Presiden Joko Widodo menginstruksikan para menteri untuk mempercepat penyelesaian tiga perundingan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara mitra. Targetnya, perjanjian bisa disepakati pada akhir 2020.
Oleh
Laksana Agung Saputra / B.M. Lukita Grahadyarini / Karina Isna Irawan / Maria Paschalia Judith Justiari / Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Presiden Joko Widodo menginstruksikan para menteri untuk mempercepat penyelesaian tiga perundingan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara mitra. Targetnya, perjanjian bisa disepakati pada akhir 2020.
Ketiga perjanjian tersebut adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Uni Eropa, Perjanjian Ekonomi Komprehensif Regional 10 negara ASEAN dengan enam negara mitra, dan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara di benua Afrika.
Instruksi Presiden itu disampaikan pada pengantar rapat terbatas tentang perekonomian di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Ratas dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin serta 20 menteri dan 6 wakil menteri Kabinet Indonesia Maju.
Perjanjian-perjanjian perdagangan harus kita lakukan secara terus-menerus tanpa henti.
”Saya sudah sampaikan secara khusus ke menteri perdagangan dan wakil menteri perdagangan, menteri luar negeri dan wakil menteri luar negeri, bahwa perjanjian-perjanjian perdagangan harus kita lakukan secara terus-menerus tanpa henti,” kata Presiden dalam pengantarnya.
Pemerintah, menurut Presiden, telah menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Australia. Capaian serupa diperluas pada perjanjian-perjanjian perdagangan dengan negara-negara lainnya.
”Saya minta pada akhir 2020 bisa diselesaikan. Timnya disusun yang fixed, tidak berganti-ganti. Penyelesaian dan eksekusi lapangan harus terus dikerjakan,” tegasnya.
Percepatan penyelesaian negosiasi perjanjian perdagangan tersebut disampaikan Presiden dalam konteks memperluas dan memperlancar pasar ekspor.
Bolak-balik selalu saya sampaikan, kuncinya di peningkatan ekspor dan substitusi barang impor serta investasi.
”Ekonomi global dalam lima tahun ini, dan perkiraan dari lembaga internasional, tahun depan menuju situasi yang lebih sulit. Bahkan banyak yang menyampaikan menuju ke sebuah resesi. Oleh sebab itu, semua harus kita antisipasi. Bolak-balik selalu saya sampaikan, kuncinya di peningkatan ekspor dan substitusi barang impor serta investasi,” kata Presiden.
Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3 persen pada 2019 dan 3,2 persen pada 2020. Adapun proyeksi Bank Dunia sebesar 2,6 persen pada 2019 dan 2,7 persen pada 2020.
Prioritas
Menjawab pertanyaan Kompas seusai ratas, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyatakan, salah satu prioritas Kementerian Perdagangan adalah menyelesaikan sejumlah perjanjian perdagangan bebas dengan negara mitra.
”Sesuai arahan Presiden, saya juga menugaskan secara khusus Wakil Menteri Perdagangan untuk menyelesaikan perjanjian-perjanjian yang tertunda,” kata Agus.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menambahkan, proses negosiasi perjanjian perdagangan bebas melibatkan beberapa pemangku kepentingan. Oleh sebab itu, salah satu hal paling penting adalah koordinasi antarinstansi, antara lain dengan Kementerian Luar Negeri.
Perjanjian dengan Uni Eropa, menurut Jerry, adalah salah satu yang diprioritaskan. Sebab, Uni Eropa adalah pasar yang besar.
”Saya sudah berkomunikasi dengan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia. Kami sudah membahas secara lebih teknis dan detail terkait hal-hal yang menjadi pokok pembahasan dan tantangan agar yang belum rampung bisa diselesaikan dengan cepat,” kata Jerry.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor nonmigas Indonesia ke Uni Eropa pada Januari-September 2019 senilai 10,672 miliar dollar AS atau merosot 17,5 persen secara tahunan. Nilai ini sekitar 9,3 persen dari total ekspor nonmigas RI pada periode tersebut.
Ada hal lain terkait institusi dan kelembagaan yang belum tertata baik.
Untuk menarik investasi ke Indonesia, Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko mengemukakan, ada sejumlah hal yang perlu dibenahi, antara lain perihal regulasi, perburuhan, dan perizinan. “Kalau mau obyektif, investor asing kenapa tidak mau masuk ke Indonesia meskipun infrastruktur sudah mulai dibangun, karena ada hal lain terkait institusi dan kelembagaan yang belum tertata baik,” ujarnya.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio mengatakan, investasi asing diharapkan tidak hanya menyasar pasar domestik, tetapi juga pasar ekspor. Selain itu, investasi berorientasi peningkatan nilai tambah atau hilirisasi industri sumber daya alam dan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja masih dibutuhkan Indonesia.