Pengembangan kawasan ekonomi atau kawasan industri di luar Jawa berkaitan dengan upaya mendorong aktivitas perdagangan antarpulau.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono / Mediana / Albertus Hendriyo Widi Ismanto
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pengembangan kawasan ekonomi atau kawasan industri di luar Jawa berkaitan dengan upaya mendorong aktivitas perdagangan antarpulau. Investor mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memutuskan untuk mengembangkan kawasan ekonomi atau kawasan industri di luar Jawa.
Pertimbangan itu antara lain ketersediaan sumber daya alam berbasis agro, tambang, mineral, energi, dan hasil laut.
Pada triwulan II-2019, perekonomian RI tumbuh 5,05 persen, yang ditopang konsumsi rumah tangga, yakni 2,77 persen. Pulau Jawa berkontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni 59,11 persen, disusul Sumatera 21,31 persen.
Investor mempertimbangkan antara lain ketersediaan lahan yang cukup luas dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di Jawa.
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar, investor mempertimbangkan antara lain ketersediaan lahan yang cukup luas dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di Jawa.
"Begitu juga potensi alam, budaya, serta keterampilan masyarakat yang menarik untuk dijadikan lokasi destinasi wisata," kata Sanny, Kamis (31/10/2019).
Sanny menambahkan, hasil kegiatan industri manufaktur akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat dan berpotensi meningkatkan perdagangan antarpulau.
"Sarana transportasi laut dan pelabuhan yang memadai akan mendukung kontinuitas proses rantai pasok industri," ujarnya.
Pusat pertumbuhan ekonomi baru, khususnya di sektor industri manufaktur, dikembangkan sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Rencana ini diwujudkan dalam bentuk kawasan industri yang lebih berorientasi mengoptimalkan sumber daya, antara lain pengolahan alumina, nikel, dan minyak sawit mentah.
"(Hal) yang masih perlu dilakukan untuk menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa adalah mengembangkan infrastruktur serta utilitas secara tepat guna dan terintegrasi," kata Sanny.
Sumber daya manusia yang siap kerja juga perlu disiapkan di wilayah-wilayah itu. Upaya lain adalah membenahi proses perizinan berusaha agar lebih mudah, terintegrasi, dan cepat melalui elektronifikasi.
Pertumbuhan ekonomi baru di luar Jawa adalah mengembangkan infrastruktur ...
Investasi
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi di Indonesia pada Januari-September 2019 sebesar Rp 601,3 triliun. Nilai ini 75,9 persen dari target realisasi investasi 2019, yakni Rp 792 triliun.
Nilai itu berupa penanaman modal dalam negeri Rp 283,5 triliun dan penanaman modal asing Rp 317,8 triliun.
Terkait peningkatan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam perekonomian, Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia, Samsul Hadi, menuturkan, regulasi harus berkontribusi terhadap kenaikan kelas UMKM. Pemerintah kabupaten/kota memerlukan dukungan pemerintah pusat dan provinsi dalam memberdayakan usaha mikro.
UMKM, tambah Samsul, juga mesti didampingi dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan mutu produk dan memperluas akses pasar. "UMKM yang berpotensi harus disiapkan untuk ekspor. Bagi yang tidak, mereka juga tetap harus didorong punya standar ekspor meskipun pasarnya di dalam negeri," ujar Samsul.
Standar tersebut dibutuhkan agar produk UMKM tidak tergerus ketika produk impor masuk ke pasar lokal. "Jangan sampai kita kerja keras mengejar pasar ekspor, tetapi pasar lokal malah dikuasai produk impor," kata Samsul.
Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung berpendapat, kualitas produk, layanan, serta konsistensi harga dan kualitas dapat mendorong UMKM menjadi andalan dalam perekonomian. Menurut dia, kehadiran penyedia platform perdagangan secara elektronik atau e-dagang dapat membantu UMKM.
Jangan sampai kita kerja keras mengejar pasar ekspor, tetapi pasar lokal malah dikuasai produk impor.
Rantai nilai global
Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Pembangunan Islam (IsDB) melalui studinya "Evolusi Partisipasi Indonesia dalam Rantai Nilai Global" menyebutkan, partisipasi Indonesia dalam rantai nilai global turun pada periode 2000-2017.
Nilai tambah sektor perdagangan Indonesia turun dari 31 persen pada 2000 menjadi 17,6 persen pada 2017. Adapun kontribusi nilai tambah perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia juga turun dari 27,8 persen pada 2000 menjadi 15 persen 2017.
Kegiatan sektor unggulan untuk mendorong sektor lain atau forward linkage produk setengah jadi Indonesia yang diekspor sebagai bahan produksi barang jadi di negara lain turun dari 21,5 persen terhadap ekspor menjadi 12,9 persen.
Sementara, kegiatan sektor unggulan yang memerlukan sektor lain atau backward linkage produk dari luar negeri yang bernilai tambah untuk diekspor juga turun dari 16,9 persen menjadi 10,1 persen.
“Partisipasi Indonesia yang terbatas dalam rantai nilai global menunjukkan Indonesia tidak memperoleh manfaat sebanyak yang diperoleh negara-negara tetangganya di Asia, baik dari pertumbuhan perdagangan global, maupun dari pengalihan perdagangan akibat ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China,” kata Bambang Susantono, Wakil Presiden ADB Bidang Pengelolaan Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan, dalam keterangan pers, Kamis.