Banyuwangi Jangan Terlalu Bersandar pada Gunung Ijen
Peristiwa kebakaran Gunung Ijen membuat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu menyusun strategi wisata yang tidak terlalu bersandar pada Gunung Ijen.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Peristiwa kebakaran Gunung Ijen membuat Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu menyusun strategi wisata yang tidak terlalu bersandar pada Gunung Ijen. Diharapkan, bila suatu ketika Gunung Ijen kembali ditutup, pariwisata yang selama ini sektor unggulan Banyuwangi tidak terguncang.
Penutupan Gunung Ijen tidak hanya sekali ini terjadi. Penutupan juga tidak hanya dilakukan karena terjadi kebakaran hutan. Catatan Kompas, jalur pendakian Gunung Ijen sempat ditutup selama 15 hari pada 22 Maret hingga 5 April 2018 akibat semburan gas beracun dari Kawah Ijen.
Data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, pemasukan negara bukan pajak (PNBP) dari hasil penjualan tiket ke Kawah Ijen dalam setahun bisa mencapai Rp 5 miliar. Dalam sehari rata-rata PNBP mencapai Rp 400.000 hingga Rp 500.000 pada hari biasa atau mencapai Rp 1 juta pada akhir pekan.
Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Banyuwangi Zaenal mengatakan, selama ini Gunung Ijen menjadi tujuan utama wisata di Banyuwangi. ”Sementara destinasi wisata lain hanya menjadi pelengkap. Karena itu, saat pendakian Gunung Ijen terganggu, pariwisata ikut terdampak,” ujarnya.
Zaenal berharap ada strategi promosi wisata baru agar destinasi wisata lainnya bukan hanya menjadi pelengkap atau destinasi alternatif. Dengan demikian, tujuan wisatawan berkunjung ke Banyuwangi menjadi beragam.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda juga mengakui, selama ini Gunung Ijen memang menjadi primadona bagi wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
”Selama ini pariwisata Banyuwangi memang sedikit banyak terlalu bersandar pada Gunung Ijen. Wisatawan mancanegara, kalau ke Banyuwangi, tujuan utamanya memang ke Gunung Ijen,” ungkapnya di Banyuwangi, Kamis (31/10/2019).
Pada awal penutupan Gunung Ijen, Pariwisata Banyuwangi tidak terlalu terpengaruh. Namun, lamanya penutupan jalur pendakian yang mencapai 12 hari membuat wisatawan akhirnya mengalihkan jadwal atau rencana liburannya ke Banyuwangi.
Bagi wisatawan yang sudah tiba di Banyuwangi, lanjut Bramuda, pihaknya memberikan informasi destinasi wisata alternatif. Diharapkan, wisatawan bisa berkunjung ke destinasi lain sembari menunggu jalur pendakian dibuka.
Namun, pihaknya tidak bisa membendung wisatawan yang membatalkan kunjungan karena mengetahui penutupan jalur pendakian Gunung Ijen. Pasalnya, sebelum berangkat ke Banyuwangi, para wisatawan akan memastikan terlebih dahulu kondisi jalur pendakian Gunung Ijen.
”Sebenarnya ada dampak positif penutupan Pendakian Gunung Ijen. Destinasi lain yang selama ini jarang dikunjungi kini justru dikunjungi wisatawan. Kami akhirnya segera membuat promosi destinasi-destinasi wisata lain yang menarik dikunjungi ketika jalur pendakian Gunung Ijen ditutup,” ungkapnya.
Baca juga: Banyuwangi Tata Pasar Tradisional sebagai Destinasi Wisata
Salah satu promosi yang dilakukan ialah mengunggah destinasi wisata alternatif di laman dan akun resmi Banyuwangi Tourism. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga menggandeng sejumlah influencer pariwisata untuk mengunggah informasi tersebut.
Kendati cukup membantu, Bramuda sadar hal tersebut terlambat. Sebab, upaya ini belum mampu mengubah cara pandang wisatawan mancanegara tentang wisata Banyuwangi.
”Ke depan kami juga ingin mendorong promosi wisata Geopark Nasional yang terdiri dari Pulau Merah dan Taman Nasional Alaspurwo. Geopark Nasional diharapkan juga menjadi tujuan utama untuk berkunjung ke Banyuwangi,” ujarnya.
Upaya untuk menyediakan wisata alternatif dilakukan Djoko Subagio pemilik Didu’s Home Stay. Ia menuturkan, beberapa tamunya kebingungan saat hendak berwisata karena tujuan mereka ke Gunung Ijen tidak bisa diakses.
Djoko lantas mengajak sejumlah tamunya berwisata keliling kota Banyuwangi dan membawa mereka ke lokasi yang memiliki atraksi budaya yang kental. Djoko paham, wisatawan mancanegara tertarik dengan budaya lokal.
”Saya sempat mengajak mereka ke sebuah kampung yang salah satu warganya hendak menggelar upacara pernikahan tradisional. Para wisatawan tersebut justru senang karena mereka melihat bahkan terlibat dalam persiapan upacara pernikahan tradisional. Mereka masuk ke dapur dan ikut membuat jenang,” tutur Djoko.
Djoko mengatakan, membawa wisatawan ke destinasi alternatif bisa dilakukan saat pendakian Gunung Ijen ditutup. Menurut dia, upaya tersebut memang bisa menjadi solusi. Namun, yang sebenarnya dibutuhkan ialah antisipasi. Perlu ada rencana kontigensi bagi dunia pariwisata bila kejadian serupa terulang.
Bila sejak awal wisata tidak hanya bertumpu pada Gunung Ijen, menurut Djoko, pembatalan kunjungan ke Banyuwangi tidak akan terjadi. Hal tersebut disebabkan wisatawan paham masih banyak destinasi lain yang bisa dikunjungi selain Gunung Ijen.
Sementara itu, upaya pemadaman sumber api masih terus dilakukan. Helikopter MI8-MTV milik BNPB masih melakukan water bombing sebanyak tujuh kali pada sesi pertama sejak pukul 07.00 hingga pukul 10.00. Namun, water bombing sesi kedua yang direncanakan dimulai pukul 12.00 batal dilakukan karena kondisi cuaca yang mendung serta berkabut.
Sekitar pukul 15.00, hujan cukup deras mengguyur lereng Pegunungan Ijen. BPBD Banyuwangi hingga Kamis sore belum memantau dampak guyuran hujan tersebut terhadap padamnya sejumlah sumber api.
”Semoga guyuran hujan yang cukup deras ini mempercepat upaya pemadaman sumber api yang masih tersisa,” ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banyuwangi Eka Muharram.