat terjadi cuaca yang kurang baik. ”Hujan juga bisa menyebabkan guguran kubah lava yang tidak stabil,” kata Devy.