Juara bertahan Liga Kompas Kacang Garuda U-14 Bina Taruna menelan kekalahan pertama musim ini dari tim debutan SSB Metro Kukusan. Hasil itu memperlihatkan persaingan sengit pada liga sepak bola usia dini ini.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan di Liga Kompas Kacang Garuda U-14 musim 2019-2020 berlangsung sengit dan terbuka. Sebagai contoh, tim papan atas sekaligus juara bertahan, Bina Taruna, dikalahkan tim papan bawah, Metro Kukusan, 0-1, pada pekan ketujuh Minggu (3/11/2019).
Pemain Metro Kukusan ramai-ramai bersimpuh di lapangan GOR Ciracas, Jakarta Timur, memanjatkan syukur seusai laga kontra Bina Taruna berakhir. Sukacita itu disambut pekik kegembiraan pendukung dan orangtua pemain Kukusan di tribune stadion.
Tim pendatang baru dari Depok itu mencetak sejarah meraih poin perdana di Liga Kompas. Tidak tanggung-tanggung, poin itu berupa kemenangan atas Bina Taruna, tim juara bertahan sekaligus pemenang Liga Kompas musim 2016-2017. Tiga poin itu membuat Kukusan meninggalkan status juru kunci di klasemen Liga Kompas musim ini.
Kukusan naik satu peringkat dari posisi terbuncit menjadi ke-15 berkat kemenangan epik itu. ”Kemenangan perdana ini sangat disyukuri, apalagi setelah kalah beruntun di enam pekan sebelumnya. Ini membuktikan, secara kualitas teknik, pemain kami sebetulnya setara dengan tim-tim lainnya,” ujar Pelatih Metro Kukusan Budiono Martin seusai laga itu.
Meskipun sempat diserang habis-habisan oleh Bina Taruna, Kukusan mampu menjaga gawangnya tidak kebobolan. Mereka unggul berkat gol semata wayang Reza Wahyu Hidayat memanfaatkan serangan balik. Budiono lantas menceritakan ”rahasia” di balik kemenangan timnya itu.
Mantan pelatih Sekolah Sepak Bola (SSB) Rajawali Muda itu bercerita, taktik kontra Bina Taruna telah disiapkan jauh-jauh hari. Ia menyiapkan taktik khusus, sistem 3-5-2, sejak dua pekan lalu. Menurut dia, taktik defensif itu lebih ampuh dalam meredam agresivitas Taruna ketimbang pola lazim 4-3-3 yang biasa dipakai timnya dalam enam pekan terakhir.
”Butuh proses lama untuk mengasah taktik ini. Dibutuhkan bek sayap tangguh yang sama kuat dalam menyerang dan bertahan. Di Indonesia, jarang ada bek sayap hebat. Barangkali, hanya Aji Santoso (mantan pemain tim nasional). Taktik ini efektif pada laga ini,” ujar Budiono.
Ia pun berharap kemenangan itu mengangkat kepercayaan diri anak-anak asuhnya di laga berikutnya. Menurut dia, secara teknik individu, kualitas pemain antartim sebetulnya tidak jauh berbeda. Hal yang membedakan biasanya adalah jam terbang dan kepercayaan diri. Diakuinya, pengalaman timnya tampil di liga usia dini yang kompetitif seperti Liga Kompas U-14 sangat minim.
Musim ini adalah penampilan perdana Kukusan di Liga Kompas setelah delapan kali mengikuti playoff. Untuk itu, ia berharap timnya tidak terdegradasi dan mampu bertahan di Liga Kompas musim depan untuk menambah pengalaman SSB itu. ”Adik-adik para pemain saat ini, yaitu angkatan 2006, punya kualitas lebih baik. Mereka berharap bisa tampil musim depan,” tutur Budiono.
Sementara itu, Pelatih Bina Taruna Dody Sahetapy terlihat kecewa. Ia berkata, timnya kurang beruntung. Meskipun konsisten menyerang dan membuat banyak peluang, mereka gagal membuat gol. Peluang terbaik mereka hanya mampu menggetarkan mistar gawang di menit akhir laga. ”Penyelesaian akhir kami belum maksimal, begitu pun dengan transisi dari menyerang ke bertahan. Ini menjadi evaluasi kami,” ujarnya.
Akibat kekalahan itu, Bina Taruna gagal merebut posisi puncak klasemen dari Matador Mekarsari dan berada di posisi keempat klasemen. Padahal, Matador kehilangan poin setelah ditahan tim papan tengah, Siaga Pratama, 1-1.
Hasil imbang itu menghentikan tren gemilang Matador, yaitu selalu meriah poin sempurna pada enam pekan pertama. Meskipun demikian, Matador masih di puncak dengan 19 poin.
Dipisahkan produktivitas
Persaingan di puncak klasemen musim ini menjadi kian menarik dan sengit seusai tim unggulan lainnya, Buperta Cibubur, menang tipis 1-0 atas Intan Soccer Cipta Cendikia berkat gol Zhiddan Saputra di menit ke-38. Kemenangan itu membuat Buperta menempel Matador di posisi kedua. Buperta dan Matador sama-sama mengoleksi 19 poin dari tujuh laga. Mereka hanya dipisahkan produktivitas gol. Matador mengoleksi 15 gol, sementara Buperta 13.
”Musim ini target kami memang juara. Anak-anak ini punya teknik individual yang bagus. Mereka tinggal dipoles dan diasah pemahaman taktik. Namun, hal terpenting adalah mereka bisa berkembang dan menikmati permainan,” ujar Pelatih Buperta Jumhari Saleh.
Diakui Dede Sulaiman, mantan pemain timnas Indonesia yang menjadi anggota tim pemandu bakat Liga Kompas, persaingan juara di musim ini berpotensi sengit. Menurut dia, Buperta memiliki potensi untuk mematahkan dominasi Taruna musim lalu dan menjadi juara baru di akhir musim ini. Selama empat musim terakhir, juara Liga Kompas selalu berganti.
”Tahun ini, Buperta memiliki pemain-pemain terbaik dengan kualitas merata di setiap lini. Postur (tubuh) dan kualitas teknik mereka di atas rata-rata. Tinggal bagaimana pelatihnya mampu memaksimalkan potensi ini,” tuturnya.