Pemerintah Indonesia terus memantau pergerakan reekspor kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya dari Indonesia ke Amerika Serikat dan negara lain.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Indonesia terus memantau pergerakan reekspor kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya dari Indonesia ke Amerika Serikat dan negara lain. Kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam reekspor itu akan ditindaklanjuti. Perusahaan importir yang nakal bakal dikenakan sanksi tegas untuk menimbulkan efek jera.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, pemerintah Indonesia sudah secara tegas menolak adanya impor bahan baku skrap kertas dan plastik yang disusupi limbah berbahaya dan beracun ataupun sampah.
Perusahaan importirnya diperintahkan untuk mereekspor atau mengirim kembali barang itu ke negara asal. ”Jika perusahaan tersebut tidak melakukan reekspor ke negara asal, maka pemerintah akan memberikan tindakan tegas,” kata Vivien di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Menurut Vivien, dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) terdapat larangan untuk memasukkan limbah ke wilayah Indonesia. Kemudian, di dalam UU 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah juga terdapat larangan untuk memasukkan sampah ke wilayah Indonesia.
Berdasarkan dua UU tersebut, tindakan pertama yang bersifat lunak adalah perintah kepada perusahaan importir untuk melakukan reekspor. ”Kalau perusahaan tidak melakukan reekspor dengan benar, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin impor. Selain itu, perusahaan juga bisa dikenakan sanksi pidana untuk memberikan efek jera,” katanya.
Kalau perusahaan tidak melakukan reekspor dengan benar, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin impor.
Pemerintah memperingatkan para importir setelah Yayasan Nexus3, organisasi nonprofit yang fokus di bidang kesehatan dan pembangunan lingkungan serta tergabung dalam International Pollutant Elimination Network (IPEN) menemukan penyimpangan reekspor limbah ke Amerika Serikat (AS) dari PT MSE dan PT SM yang berlokasi di Jawa Timur.
Dari 58 kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya yang seharusnya dikembalikan ke AS, 38 kontainer dialihkan ke India, tiga ke Korea Selatan, dan masing-masing satu kontainer ke Thailand, Vietnam, Meksiko, Belanda, dan Kanada. Jadi, hanya 12 dari 58 kontainer yang benar-benar dikembalikan ke AS. (Kompas, 29/10/2019)
Vivien mengatakan, jika pembelokan reekspor itu dilakukan perusahaan importir karena negara asal sampah dan limbah tidak mau menerima, maka KLHK akan melaporkan negara asal ke Sekretariat Konvensi Basel, yang mengawasi perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan beracun. ”Secara internasional, ini cukup merusak nama baik Indonesia,” ujarnya.
Transit
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, pihaknya terus memantau pergerakan reekspor kontainer berisi plastik dan limbah berbahaya dari Indonesia. Ada 38 kontainer direekspor oleh PT MSE dari Surabaya ke AS dan 20 kontainer direekspor PT SM dari Surabaya ke Jerman.
”Sebagian besar kontainer itu memang belum sampai ke negara asal karena masih singgah di negara transit, yakni di Malaysia, Singapura, Thailand, India, dan beberapa negara lain. Kami akan terus memonitor pergerakannya,” ungkapnya.
Heru memastikan pihaknya tidak pernah merekomendasikan atau menerbitkan surat persetujuan reekspor limbah yang terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun asal AS maupun Jerman ke negara Asia lainnya. ”Kalau nanti dilakukan pendalaman ada usaha-usaha untuk tidak mengirim ke negara asal, maka kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.
Menurut Heru, pihaknya bersama KLHK berkomitmen untuk terus menjaga kelestarian lingkungan sebagai aset yang akan diwariskan kepada generasi mendatang, serta melindungi masyarakat dari potensi barang beracun dan berbahaya.
"Penanganan impor limbah yang tidak sesuai dengan aturan tata niaga akan terus dilakukan dengan menjalin sinergi dan koordinasi antar-instansi terkait sehingga mekanisme pengawasan dapat dilakukan secara efektif dan efisien," katanya.