Pemerintah ingin program peningkatan kapasitas kilang minyak berjalan cepat, termasuk program pembangunan kilang baru.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah ingin program peningkatan kapasitas kilang minyak berjalan cepat, termasuk program pembangunan kilang baru. PT Pertamina (Persero), badan usaha yang ditunjuk pemerintah membangun kilang baru, menargetkan, mulai 2026 kapasitas kilang dalam negeri bisa mencapai 2 juta barrel per hari atau dua kali lipat dari kapasitas saat ini.
Megaproyek kilang sekaligus sebagai momentum untuk memperkuat industri petrokimia di dalam negeri.
”Kami berusaha untuk mempercepat (penuntasan megaproyek kilang), terutama untuk proyek peningkatan kapasitas kilang yang sudah ada. Akan saya periksa lagi sampai mana statusnya,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Jumat (1/11/2019), di Jakarta.
Kendati Pertamina menargetkan seluruh proyek peningkatan kapasitas kilang dan pembangunan kilang baru rampung pada 2026, lanjut Arifin, pihaknya berusaha agar realisasinya bisa lebih cepat. Pemerintah mendukung Pertamina untuk mempercepat realisasi proyek ini. Namun, ia mengakui, sudah ada tahapan-tahapan yang terukur di setiap proyek.
”Kalau kita tidak punya kilang, kita akan sangat bergantung pada pasar apabila ada kebutuhan bahan bakar minyak yang mendadak sewaktu-waktu. Membeli (bahan bakar minyak) dari pihak lain, mereka pula yang menikmati segala nilai tambahnya,” tambah Arifin.
Pertamina sedang menggarap proyek peningkatan kapasitas untuk lima kilang, yaitu kilang Balongan, Balikpapan, Dumai, Plaju, dan Cilacap. Adapun dua kilang baru yang hendak dibangun ada di Tuban, Jawa Timur, dan di Bontang, Kalimantan Timur. Seluruh proyek tersebut ditargetkan menambah kapasitas kilang Pertamina dari 1 juta barrel per hari menjadi 2 juta barrel per hari.
Menurut Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia Achmad Widjaja, megaproyek kilang Pertamina adalah momentum memperkuat industri petrokimia dalam negeri. Kilang-kilang tersebut harus terintegrasi dengan industri petrokimia. Selama ini, produk petrokimia dalam negeri masih bergantung pada swasta yang produksinya juga terbatas.
”Sekitar 5,5 juta ton per tahun produk petrokimia masih diimpor, sedangkan kemampuan dalam negeri hanya 3 juta ton per tahun. Jadi, megaproyek kilang Pertamina sekaligus momentum untuk menggairahkan industri petrokimia dalam negeri,” kata Achmad.
Bahan baku industri petrokimia dihasilkan dari, antara lain, hasil pengolahan minyak mentah pada kilang. Nafta, produk pengolahan minyak mentah di kilang, adalah bahan baku penting untuk plastik, serat ban, tekstil, deterjen, dan obat-obatan. Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, Pertamina telah menandatangani perjanjian dengan Spanish Tecnicas Reunidas SA untuk melaksanakan basic engineering design (BED) dan front-end engineering design (FEED) di Moskwa, Rusia, pada 28 Oktober 2019. BED dan FEED tersebut untuk proyek pembangunan kilang minyak dan petrokimia di Tuban, Jawa Timur.
Kilang Tuban didesain berkapasitas 300.000 barrel per hari dan Pertamina sudah menggandeng Rosneft, perusahaan migas Rusia, lewat perusahaan patungan bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia. Komposisi saham Pertamina dalam perusahaan patungan tersebut sebesar 55 persen, sedangkan 45 persen dimiliki Rosneft. Kilang Tuban dijadwalkan beroperasi komersial pada 2025. (APO)