Film ”Jadul” Tayang di Ruang Privat Subtitles
Bioskop identik dengan film yang baru dirilis. Subtitles, bioskop indie, justru sebaliknya. Film lawas hadir di Subtitles, termasuk yang masih hitam-putih sekalipun. Menonton film di sini bakal membekas.
Bioskop identik dengan film yang baru dirilis. Subtitles, bioskop indie, justru sebaliknya. Film lawas hadir di Subtitles, termasuk yang masih hitam-putih sekalipun. Menonton film sendirian atau bersama orang dekat di sini, bakal membekas.
Chris Washington (Daniel Kaluuya) lupa mematikan lampu kamera ponselnya. Cahaya yang menyilaukan tertangkap mata Logan King (LaKeith Stanfield) saat Chris diam-diam memotretnya. Logan yang tengah berbicara tiba-tiba diam membeku. Darah mengalir dari hidungnya. Pembawaannya yang sopan berubah drastis menjadi agresif dan mendorong Chris. ”Get out! (Keluar!)” teriak Logan.
Peristiwa itu berlanjut pada kengerian-kengerian yang meningkatkan adrenalin. Inilah cuplikan film thriller berjudul Get Out yang tayang perdana tahun 2017. Ceritanya tentang Chris, seorang Afrika Amerika, yang berpacaran dengan gadis kulit putih dan berakhir pekan di rumah keluarga pacarnya. Sebuah keputusan yang jadi awal beragam kengerian.
Kecemasan bertambah karena menonton Get Out sendirian! Apalagi, ruangan menonton dilengkapi peredam di dinding dan langit-langit, serta karpet di lantai. Dua pengeras suara di depan dan dua di belakang memastikan suara latar pemberi efek kaget tertangkap jelas oleh telinga. Kegelapan ruang juga diatur maksimal. Inilah yang ditawarkan Subtitles bagi penikmat film sejati.
Berlokasi di lantai basemen Darmawangsa Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Subtitles bukanlah bioskop dengan studio-studio berkapasitas 100-an hingga 300-an kursi. Hanya ada lima ruang menonton atau viewing room yang bisa diisi maksimal belasan orang. Ukuran ruang mulai 4,5 meter x 2,8 meter hingga 6,8 meter x 2,4 meter.
Jika Anda mencari film yang sedang tayang di bioskop, mohon maaf, karena koleksi terbaru Subtitles untuk saat ini adalah film-film tahun 2017. Apa bedanya dengan bioskop biasa jika Subtitles menyediakan film paling gres, bukan?
Kekuatan Subtitles justru bertumpu pada film-film yang sudah tidak ditayangkan lagi—atau malah tidak pernah ditayangkan—di bioskop. Bahkan, beberapa di antaranya masuk kategori collector’s item.
Subtitles tidak hanya ingin menghadirkan pengalaman menonton yang memuaskan indra penglihatan dan pendengaran, serta emosi. Misi besarnya, memasyarakatkan literasi film, bahwa ada film yang tidak pernah tayang di bioskop Tanah Air, tetapi tidak kalah berkualitas.
”Film bisa untuk membuka wawasan sehingga kita bisa banyak belajar, salah satunya belajar kebudayaan,” tutur pemilik Subtitles, Irna Rasad, Selasa (29/10/2019).
Irna menawarkan lebih dari 4.000 judul film untuk dinikmati pengunjung Subtitles. Jika mencari yang masih hitam putih, Subtitles punya karya-karya sebelum kemerdekaan RI, seperti Citizen Kane (1941) dan Casablanca (1942). Ada pula Seven Samurai (1954), 12 Angry Men (1957), dan Some Like It Hot (1959). Tidak hanya film-film Hollywood, tetapi juga karya sineas sejumlah negara, seperti Perancis, India, Jepang, Thailand, Korea Selatan, Lebanon, dan Kazakhstan.
Subtitles tergolong penghuni senior di Darmawangsa Square karena sudah beroperasi di sana sejak tahun 2000. Bahkan, bibitnya ada mulai 1999, setahun setelah Orde Baru berakhir. Namanya dulu belum Subtitles, tapi DVD Club dan pertama berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat.
Irna dan temannya yang gemar mengoleksi film nonbioskop—sehingga banyak yang berasal dari luar AS—menyewakan film koleksi mereka ke teman-teman satu lingkaran.
Koleksi makin banyak sehingga penyewaan kaset film berpindah ke tempat yang lebih longgar di Darmawangsa Square. Irna mulanya belum menyediakan ruang menonton, tetapi karena banyak peminjam yang tidak mengembalikan kaset film, ia memutuskan membuat ruang pemutaran agar koleksi film tidak sampai keluar karena ditayangkan langsung di sana.
