Pemilihan Ketua Umum PSSI kerap diwarnai berbagai drama. Hal itu juga terjadi pada Kongres Luar Biasa PSSI untuk memilih Ketua Umum dan pengurus lainnya di Jakarta, Sabtu (2/11/2019).
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
Keributan terjadi begitu Kongres Luar Biasa PSSI baru dibuka, Sabtu (2/11/2019) di Jakarta. Sekretaris Jenderal PSSI Ratu Tisha Destria selaku pimpinan sidang akhirnya harus meminta sejumlah calon Ketua Umum PSSI untuk keluar ruangan. Drama kembali terjadi.
Tisha sedang bersiap mengabsen para pemilik suara dalam kongres dengan agenda utama memilih calon ketua umum, ketua umum, dan para komite eksekutif PSSI periode 2019-2023 itu. Namun, suasana menjadi kacau ketika salah seorang calon ketua umum, Fary Djemy Francis, berusaha mendekat ke podium dengan membawa sebuah map.
Fary kemudian dicegat para petugas keamanan dan diminta duduk kembali. Para calon ketua lain seperti Yesayas Oktavianus, Sarman, dan Vijaya Fitriyasa, ikut berdiri di belakang Fary. Perdebatan antara para calon ketua itu dengan petugas keamanan sidang tidak terhindarkan dan membuat para peserta sidang lainnya berteriak. Suasana menjadi gaduh.
”Apabila para kandidat tidak dapat duduk, maka dipersilakan meninggalkan ruangan,” kata Tisha. Para peserta sidang lainnya pun menyahut lantang, ”Setuju!”. Tisha lantas meminta para petugas keamanan untuk membawa para calon yang protes itu keluar ruangan dan melanjutkan mengabsen para pemilik suara.
Di luar ruangan kongres, Fary mengatakan kepada wartawan bahwa ia hanya ingin meminta penjelasan terlebih dulu mengenai tata cara pemilihan. Selama ini, ia merasa tidak menerima penjelasan itu hingga kongres digelar. Ia ingin menanyakan hal itu langsung kepada para Komite Eksekutif PSSI dan delegasi FIFA yang hadir memantau langsung kongres tersebut.
Map yang dibawa Fary dan Sarman itu berisi deklarasi yang telah mereka susun, Jumat (1/11/2019). Mereka menyusunnya bersama tujuh calon ketua lainnya, yaitu Vijaya, Aven Hinelo, Yesayas, Rahim Soekasah, Benny Erwin, Arif Putra Wicaksono, dan Bernhard Limbong. Mereka merasa Kongres Luar Biasa (KLB) sangat janggal.
Dalam deklarasi itu, mereka menyatakan tidak puas karena belum menerima sosialisasi tata cara pemilihan di kongres dan tidak diberi panggung debat untuk menyampaikan visi dan misi mereka. Adapun PSSI semula menjadwalkan acara debat pada Kamis (31/10/2019) tetapi dibatalkan karena alasan situasi yang tidak kondusif.
Selain itu, melalui deklarasi itu mereka mengatakan ada indikasi ”operasi senyap” dari beberapa oknum komite eksekutif untuk memenangkan salah satu calon ketua umum.
”Saya memilih keluar (dari kongres) karena penetapan pemilik suara belum jelas. Siapapun yang terpilih, kongres bisa dianggap tidak sah,” kata Aven. Selain Aven, calon ketua yang ikut keluar ruangan adalah Sarman, Benny, Vijaya, dan Yesayas. Adapun Arif dan Rahim, yang turut menyusun deklarasi, tetap bertahan.
Dengan demikian, hanya ada tiga calon ketua umum di dalam ruangan yakni Arif, Rahim, dan Mochamad Iriawan atau Iwan Bule. Pada awalnya, PSSI telah menetapkan 11 calon ketua umum. Namun, menjelang kongres, La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai salah satu calon menarik diri karena menilai pelaksanaan KLB pada Sabtu kemarin tidak sah. Ia menginginkan KLB tetap dilaksanakan sesuai penetapan FIFA, yaitu pada 25 Januari 2020.
Beberapa menit sebelum kongres dimulai, Limbong mendadak menyatakan mundur dengan alasan sibuk. Ia mengaku tidak memiliki banyak waktu untuk menjadi ketua umum PSSI. Ia pun tidak menyampaikan alasannya dengan jelas.
Drama masih terjadi ketika sang kandidat terkuat, Iriawan, sedang diwawancarai para wartawan beberapa menit sebelum kongres berlangsung. Ketika Iriawan di tengah wartawan, Vijaya berusaha mendekati Iriawan. ”Saya ingin mengklarifikasi, pak,” kata Vijaya.
Namun, Iriawan mengabaikan dan kembali melanjutkan wawancara. Padahal, Vijaya ingin mengklarifikasi pernyataannya di acara Mata Najwa bahwa ia menyebut Iriawan telah bernegosiasi dengan kartel untuk memenangkan pemilihan. Vijaya pun sudah dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.
Menggiurkan
Dalam sejarah PSSI, kongres-kongres dengan agenda pemilihan ketua umum kerap melahirkan drama-drama seperti yang terjadi Sabtu kemarin. Drama itu muncul karena posisi ketua umum PSSI merupakan jabatan yang menggiurkan. Wajar apabila perebutan posisi tersebut sulit berjalan dengan baik-baik saja.
“Siapapun yang berkuasa di situ (sebagai ketua umum) harapannya bisa mendapat batu loncatan untuk mendapatkan jabatan lainnya,” kata Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto. Hal ini sudah terjadi pada ketua umum sebelumnya, yakni Edy Rahmayadi yang menjadi Gubernur Sumatera Utara meski jabatannya di PSSI belum tuntas.