Pejabat baru Badan Pengusahaan Batam tidak mau laju investasi terhambat persoalan lahan mangkrak. Mereka fokus membidik investasi baru hingga Rp 6 triliun dalam empat bulan ke depan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pejabat baru Badan Pengusahaan Batam tidak mau laju investasi terhambat persoalan lahan mangkrak. Mereka fokus membidik investasi baru hingga Rp 6 triliun dalam empat bulan ke depan. Lahan yang bersih dari masalah akan segera diberikan kepada investor yang berkomitmen memulai usaha.
Pada Mei, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam saat itu, Edy Putra Irawady, memaparkan, ada 2.903 penetapan lokasi atau 8.203 hektar lahan yang mangkrak. Dari jumlah tersebut, baru 40 penetapan lokasi di antaranya, atau sekitar 337 hektar lahan, yang masalahnya sudah dapat dirampungkan.
Perubahan kepemimpinan terjadi pada akhir September. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution melantik Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai Pejabat ex-officio Kepala BP Batam di Jakarta. Selain itu, dilantik pula wakil kepala dan tiga anggota bidang sebagai pembantu.
”Saya datang ke sini untuk mempercepat investasi, bukan menyelesaikan masalah lahan,” kata anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam Sudirman Saad seusai sosialisasi dan pembekalan hak pengelolaan lahan (HPL), Senin (4/11/2019).
Sudirman menyatakan dirinya tidak percaya terhadap data yang dipaparkan pejabat sebelumnya. Alasannya, lahan bermasalah selalu bergerak dan data perlu terus diperbarui. Selain itu, data lama juga dinilai tidak spesifik membagi masalah lahan ke dalam sejumlah kategori yang sangat diperlukan untuk memahami persoalan.
Saat ini, BP Batam memprioritaskan pemanfaatan lahan yang masalahnya sudah selesai. Hal itu dinilai perlu demi mempercepat investasi. Adapun soal lahan mangkrak akibat tumpang tindih alokasi akan diurus secara bertahap.
BP Batam tidak boleh terjebak dalam keruwetan masalah lahan.
”BP Batam tidak boleh terjebak dalam keruwetan masalah lahan,” ujar Sudirman.
Penyelesaian masalah lahan, menurut dia, harus dikesampingkan dulu karena BP Batam harus fokus membidik investasi baru hingga Rp 6 triliun dalam empat bulan ke depan. Meskipun begitu, BP Batam masih akan melanjutkan upaya penyelesaian masalah lahan, terutama kasus tumpang tindih alokasi HPL.
”Yang agak berat jika pengalokasiannya berbeda dengan peruntukan di tata ruang. Kalau sudah begitu opsinya hanya dua, dibatalkan penetapan lokasinya atau diubah tata ruangnya,” kata Sudirman.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Maria SW Sumarjono, tumpang tindih alokasi lahan yang menjadi akar permasalahan tanah di Batam terjadi karena BP Batam sejak awal abai mengurus HPL menjadi sertifikat bukti kepemilikan lahan sebagai barang milik negara (BMN).
”Untuk sementara, demi menjaga kepastian hukum, sebaiknya para pihak yang bersangkutan tetap menghormati alokasi HPL sampai dengan berakhirnya jangka waktu hak atas lahan itu,” ujar Maria.
Ex-officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan, sinkronisasi perencanaan tata ruang tengah dilakukan bersama dengan Pemkot Batam dan Pemprov Kepulauan Riau. Hal ini untuk menjaga alokasi lahan di Pulau Batam agar peruntukannya kembali seperti semula, yaitu sebagai investasi.
”Sejak awal, semua (perencanaan) harus sinkron dulu, kalau tidak begitu ke depan bisa jadi masalah besar. Intinya, kami ingin mengembalikan Batam betul-betul sebagai daerah investasi lagi,” kata Rudi.