Pemerintah menyiapkan langkah antisipasi masuknya pelamar CPNS beraliran radikal. Namun, instrumen penangkalnya masih perlu dirumuskan lebih lanjut.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewaspadai kemungkinan adanya calon pegawai negeri sipil yang terpapar radikalisme dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil tahun 2019. Pengawasan terhadap mereka dititikberatkan saat seleksi kompetensi bidang di instansi masing-masing.
Pendaftaran CPNS tahun 2019 akan dibuka Senin (11/11/2019). Pemerintah membuka 152.286 formasi calon pegawai negeri sipil yang tersebar pada 68 kementerian dan lembaga serta 462 pemerintah daerah.
Saat ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih terus menyosialisasikan perihal pendaftaran CPNS 2019. Sisa waktu menjelang pendaftaran dibuka bisa dimanfaatkan pelamar untuk melengkapi dokumen pendaftaran dan mempersiapkan diri.
”Nanti pendaftaran baru dimulai setelah tanggal 11 November. Saat ini kami masih berjalan saja,” kata Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Aparatur Kemenpan dan RB Setiawan Wangsaatmaja, Senin (4/11/2019), di Jakarta.
Setiawan tak menampik, pemerintah mengantisipasi adanya pelamar CPNS beraliran radikal. Oleh karena itu, panitia menyiapkan mekanisme seleksi agar tidak kecolongan.
Tingkatan seleksi CPNS dimulai dari pendaftaran administrasi. Setelah itu, pelamar mengikuti seleksi kompetensi dasar (SKD). SKD terdiri dari tiga subtes, yaitu tes wawasan kebangsaan, tes intelegensia umum, dan tes karakteristik kepribadian. Pelamar yang lolos tahap tersebut kemudian melanjutkan ke tahap seleksi kompetensi bidang (SKB).
SKB dilakukan oleh setiap instansi pemerintah yang dituju pelamar. Pada tahap itulah pengawasan terhadap CPNS beraliran radikal dilakukan.
”Jadi, setiap instansi pemerintah yang dituju itu silakan saja bagaimana caranya (menangkal calon beraliran radikal). Bisa dalam tahap wawancara atau dalam tahap apa pun, ya, kami serahkan,” ujarnya.
Menurut Setiawan, pendeteksian CPNS radikal tak dilakukan saat tahapan SKD. Hal itu karena tahap SKD hanya mengukur pengetahuan pelamar dari sisi wawasan kebangsaan dan potensi mereka menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
”Dari masing-masing instansi itu yang akan melihat itu semua (potensi CPNS radikal,” kata Setiawan.
Setiawan mengaku masih mempertimbangkan untuk menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam seleksi CPNS tahun ini.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan, instrumen tes tertulis dan wawancara bisa digunakan untuk meminimalkan potensi adanya CPNS beraliran radikal. Terutama ketika proses wawancara, tim panitia bisa menggali pandangan-pandangan pelamar, apakah ada kecenderungan ke arah radikalisme. Selain itu, panitia juga dapat menelusuri jejak digital pelamar, khususnya media sosial yang bersangkutan.
”Kalau ada instrumen tes tertulis khusus tentu lebih baik. Ini yang sedang dicari modelnya,” ucap Agus.
Pemerintah, kata Agus, berkomitmen serius mencegah masuknya CPNS beraliran radikal. Namun, instrumennya masih perlu dirumuskan secara tepat oleh Kemenpan dan RB serta BKN.