Idham Cari Kabareskrim yang Bisa Ungkap Kasus Novel Baswedan
Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis kembali menyatakan akan mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Namun, Idham akan mencari dulu Kabareskrim baru yang sanggup mengungkap kasusnya.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal (Pol) Idham Azis kembali menyatakan akan mengungkap kasus Novel Baswedan. Namun, Idham terlebih dahulu akan mencari Kepala Badan Reserse Kriminal bersama Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi yang dipimpin Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto.
”Saya tetap berkomitmen secepatnya nanti memilih Kabareskrim, tetapi di dalam Polri itu ada yang namanya Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) yang dipimpin Bapak Wakapolri. Tentu nanti kami akan cari perwira yang terbaik, tetapi komitmennya adalah secepatnya mengungkap, baik kasus Novel maupun kasus-kasus yang menjadi atensi di KPK,” kata Idham di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Idham menyampaikan komitmennya dalam kunjungan dan pertemuan dengan para pimpinan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Dalam kunjungannya, Idham disambut langsung Ketua KPK Agus Rahardjo.
”Ini kunjungan kedua Pak Kapolri setelah beliau ke Panglima TNI kemudian ke KPK. Kami sangat berharap dengan kunjungan ini kerja sama KPK dan Polri semakin baik serta dapat menghasilkan hal-hal yang terbaik bagi bangsa dan negara kita,” ujar Agus.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Muhammad Iqbal menyampaikan, setiap kasus mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda. Untuk kasus penyiraman air keras terhadap Novel, sudah ada temuan-temuan signifikan yang didapat Tim Teknis bentukan mantan Kapolri Jenderal (Pol Purn) Tito Karnavian.
”Tim Teknis yang mencari fakta ini bekerja sangat tertutup karena berbeda sekali dengan tim pencari fakta yang terbuka. Kami melakukan teknik-teknik kepolisian yang spesifik. Kalau dibuka ke publik, bisa saja kembali ke nol,” ucap Iqbal.
Paralel dengan kasus Novel, Iqbal menjelaskan, kepolisian juga akan berupaya mengungkap kasus lain yang meneror sejumlah pimpinan dan pegawai KPK. Menurut dia, Tim Teknis dan beberapa penyidik Polda Metro Jaya sudah maju untuk mengungkap kasus teror lain.
Mengulur waktu
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo, menilai, apa yang terjadi saat ini hanya upaya mengulur-ulur waktu untuk menuntaskan pengungkapan kasus Novel sejak 11 April 2017. Menurut dia, Presiden Joko Widodo pun tidak memiliki niat besar menangani perkara ini dengan serius.
”Saya menduga memang Presiden sendiri sudah tahu siapa pelakunya, tetapi karena pertimbangan tertentu, proses hukum tidak bisa dilakukan secara profesional. Tenggat waktu pengungkapan pelaku penyerangan Novel pun terus diulur,” ujar Adnan.
Memang, pada 1 November 2019, Presiden Jokowi menyatakan memberikan waktu satu bulan bagi Idham menuntaskan kasus Novel. Tepatnya hingga awal Desember 2019. Seharusnya, berdasarkan surat perintah, kerja Tim Teknis yang dimulai pada 3 Agustus 2019 berakhir pada 31 Oktober 2019.
Peneliti ICW lainnya, Kurnia Ramadhana, menilai, Presiden Jokowi kerap kali memberikan janji manis kepada masyarakat agar tenang sementara. Diawali dengan dipilihnya Idham sebagai Kapolri yang sebelumnya adalah pimpinan Tim Teknis. Saat ini masih harus menunggu terpilihnya Kabareskrim.
”Masyarakat sudah berkali-kali meminta Presiden Jokowi membentuk tim pencari fakta. Sampai hari ini juga tidak dibentuk. Malah menyebutkan tunggu sampai kepolisian selesai, baru kita bentuk. Itu selamanya tidak akan dibentuk (tim gabungan pencari fakta),” kata Kurnia.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) dari Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, Tim Teknis bentukan internal Kapolri tidak dapat menjamin independensi. Sebab, keadaan ini akan memunculkan konflik kepentingan.
Menurut Zaenur, apa pun hasil dari Tim Teknis akan tetap menyisakan pertanyaan tentang konflik kepentingan. Untuk itu, kembali lagi kepada Presiden Jokowi agar segera membentuk tim gabungan pencari fakta agar dapat mengatasi hambatan kelembagaan.
”Kita belum bisa berharap banyak, tetapi akan tetap menunggu kejelasan pengusutan kasus Novel. Mau sampai kapan pun, kasus Novel ini adalah ujian bagi institusi Polri sekaligus ujian bagi Presiden. Apakah keadilan bisa ditegakkan atau tidak,” ujar Zaenur.