Sepak bola Indonesia bertahun-tahun menderita karena tiadanya sosok pemimpin PSSI yang berintegritas. Derita itu bisa diakhiri dalam Kongres Luar Biasa PSSI pekan ini.
Oleh
Herpin Dewanto Putro / Yulvianus Harjono / M Ihsan Mahar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelaksanaan Kongres Luar Biasa PSSI untuk memilih ketua umum pada Sabtu (2/11/2019) menjadi momentum untuk memperbaiki sepak bola nasional. Namun, sosok ketua yang ideal tidak akan pernah muncul jika politik uang di arena kongres masih terjadi. Para pemilik suara sudah harus berani memutus tradisi buruk yang sudah menjadi lingkaran setan ini.
Sebanyak 86 pemilik suara dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang akan berlangsung di Jakarta inilah yang bakal menentukan masa depan pengelolaan sepak bola di Tanah Air. Mereka terdiri dari perwakilan 34 Asosiasi Provinsi (Asprov), 18 klub Liga 1, 22 klub Liga 2, 10 klub Liga 3, satu asosiasi futsal, dan satu asosiasi sepak bola nasional.
Persepakbolaan kita sudah lama menderita karena dipimpin orang-orang yang tidak berintegritas
Di tangan masing-masing pemilik suara, ada kesempatan untuk memilih satu ketua umum, dua wakil ketua umum, dan 12 anggota komite eksekutif, yang benar-benar kompeten dan berintegritas. Masalah-masalah kronis seperti mafia bola, kesemrawutan kompetisi, dan terpuruknya prestasi tim nasional tidak akan teratasi apabila mereka salah pilih. Apalagi sengaja memilih calon yang tidak layak karena iming-iming uang.
“Persepakbolaan kita sudah lama menderita karena dipimpin orang-orang yang tidak berintegritas. Sepak bola kita sudah ada dalam lingkaran setan sejak orde baru,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, Kamis (31/10/2019), saat dihubungi dari Jakarta. Dugaan politik uang yang terjadi di kongres PSSI sudah menjadi rahasia umum dan mencerminkan gejala perilaku koruptif yang sudah melebar ke segala bidang, termasuk sepak bola.
Padahal, sepak bola dan cabang olahraga lainnya mengusung semangat sportivitas, kejujuran, dan kedisiplinan. Kredibilitas para pengurus PSSI pun pantas diragukan apabila proses pemilihan masih bertentangan dengan watak sepak bola itu sendiri. “Saya berharap para pemilik suara bisa bersandar pada hati nurani ketika memilih. Mereka bisa menggalang politik kesadaran jika ada iming-iming uang,” kata Azyumardi.
Salah satu calon ketua umum PSSI, Vijaya Fitriyasa, sudah mengakui ada rumor mengenai iming-iming uang di kalangan para voter. “Ada teman-teman yang berhubungan dengan pemilik suara mengatakan kepada saya apakah berani untuk kasih di atas Rp 300 juta agar terpilih. Saya tidak mau,” ujarnya.
Jika informasi yang didengar Vijaya itu benar, maka sudah ada tawaran untuk membeli satu suara seharga Rp 300 juta dari calon lain sehingga Vijaya harus berani memasang harga di atas itu jika ingin dipilih. “Ada pula yang mengatakan kepada saya untuk tidak mengeluarkan uang. Mereka kasihan kepada saya ketika sudah mengeluarkan uang dan nanti akhirnya tidak terpilih. Ada juga yang berempati seperti itu,” katanya.
Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta Uden Kusuma Wijaya tidak menampik jika kongres pemilihan pengurus PSSI selama ini kerap diwarnai kepentingan transaksional, entah itu iming-iming uang maupun proyek bantuan ke daerah. Ia berkata, sudah saatnya kebiasaan lama yang buruk itu dihilangkan demi kemajuan sepak bola nasional ke depan.
Pelaksanaan kongres pun kerap tertutup dan seolah menjadi ajang THR (tunjangan hari raya) bagi para pemilik suara
“Sudah saatnya kita berubah mumpung suasananya tengah baru. Para calon (ketum) harus lebih percaya diri menyampaikan visi misinya tanpa imbalan apa pun (ke para pemilik suara). Sebaliknya, saya yakin, saat ini voters juga menginginkan perubahan, yaitu PSSI yang lebih baik, ada perbaikan, dan kepemimpinan yang kuat,” ujar Uden yang juga salah satu calon anggota Komite Eksekutif PSSI.
