Pemerintah pusat akan membentuk satuan tugas khusus lintas kementerian untuk mengatasi masalah stunting atau tengkes di Indonesia. Koordinasi lintas kementerian diperlukan mengingat kompleksnya faktor penyebab tengkes.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah pusat akan membentuk satuan tugas khusus lintas kementerian untuk mengatasi masalah stunting atau tengkes di Indonesia. Koordinasi lintas kementerian diperlukan mengingat kompleksnya faktor penyebab tengkes.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam Lokakarya Penanggulangan Stunting di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (2/11/2019), mengatakan, pertemuan antarmenteri di bawah koordinasinya sudah dilakukan. Ke depan, akan terus dikoordinasikan secara berjenjang karena penanganan tengkes sudah jadi program prioritas nasional.
”Dalam penanganan stunting ini harus ada satuan tugas khusus. Kami berkoordinasi di bawah Kemenko PMK, juga akan ada koordinasi antar-menko,” kata Muhadjir.
Tengkes adalah terganggunya tumbuh kembang bayi akibat kurang gizi kronis. Anak berusia di bawah lima tahun dengan tengkes memiliki tubuh pendek dan defisit kognitif.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik merilis, prevalensi tengkes pada 2019 mencapai 27,67 persen. Jumlah itu turun 3,1 persen dibandingkan dengan data Riset Kesehatan Dasar 2018 (Kompas, 19/10/2019).
Pada 2024, diharapkan angka tengkes terus menurun hingga di bawah 20 persen.
Muhadjir menambahkan, penurunan angka tengkes menjadi prioritas dalam rangka menyiapkan generasi emas untuk Indonesia Maju pada 2045. Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pada 2024 diharapkan angka tengkes terus menurun hingga di bawah 20 persen.
Koordinasi lintas kementerian, lanjut Muhadjir, perlu karena kompleksnya permasalahan tengkes. ”Tak hanya soal gizi buruk atau kesalahan mengurus anak pada 1.000 hari usia kehidupan, tetapi juga sanitasi, misalnya. Di Jateng, kami terima masukan untuk dijadikan dasar kebijakan nasional,” ujarnya.
Menurut Muhadjir, salah satu daerah prioritas untuk penanganan tengkes adalah Papua. Hal itu dilakukan karena para penderita tengkes di Papua secara spasial berada di satu tempat yang tidak menyebar sehingga relatif mudah dibaca. Berbeda dengan Jateng, misalnya, yang menyebar.
Lintas sektor
Di Jateng, angka tengkes pun masih tinggi, yakni 30 persen. Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, penderita tengkes tersebar di sejumlah wilayah, yang masuk dalam zona merah tingkat kemiskinan, antara lain Kabupaten Wonosobo, Brebes, dan Grobogan.
Penanganan lintas sektor juga akan dilakukan di Jateng. ”Semua sektor terkait harus memiliki peran masing-masing dalam mengintervensi stunting. Ini termasuk penanganan (secara komprehensif) mulai dari remaja putri, ibu hamil, hingga bayi menyusui,” ujar Yulianto.
Sujarwo Rinahati dari Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jateng menyebutkan, perilaku remaja juga turut menjadi faktor penyebab tengkes. ”Pada kasus hamil di luar nikah, misalnya, bayi menjadi tak teperhatikan. Juga, istri yang stres ditinggal suami. Ini perlu dipikirkan bersama,” katanya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jateng Joko Handoyo menuturkan, pihaknya akan membangun jaringan dengan dinas kesehatan beserta jajaran. Yang utama dalam penanganan tengkes adalah promosi kesehatan dan pencegahan melalui sejumlah penyuluhan.