Perdagangan Antarpulau Butuh Peningkatan Koneksi dan Hilirisasi
Perdagangan antarpulau masih didominasi Pulau Jawa karena industri hilir terpusat di pulau itu. Agar perdagangan antarpulau tidak timpang, hilirisasi di luar Pulau Jawa perlu dibangun berbarengan dengan konektivitasnya.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perdagangan antarpulau masih didominasi oleh Pulau Jawa karena industri hilir masih terpusat di pulau tersebut. Agar perdagangan antarpulau tidak timpang, hilirisasi industri di luar pulau Jawa perlu dibangun berbarengan dengan konektivitas antarpulau.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, idealnya industri pengolahan dari hulu ke hilir dalam satu rantai produksi berada di daerah yang sama. Namun, industri hilir mayoritas terpusat di Jawa.
Padahal, produk industri hulu ada di seluruh Indonesia. Oleh sebab itu, Indonesia membutuhkan desentralisasi industri di setiap daerah.
”Desentralisasi itu perlu diperkuat dengan hilirisasi berdasarkan komoditas unggulan masing-masing daerah dan penguatan interkoneksi antarpulau,” tuturnya saat dihubungi Kompas, Kamis (31/10/2019).
Desentralisasi itu perlu diperkuat dengan hilirisasi berdasarkan komoditas unggulan masing-masing daerah dan penguatan interkoneksi antarpulau.
Menurut Shinta, barang-barang yang diperdagangkan dari Pulau Jawa ke pulau lainnya merupakan produk hasil pengolahan manufaktur. Contohnya, pakaian, sepatu, barang elektronik, dan produk jadi lainnya.
Sebaliknya, barang-barang diperdagangkan dari luar Pulau Jawa ke Jawa berupa komoditas mentah untuk diolah lebih lanjut. Misalnya, komoditas pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan laut, dan pertambangan.
Jika dibandingkan dari sisi efisiensi dan efektivitas rantai produksi, Shinta berpendapat, pemerintah harusnya fokus pada desentralisasi perindustrian bersamaan dengan pembenahan konektivitas yang menunjang perdagangan antarpulau. Pembenahan konektivitas itu akan memperbaiki struktur biaya dan meningkatkan kapabilitas logistik.
”Struktur biaya yang tidak efisien dan kapabilitas logistik yang tidak memadai berdampak pada rantai pasok domestik tak kompetitif dibandingkan perdagangan internasional. Hal ini berimbas pada produk impor lebih murah dibandingkan pulau tujuan perdagangan barang,” ujarnya.
Pemerintah seharusnya fokus pada desentralisasi perindustrian bersamaan dengan pembenahan konektivitas yang menunjang perdagangan antarpulau.
Oleh sebab itu, Shinta menyatakan, pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama secara intensif dalam mengembangkan proyek-proyek industri yang siap menjadi sasaran penanaman modal, terutama proyek industri yang mampu mengolah komoditas lokal unggulan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto menyatakan, pemerintah menjalankan perdagangan antarpulau sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2017 tentang Perdagangan Antarpulau.
Prinsipnya semua barang yang diperdagangkan atau didistribusikan antarpulau melalui laut dan sungai wajib dilaporkan lewat manifes domestik. Hal ini bertujuan untuk mendata ketertelusuran dan peredaran barang antarpulau.
”Akan tetapi, perdagangan antarpulau masih terfokus pada bahan pokok dan penting, terutama pangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan terpenuhinya pasokan bahan pokok di suatu daerah,” kata Suhanto.