Selain Vijaya, ada 9 calon ketua umum lainnya yang akan bertarung dalam KLB nanti. Mereka adalah Arif Putra Wicaksono, Aven S Hinelo, Benhard Limbong, Benny Erwin, Fary Djemy Francis, Mochamad Iriawan (Iwan Bule), Rahim Soekasah, Sarman, dan Yesayas Oktavianus. Salah satu calon, yaitu La Nyalla Mahmud Mattalitti, sudah menarik diri karena tidak setuju KLB digelar Sabtu ini.
Di luar itu, masih ada 15 calon wakil ketua umum, dan 71 calon anggota komite eksekutif. “Terus terang, saya tidak melihat ada calon yang memukau untuk memimpin PSSI. Sebagian besar dari mereka adalah pencari kerja, bukan orang yang mau mendedikasikan diri untuk PSSI. Banyak di antara mereka belum selesai dengan dirinya sendiri,” kata Azyumardi.
Libatkan satgas
Vijaya mengibaratkan dugaan politik uang ini seperti kentut, baunya ada tetapi tidak terlihat. Oleh karena itu, sudah saatnya Satuan Tugas Antimafia Bola Kepolisian RI terjun langsung memantau situasi KLB. Hal yang sama juga disampaikan Azyumardi dan mantan pemain tim nasional Indonesia, Dede Sulaeman.
“Setiap ada kongres yang muncul adalah masalah politik uang. Satgas harus segera turun. Jika tidak, sepak bola tidak akan maju sampai kapan pun,” kata Dede. Menurut Dede, politik uang di arena kongres PSSI sering terdengar tetapi belum tersentuh karena tidak diintervensi pihak luar. Inilah saat yang tepat untuk memberikan efek jera.
Satgas Antimafia Bola ini awalnya dibentuk untuk menangani kasus mafia bola yang bergulir sejak akhir Desember 2018. Sejumlah pengurus PSSI yang terlibat masalah pengaturan skor pun sudah diproses hukum termasuk mantan pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono. “Ya, akan kita pantau”, ujar Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola, Komisaris Besar Argo Yuwono.
Kehadiran satgas diharapkan dapat meningkatkan transparansi kinerja PSSI. “PSSI selama ini nyaris tidak pernah transparan dalam hal apa pun. Saat uji integritas para calon ketua umum dan pengurus lainnya yang lalu misalnya, tidak ada pengumuman apa hasilnya. Pelaksanaan kongres pun kerap tertutup dan seolah menjadi ajang THR (tunjangan hari raya) bagi para pemilik suara. Ini hanya bisa diubah lewat pemimpinan baru yang punya integritas dan berani mengubah sistem lama,” kata Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) Ignatius Indro.
Sinergi PSSI-Pemerintah
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto berkata, pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo punya perhatian besar terhadap sepak bola Indonesia. Itu ditunjukkan dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 3/2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepak Bola Nasional. Meskipun demikian, pemerintah tidak mau ikut campur tangan dalam pemilihan pengurus PSSI maupun calon-calon yang didukung.
Pemerintah bukan ingin merasa sebagai atasan dari PSSI
Ia hanya mengingatkan pentingnya pengurus yang terpilih nantinya untuk menjalin sinergitas dengan pemerintah. Sinergitas itu sangatlah penting, salah satunya terkait persiapan sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2021. Tanpa dukungan langsung Presiden, misalnya, mustahil Indonesia bisa terpilih menggelar hajatan akbar itu, Terkait hal itu, Kemenpora telah mendukung dan mengeluarkan rekomendasi kegiatan KLB PSSI yang digelar Sabtu ini.
“Kami memberikan rekomendasi ini dengan tiga catatan, salah satunya meminta para pengurus PSSI menyampaikan laporan penyelenggaraan KLB ke Menpora. Sebelumnya, hal itu tidak pernah kami mintakan ke PSSI. Pemerintah bukan ingin merasa sebagai atasan dari PSSI. Itu lebih sebagai bentuk sinergi yang baik,” tutur Gatot kemudian.