Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi Manado, salah satunya membawa pesan untuk mengatasi masalah sampah. Ia pun merancang kegiatan bersih-bersih pantai bersama.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengunjungi Manado, Sulawesi Utara, salah satunya membawa pesan untuk mengatasi masalah sampah. Ia pun merancang kegiatan bersih-bersih pantai bersama, yang sedianya juga akan diikutinya. Namun, rupanya tuan rumah punya pertimbangan lain.
Setengah jam setelah fajar menyingsing, Kamis (31/10/2019), hiruk pikuk perlahan tumbuh di Pantai Karangria, Kecamatan Tuminting, Manado. Makin tinggi mentari, makin padat pantai oleh warga sekitar, pegawai negeri sipil, pegawai BUMN, hingga anggota Pramuka dari sekolah dasar. Mereka membawa sapu, sarung tangan, dan karung.
Pagi itu, sedianya akan diadakan kegiatan mengumpulkan sampah di pantai kecil di sisi jalan reklamasi Boulevard II itu. Menko Luhut sendiri yang mengusulkannya sebagai bagian dari aktivitas Forum Negara Pulau dan Kepulauan (Archipelagic and Island States/AIS) 2019. Menteri dari beberapa negara, seperti Maladewa dan Komoros, juga diundang.
Kemarin camatnya sudah minta warga dan THL (tenaga harian lepas) membersihkan.
Alih-alih menemukan sampah yang berserakan, malah tanda tanya yang muncul ketika menginjakkan kaki di pasir hitam Pantai Karangria: Mana sampahnya? Di hamparan pasir yang basah dijilat ombak, hanya ada seonggok sampah di satu titik dekat tambatan kapal. Sisanya hanya dedaunan dari pohon dan bakau serta bilah bambu.
“Enggak ada sampahnya. Kemarin camatnya sudah minta warga dan THL (tenaga harian lepas) membersihkan,” kata Kepala Subdirektorat Restorasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sapta Putra Ginting, yang juga sedang meninjau pantai.
Kendati begitu, kegiatan yang sudah dicanangkan menteri mana bisa dibatalkan. Menko Luhut juga sudah telanjur dalam perjalanan. Acara dimulai pukul 07.00 Wita. Warga bahkan sudah berbaris menurut institusinya masing-masing seperti mau upacara bendera.
Di waktu yang dijanjikan, Toyota Alphard bernomor polisi RI 19 yang membawa Luhut, Nissan Teana bernopol DB 1 milik Gubernur Sulut Olly Dondokambey, dan anggota rombongan lainnya, tiba. Acara pun dibuka.
“Terima kasih Pak Luhut karena sudah memilih Sulut untuk mengadakan AIS dua tahun berturut. Ini kebanggaan buat Sulut, terutama masyarakat pesisir,” kata Olly.
Ikan yang tercemar plastik bisa saja berakhir di piring kita.
Sementara itu, Luhut hanya menjelaskan sedikit tentang AIS. Ia lebih banyak bicara tentang masalah sampah di Manado, terutama sampah plastik. Warga Manado, yang membanggakan diri sebagai tujuan utama wisata bahari dengan Pulau Bunakennya, didorong untuk serius mencegah sampah berakhir di Teluk Manado dan Laut Sulawesi.
“Plastik yang berakhir di laut itu bisa meleleh, terpecah menjadi potongan kecil. Potongan ini berpotensi dimakan ikan. Ikan yang tercemar plastik bisa saja berakhir di piring kita. Risikonya, anak-anak yang dilahirkan di Sulut bisa stunting (tengkes), kuntet,” kata Luhut, menerangkan dengan sederhana kepada audiensnya.
Saat ini, kata Luhut, Manado diperkirakan menghasilkan 1.700 ton sampah per hari. Kepada Gubernur Olly, mantan Komandan Komando Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Darat ini meminta pembangunan pusat konversi sampah menjadi energi diselesaikan dalam setidaknya tiga tahun.
