Iuran BPJS Naik, Masyarakat Berharap Layanan Maksimal
Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan mendapatkan reaksi beragam di Kota Bandung. Masyarakat berharap fasilitas dan akses melalui BPJS Kesehatan dapat ditingkatkan seiring peningkatan iuran tersebut.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Keputusan pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan mendapatkan reaksi beragam di Kota Bandung, Jawa Barat. Masyarakat berharap fasilitas dan akses melalui BPJS Kesehatan dapat ditingkatkan seiring kenaikan iuran tersebut.
Ismail (48), keluarga pasien pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, tidak mempermasalahkan kenaikan iuran BPJS asalkan layanan pengobatan semakin diperbaiki. Alasannya, selama menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, dia tidak mendapatkan obat yang diminta dokter saat memesan di apotek rumah sakit. Padahal, obat tersebut sangat dibutuhkan saudaranya yang menderita penyakit kanker.
”Mau tidak mau, saya ambil obat di luar, tidak masuk ke dalam BPJS. Meski mahal, karena butuh, saya tetap harus beli,” ujarnya saat ditemui di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Senin (4/11/2019).
Ismail menuturkan, layanan dari BPJS sebenarnya tidak begitu buruk. Selama pendaftaran BPJS, dia tidak merasa dipersulit. Hanya saja, antrean panjang harus dilewati untuk mendapatkan layanan kesehatan tersebut. Padahal, dia sudah cukup lelah menempuh perjalanan dari daerah asalnya ke Bandung. Jarak Cicurug-Bandung sekitar 130 kilometer atau setara perjalanan selama 4 jam.
”Saya menunggu dari pagi. Tadi baru masuk pukul 13.00. Terus, karena terlambat, besok lanjut lagi. Padahal, kami sudah berangkat dari Sukabumi pukul 02.00. Kami lelah seperti ini,” ujarnya.
Sebelumnya, aksi terkait kenaikan biaya iuran BPJS juga terjadi di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Bandung, Senin. Massa berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan. Kepala BPJS Kesehatan Cabang Bandung Mokhammad Cucu Zakaria menjelaskan, kenaikan iuran tersebut diputuskan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019. Jadi, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk merubah iuran tersebut. Cucu menuturkan, peningkatan iuran tersebut tidak melanggar regulasi dalam penetapan BPJS Kesehatan.
”Seharusnya, peningkatan iuran terjadi dua tahun sekali. Namun, sebelumnya, iuran BPJS tidak pernah naik untuk menyesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Kali ini, berdasarkan kajian dari pemerintah, peningkatan iuran ini dianggap masih bisa dipenuhi,” tuturnya.
Cucu berujar, jika warga dianggap atau merasa tidak mampu membayar iuran secara mandiri, warga bisa melaporkan ke petugas kewilayahan terkait agar iuran tersebut bisa ditanggung pemerintah. ”Kami bekerja sama dengan Kementerian Sosial. Kami yang akan memberikan layanan sesuai dengan petunjuk dari mereka,” ujarnya.
Berkaitan dengan isu petugas penagih utang yang dikhawatirkan masyarakat, Cucu menampik kinerja petugas yang dianggap tidak ramah terhadap masyarakat tersebut. Dia mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir karena petugas yang dinamai Kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak akan melakukan hal yang merugikan masyarakat.
”Justru petugas tersebut akan memberikan asistensi kepada warga yang ingin mengakses BPJS. Kami juga tidak mengenal namanya debt collector. Kami hanya bertugas mengingatkan saja dan pembayaran tetap dilakukan di pos yang sudah disediakan,” tuturnya.