Sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki masa transisi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba. Untuk itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan karena cuaca ekstrem berpotensi terjadi.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebagian besar wilayah Indonesia memasuki masa transisi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba. Untuk itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan karena cuaca ekstrem seperti angin kencang, puting beliung, dan hujan lebat disertai petir berpotensi terjadi hampir di semua wilayah Indonesia.
Saat ini, kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, sebagian daerah di Indonesia mulai masuk masa peralihan dari musim kemarau ke hujan. Bahkan, beberapa daerah, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Timur, sebagian Sulawesi dan Papua bagian barat sudah memasuki musim hujan.
”Di masa peralihan atau pancaroba, kondisi cuaca biasanya ditandai dengan perubahan arah angin dan peningkatan kecepatan. Kondisi seperti ini sering menimbulkan cuaca ekstrem seperti angin kencang dan puting beliung,” kata Dwikorita di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Di masa peralihan atau pancaroba, kondisi cuaca biasanya ditandai dengan perubahan arah angin dan peningkatan kecepatan.
Puting beliung adalah fenomena angin kencang yang bentuknya berputar menyerupai belalai, keluar dari awan cumulonimbus (CB), dan terjadi di daratan. Jika terjadi di perairan dinamakan water spout. Fenomena puting beliung bisa terjadi ketika kondisi labilitas atmosfer yang melebihi ambang batas tertentu.
Menurut Dwikorita, angin kencang atau puting beliung sulit diprediksi karena sifat kejadian fenomenanya amat lokal, dengan luas 5-10 kilometer. Fenomena tersebut lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan kadang menjelang malam hari.
”Jika 1-3 hari berturut-turut tidak ada hujan pada masa pancaroba, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun akan diikuti angin kencang. Angin kencang itu bisa masuk dalam kategori puting beliung maupun tidak,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi puting beliung, masyarakat diimbau untuk cepat berlindung dalam ruangan yang kokoh, menghindari berdiri di dekat pepohonan yang berpotensi roboh, serta menjauh dari lokasi kejadian karena fenomena itu terjadi amat cepat. Diimbau juga untuk memperkuat bagian atap rumah yang rapuh karena mudah sekali terhempas oleh puting beliung.
Mundur
Dwikorita mengatakan, awal musim hujan periode 2019/2020 mengalami kemunduran dari tahun sebelumnya. Sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki musim hujan pada awal ataupun pertengahan November 2019, kecuali wilayah Sumatera dan Kalimantan yang sudah mulai sejak pertengahan Oktober 2019. ”Musim hujan akan berlangsung hingga Maret 2020,” katanya.
Periode musim hujan dari November 2019 sampai Maret 2020 masih sesuai dengan normalnya (klimatologi 1981-2010). Namun, musim hujan pada 2020 dapat lebih basah dibandingkan tahun 2019, khususnya di Sumatera dan Kalimantan bagian utara.
”Puncak musim hujan diprediksikan terjadi pada Januari-Februari 2020. Peluang terjadinya bencana hidrometeorologis, seperti siklon tropis, hujan ekstrem, puting beliung, angin kencang, gelombang ekstrem, dan kekeringan iklim tetap perlu diwaspadai meskipun diprediksi berkurang,” ujarnya.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono Rahadi Prabowo menambahkan, kondisi gelombang laut saat ini dipicu pola angin yang dominan dari arah timur tenggara. Hal yang perlu diwaspadai adalah wilayah perairan sebelah barat Sumatera dan sebelah selatan Jawa. Di situ ada potensi gelombang tinggi meskipun tidak terlalu ekstrem, yakni 2,5 meter sampai 3 meter.
”Untuk wilayah perairan lain di Indonesia, kondisinya relatif masih kondusif. Ketinggian gelombang laut berkisar 0,5 meter sampai 1,5 meter. Saat ini, kami juga belum mengeluarkan peringatan dini untuk pelayaran,” kata Prabowo.