Luhut tak memandang remeh masalah sampah plastik. Di forum kecil itu, ia tak segan menggunakan retorika untuk menyatakan sampah sebagai ancaman terhadap eksistensi bangsa. Dalam studi keamanan internasional, hal ini disebut sekuritisasi, yaitu menggunakan proses linguistik seperti pidato untuk mengubah suatu isu spesifik menjadi sebagai ancaman keamanan negara. (Malik, 2015).
“Isu sampah plastik ini lintas suku dan lintas agama. Kalau tidak diatasi, kita yang tinggal di negara kepulauan akan terkena dampak. Sampah adalah musuh kita bersama,” ujar Luhut.
Tidak jadi bersih-bersih
Tuntas dengan pidato, Luhut, Olly, para menteri dari negara peserta AIS, dan rombongan lainnya turun ke pantai. Seperti dugaan, Luhut pun heran karena tak menemukan sampah di pesisir. “Kalau sudah dibersihkan, mau ngapain kita?” celetuknya.
Meski begitu, armada bersih-bersih yang terdiri dari anggota Pramuka SD sampai pegawai PT Pelindo IV tetap turun untuk bersih-bersih. Luhut dan rombongan pun akhirnya mengisi waktu dengan berfoto ria.
Meski jelas pantai sudah dibersihkan, Camat Tuminting Danny Kumayas mengatakan, pembersihan pantai sudah jadi program rutin warga setiap Sabtu. Ada jadwal untuk pegawai negeri, umat gereja, dan sebagainya.
“Ini sudah program rutin. Pantai ini tempat masyarakat bermain dan bahkan juga sebagai pelabuhan menyeberang ke Bunaken. Jadi, kami selalu rajin bersihkan,” katanya.
Tak sampai satu jam, Luhut meninggalkan Pantai Karangria tanpa menyentuh sepotong sampah pun. Namun, sekitar 5 meter dari garis pantai, para petugas kebersihan kecamatan sampai harus menyelam untuk mengambil sampah-sampah plastik di kedalaman 1 meter.
Latif (54), salah satu petugas kebersihan, mengatakan, delapan petugas mengumpulkan lima karung sampah. “Kami ini pasukan katak. Jadi memang harus menyelam. Masih banyak sampah di dasar sana,” katanya.
Kasubdit Konservasi KKP Sapta Putra Ginting mengatakan, total sampah yang dihasilkan di Indonesia selama 2019 diperkirakan mencapai 67 juta ton. Dari jumlah itu, sekitar 10 persen atau 6,7 juta ton adalah sampah plastik.
Sebanyak 1 juta ton plastik bisa diolah badan usaha, dan 1 juta ton lagi diolah masyarakat, pemulung, dan usaha kecil. Namun, 1,3 juta ton diperkirakan terbuang ke laut. “Sisanya, sebanyak 3,3 juta ton, belum terkelola dan harus dicegah terbuang ke laut,” kata Sapta.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Sebanyak 16 kementerian dan lembaga, seperti KKP, Kemenko Maritim dan Investasi, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terlibat di dalamnya.
“KKP fokus di pesisir. Contohnya, di Pekalongan (Jawa Tengah), kami sudah ada program terkait jaring bekas yang dibuang oleh nelayan. Agar tidak terbawa arus dan menjerat berbagai biota laut, KKP akan melacak keberadaannya, lalu membawa ke pelabuhan. Jaring bekas itu bisa jadi bahan baku jaring baru atau diolah menjadi produk plastik lainnya,” kata Sapta.
Bagi Sapta, kegiatan AIS dan bersih-bersih pantai ini, meski batal dan sekadar jadi formalitas, menjadi pesan bagi 47 negara anggota AIS Forum. “Kalau Indonesia bisa berkomitmen mengurangi sampah, negara-negara lain juga bisa,” katanya.
Warga Tuminting pun sangat paham. Sebagai tuan rumah yang baik, jangan sampai tangan Pak Menko kotor hanya untuk memungut sampah di rumah mereka.