Paling tidak empat jurnalis dibunuh setiap bulan di seluruh dunia. Ini menunjukkan, tingginya risiko yang dihadapi para jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setidaknya empat jurnalis dibunuh setiap bulan di seluruh dunia. Ini menunjukkan tingginya risiko yang dihadapi para jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik. Lebih memprihatinkan lagi, hampir semua kasus kekerasan yang dialami jurnalis tidak diproses hukum.
Berdasarkan catatan UNESCO Observatory of Killed Journalists, sebanyak 1.360 jurnalis tewas terbunuh sejak 2 Juni 1993 hingga 10 Oktober 2019. Artinya, dalam 26 tahun belakangan rata-rata ada 52 jurnalis dibunuh setiap tahun atau sekitar empat jurnalis dibunuh setiap bulan di seluruh dunia.
Saat UNESCO meluncurkan Observatory of Killed Journalists pada Hari Internasional Anti Impunitas terhadap Kasus Kekerasan pada Jurnalis, 2 November 2018, jumlah jurnalis yang tewas terbunuh di seluruh dunia sebanyak 1.293. Dengan demikian, dalam setahun terakhir ada 67 jurnalis tewas terbunuh.
Kematian ini memberikan gambaran betapa tragisnya risiko yang dihadapi para jurnalis di dunia dalam menjalankan tugas jurnalistik. Hal yang memprihatinkan lagi, data statistik UNESCO 2018 menunjukkan bahwa dalam 89 persen kasus pembunuhan jurnalis, para pelaku tidak dihukum.
Committee to Protect Journalists (CPJ) bahkan memiliki catatan kasus pembunuhan jurnalis yang lebih tinggi. Data CPJ menunjukkan, rata-rata sebanyak 30 jurnalis di dunia tewas terbunuh setiap tahun dan dari setiap 10 kasus pembunuhan tersebut rata-rata sembilan kasus kasus berakhir tanpa ada hukuman bagi pelakunya.
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sasmito Madrim mengatakan, khusus di Indonesia, pada tahun 2019, setidaknya ada 42 kasus kekerasan terhadap jurnalis saat meliput sejumlah peristiwa terutama unjuk rasa, baik di Ibu Kota maupun sejumlah daerah di Indonesia.
Pada tahun 2019, setidaknya ada 42 kasus kekerasan terhadap jurnalis saat meliput sejumlah peristiwa terutama unjuk rasa, baik di Ibu Kota maupun sejumlah daerah di Indonesia.
”Kekerasan yang menimpa para jurnalis dilakukan oleh berbagai pihak, baik individu, organisasi sipil, maupun oknum aparat kepolisian. Namun, hampir semua kasus kekerasan yang dialami jurnalis tidak diproses hukum,” ujarnya, Minggu (3/11/2019), di Jakarta.
Perlu disyukuri bersama bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak terjadi kasus pembunuhan terhadap jurnalis karena pemberitaan. Selain itu, intensitas kasus kekerasan terhadap jurnalis juga mengalami perubahan. Kecenderungan ini muncul kemungkinan karena peluang terjadinya kekerasan-kekerasan ekstrem hingga pembunuhan semakin sempit seiring semakin terbukanya ruang informasi ditambah maraknya media sosial.
Bentuk kekerasan lain
Meski situasi telah banyak berubah, potensi ketidaksukaan pihak tertentu terhadap kebebasan pers masih ada. Sikap itu diekspresikan dengan cara yang berbeda-beda, mulai dari pemidanaan jurnalis, ancaman digital seperti doxing atau membongkar identitas secara anonim di media sosial, dan bentuk ancaman lainnya lewat aneka macam platform di internet.
”Jurnalis sangat rentan terhadap ancaman-ancaman seperti ini. Sebagian ada yang merasa itu adalah risiko kerja jurnalistik. Akan tetapi, hal ini tidak boleh dipandang remeh dan praktik-praktik pembiaran terhadap kasus kekerasan jurnalis akan menjadi preseden buruk dan ancaman bagi pers Indonesia,” paparnya.
Praktik-praktik pembiaran terhadap kasus kekerasan jurnalis akan menjadi preseden buruk dan ancaman bagi pers Indonesia.
Bertepatan dengan peringatan Hari Internasional Anti Impunitas terhadap Kasus Kekerasan pada Jurnalis, 2 November 2019, KKJ mendorong semua pihak agar memberi perhatian serius terhadap kasus-kasus kekerasan jurnalis atau pers. Sebab, pada prinsipnya melawan kekerasan terhadap pers adalah salah satu cara untuk merawat dan menjaga kebebasan pers.
KKJ juga mendesak negara, terutama aparat penegakan hukum, untuk mengusut kasus-kasus kekerasan yang dialami jurnalis tanpa pandang bulu siapa pelakunya. Komite juga mendesak aparat kepolisian dan TNI untuk menghormati dan memahami kerja pers sehingga ke depan tidak ada lagi jurnalis yang menjadi korban kekerasan aparat.
KKJ dibentuk menjelang Pemilu Presiden 2019 menyikapi munculnya kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di sejumlah daerah. Menghadapi tantangan ini, beberapa lembaga berkolaborasi membentuk Komite Keselamatan Jurnalis, Jumat (5/4/2019), di Gedung Dewan Pers, Jakarta.
Komite ini beranggotakan AJI, LBH Pers, Safenet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asosiasi Media Siber Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Media Independen, Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi, serta Persatuan Wartawan Indonesia.
”Pembentukan Komite Keselamatan Jurnalis menjadi salah satu bagian tren kolaborasi kerja-kerja jurnalistik yang berkembang akhir-akhir ini,” kata Ketua Umum AJI Abdul Manan.
Bidang advokasi AJI mencatat ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada 2018. Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik.
Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum Pers Ade Wahyudin, bentuk-bentuk pelanggaran kebebasan pers kini semakin meluas, bukan saja mengarah pada jurnalis dan media, melainkan juga ke narasumber.
Kasus kekerasan pers menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo dalam mengejar target capaian Tujuan Pembangunan berkelanjutan (SDGs). Pada tujuan 16.10.1 disebutkan indikator pencapaian berkaitan dengan jumlah kasus pembunuhan, penculikan, penghilangan paksa yang terverifikasi, penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan terhadap jurnalis, personel media terkait, anggota serikat pekerja dan pembela hak asasi manusia yang terverifikasi dalam 12 bulan sebelumnya.
Kasus kekerasan pers menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo dalam mengejar target capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Namun, pada praktiknya tujuan 16.10.1 justru tidak dibahas dalam metadata laporan SDGs yang disusun oleh Bappenas. Padahal, data kekerasan jurnalis selalu dirilis oleh Dewan Pers dan asosiasi jurnalis seperti AJI. Karena itu , KKJ mendorong SDGs 16.10.1 ini menjadi perhatian dan keseriusan pemerintah.