Erwin Edhi Prasetya / Melati Mewangi / Abdullah Fikri Ashri / Aditya Putra Perdana
·5 menit baca
SOLO, KOMPAS - Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Jawa Tengah, mengalami kondisi terkering. Akibat rendahnya elevasi air, pelepasan air untuk irigasi pertanian direncanakan dilakukan pada awal Januari 2020. Penyusutan air juga terjadi di Waduk Kedung Ombo, Waduk Jatiluhur, dan Waduk Jatigede.
”Saat ini elevasi waduk pada 125,81 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ada deviasi -1,19 meter terhadap elevasi low water level (titik air surut terendah) 127,00 meter. Ini mengindikasikan kondisi terkering 10 tahun terakhir,” kata Setyo Permono, Kepala Subdivisi Jasa Air dan Sumber Air III Wilayah Wonogiri dan Solo, Perum Jasa Tirta I, Pengelola Bendungan Wonogiri di Solo, Jateng, Jumat (1/11/2019).
Karena itu, pelepasan air untuk irigasi pertanian dari bendungan belum dilakukan. Air hanya dialirkan ke Sungai Bengawan Solo 3 meter kubik per detik. ”Sesuai hasil sidang Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, irigasi akan dialiri awal Januari 2020,” katanya. Di Kabupaten Sukoharjo, para petani menggunakan mesin pompa air untuk mengairi sawah.
Penyusutan air juga terjadi di Waduk Kedung Ombo, Waduk Jatiluhur, dan Waduk Jatigede.
Suranto (60), petani di Desa Trosemi, Kecamatan Gatak, mengaku tiga kali menggunakan mesin pompa air untuk menyedot air dari sumur bor. Hal itu untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi yang hampir panen. Petani lain, Sarinah (70), warga Desa Jati, Kecamatan Gatak, 10 kali memompa air untuk mengairi sawahnya.
Di Jawa Barat, tinggi muka air Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, terus turun hingga mendekati batas bawah rencana operasi 87,5 mdpl. Tinggi muka air Waduk Jatiluhur, Jumat, 88,14 mdpl, berkurang dibandingkan pada Jumat pekan lalu, yakni 89,13 mdpl.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta II U Saefudin Noer memastikan ketersediaan air mencukupi berbagai kebutuhan lewat upaya modifikasi cuaca melalui hujan buatan. Pada musim gadu 2019, ada 210.811 hektar sawah yang mendapat aliran air dari Jatiluhur. Selain untuk irigasi, pasokan air di waduk seluas 8.300 hektar itu juga digunakan untuk industri dan air baku minum di Kabupaten Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu.
Menyusutnya debit air di tiga waduk di Jabar, yaitu Jatiluhur, Cirata, dan Saguling, membuahkan keputusan bersama untuk kegiatan modifikasi cuaca. Hal itu merupakan kesepakatan bersama Tim Koordinasi Pengelolaan Bendungan Kaskade Citarum (TKPBKC), Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWS), bekerja sama dengan pengelola sejumlah waduk dan pihak terkait lain.
Hujan buatan penting untuk mengatasi krisis air di tiga waduk.
Operasi hujan buatan perdana dilakukan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jumat (25/10). Direncanakan, operasi berlangsung selama 20 hari dengan 35 jam terbang. Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BBWS sekaligus Koordinator TKPBKC, M Dian Almaruf, mengatakan, hujan buatan penting untuk mengatasi krisis air di tiga waduk.
Masa tanam bergeser
Penyusutan volume air Waduk Jatigede menyebabkan pasokan air ke lahan pertanian terlambat. Akibatnya, masa tanam di 87.313 hektar lahan pertanian di Majalengka, Indramayu, dan Cirebon bergeser. Berdasarkan Data BBWS Cimanuk-Cisanggarung, volume air di Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jumat siang, tercatat 268,5 juta meter kubik. Jumlah ini hanya 27,38 persen dari volume yang seharusnya, yaitu 980,7 juta meter kubik.
Pasokan ke saluran irigasi hanya 2,01 meter kubik per detik, dari debit biasanya 70-80 meter kubik per detik. Akibatnya, air tidak sampai ke sawah petani. ”Kami sudah rapat dengan berbagai pihak, termasuk petani. Air tidak bisa disalurkan karena kami harus menjaga batas minimal volume waduk agar bisa beroperasi dengan baik,” kata Kepala Bidang Operasi Pengelolaan Sumber Daya Air BBWS Cimanuk-Cisanggarung Abdul Ghoni Majdi.
Menurut Ghoni, biasanya, petani menanam padi di bulan Oktober. Namun, hujan belum turun. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Meteorologi Kertajati memprediksi musim hujan di Cirebon dan Indramayu dimulai pertengahan November. ”Jatigede akan memasok air ke irigasi setelah hujan turun,” ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, luas tanam padi pada bulan Oktober sekitar 650 hektar. Ini hanya 1,5 persen dari lahan baku di Cirebon yang 45.000 hektar. ”Petani ingin menanam, tetapi tidak ada air. Paling lambat tanam pada Januari tahun depan. Harga pangan akan naik karena pasokan padi berkurang,” kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Cirebon Kuryadi.
Saat ini, harga gabah kering giling (GKG) di Cirebon Rp 5.600 per kilogram hingga Rp 6.000 per kg. Di Indramayu Rp 6.000 per kg untuk GKG. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani lebih dari Rp 5.000 per kg. Harga ini jauh di atas Instruksi Presiden Nomor 5/2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah. Harga pembelian pemerintah untuk GKP Rp 3.700 per kg dan untuk GKG Rp 4.600 per kg.
Harga pangan akan naik karena pasokan padi berkurang
Irigasi Kedung Ombo
Sementara itu, sejumlah petani di Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jateng, mulai memanfaatkan air dari sistem irigasi Waduk Kedung Ombo yang dibuka dari Bendung Klambu, Jumat pagi. Mereka berharap musim hujan segera tiba agar pasokan air untuk musim tanam I tak terhenti.
Sistem irigasi Waduk Kedung Ombo, yang mengairi sekitar 60.000 hektar areal pertanian di Grobogan, Demak, Kudus, dan Pati, mulai dibuka, Kamis siang. Saluran air dari Bendung Klambu yang merupakan bendung sentral di sistem irigasi itu baru dibuka Jumat pukul 05.15. Sebagian besar dari mereka mengambil air dari saluran irigasi menggunakan mesin pompa air. Mereka mengairi lahan sebagai persiapan menanam.
Sobirin (40), petani asal Desa Penganten, Grobogan, mengatakan, mundurnya pembukaan irigasi membuat MT I mundur sekitar sebulan. ”Harusnya Oktober, tetapi mau bagaimana lagi memang faktor alam. Mudah-mudahan harga gabah tidak anjlok karena mungkin akan panen serentak,” katanya. Hingga akhir Oktober, volume Kedung Ombo 258,7 juta meter kubik, yakni 37 persen dari kapasitas tampung 689 juta meter kubik. Tingkat elevasinya di 78,9 meter, di bawah elevasi ideal 87-88 meter.