Subtitles lantas dipilih sebagai nama karena banyak koleksi film dari negara di luar AS. Tanpa teks terjemahan, tentu sulit memahami cerita di film-film itu.
Kekaguman terhadap film-film independen membuat nama-nama sutradaranya disematkan sebagai nama ruang menonton, yaitu Almadovar dari nama Pedro Almodóvar asal Spanyol, Kiarostami (Abbas Kiarostami, Iran), Fellini (Federico Fellini, Italia), Kubrick (Stanley Kubrick, AS), dan Kurosawa (Akira Kurosawa, Jepang).
Jika ingin menikmati koleksi berharga Subtitles ataupun film-film arus utama yang pernah ditayangkan di bioskop, sebaiknya memesan tempat terlebih dahulu melalui nomor Whatsapp 087880490302, mengantisipasi ruang menonton sudah penuh.
Subtitles buka setiap hari pukul 10.00. Pengunjung bisa menonton hanya pada jam-jam genap (12.00, 14.00, dan seterusnya), serta pemutaran terakhir pukul 20.00 pada hari kerja dan pukul 22.00 hari Jumat dan Sabtu.
Tarif menonton saat pemutaran pertama pukul 10.00 sebesar Rp 150.000 per ruang selama dua jam. Untuk jam selanjutnya Rp 185.000 per ruang per dua jam hari Senin-Jumat dan Rp 240.000 per ruang per dua jam di akhir pekan atau hari libur nasional. Kapasitas maksimal per ruang enam orang, tetapi bisa ditambah lagi hingga maksimal enam penonton tambahan. Namun, ada biaya tambahan Rp 10.000 per orang untuk penonton ketujuh dan seterusnya.
Tidak perlu khawatir jika lapar mengganggu di tengah pemutaran film. Cukup menggunakan telepon di ruang menonton untuk menghubungi staf Subtitles dan memesan makanan dari restoran yang bekerja sama dengan Subtitles, Madera Kitchen. Sebagai contoh, satu porsi nachos, makanan ringan berupa keripik tortilla yang diberi bumbu, keju, dan krim, bisa dipesan seharga Rp 58.000 (belum termasuk pajak).
Sayangnya, tidak ada toilet di Subtitles. Pengunjung mesti naik satu lantai ke lantai dasar Darmawangsa Square dan berjalan ke toilet di pojok. Namun, penonton bisa meminta tolong staf Subtitles menjeda film kembali dari toilet. Fleksibel bukan?
Dengan segala keunggulan dan kekurangannya, Subtitles layak disambangi untuk mencecap pengalaman menonton yang lain dari biasanya.
Indiskop
Bergeser ke Pasar Jaya Teluk Gong, Jakarta Utara, kita juga bakal menemukan bioskop rakyat. Namanya, Indiskop.
Petugas tiket Indiskop Pasar Jaya Teluk Gong, Citra Wulandari, Rabu (9/10), mengatakan, sementara ini, bioskop rakyat menayangkan film-film nasional. Beberapa film karya anak bangsa yang ditayangkan adalah Ambu yang dirilis pada Mei 2019 dan Nina Bobo yang dirilis Maret 2014. Film diganti setiap minggu atau sebulan.
Ada dua studio di Indiskop. Bioskop itu mampu memuat 110 penonton. Untuk menikmati film di sini, penonton cukup merogoh kocek Rp 18.000 per orang pada hari Senin-Jumat, serta Rp 25.000 pada Sabtu dan Minggu. Bioskop dibuka pada pukul 13.00 hingga 19.00.
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin menyambut baik kehadiran bioskop rakyat. Bioskop itu memberikan lebih banyak kesempatan kepada masyarakat menengah ke bawah untuk bisa menikmati hiburan menonton film.
Djonny menekankan, meskipun harga tiket bioskop di pasar lebih murah, bukan berarti kenyamanan serta kebersihan penonton dikompromikan. Saat ini, misalnya, kualitas layar serta sistem audio Indiskop tidak sebagus bioskop besar lain yang tiketnya lebih mahal.
Pendingin udara atau AC juga tidak disediakan di lobi dan hanya di dalam studio. Kebersihan dan kenyamaan toilet juga masih menjadi pekerjaan rumah. ”Kekurangan itu mungkin sesuai dengan harga tiket yang lebih rendah. Namun, kita tidak boleh mengabaikan pelayanan. Tiket yang terlalu murah bisa menimbulkan risiko operasional pada jangka panjang,” kata Djonny.
Baca juga : Bioskop Rakyat di Pasar Tradisional Belum Ramai Penonton