Peserta mengeluhkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di tengah masih minimnya pelayanan kepada peserta.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Peserta mengeluhkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di tengah masih minimnya pelayanan kepada peserta. Para peserta berharap, kenaikan tarif menjadi momentum untuk memperbaiki pelayanan BPJS Kesehatan, khususnya soal sistem rujukan, antrean di layanan, dan kualitas pengobatan.
”Saya sudah menunggu lebih dari lima jam sejak pukul 09.00. Ini masih mengantre untuk mendapat obat dari farmasi,” kata Yusran (53), warga Kota Tanjung Balai, yang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (4/11/2019).
Yusran pun bolak-balik melihat kartu antrean bernomor 241 yang ia pegang. Sementara peserta yang dipanggil petugas farmasi masih di nomor 150. Yusran yang memeriksakan benjolan di perut ke poliklinik penyakit dalam itu pun tampak gelisah duduk di ruang tunggu bersama peserta BPJS lainnya.
Saya sudah menunggu lebih dari lima jam sejak pukul 09.00. Ini masih mengantre untuk mendapat obat dari farmasi.
Yusran mengatakan, ia mendaftar ke poliklinik penyakit dalam dengan membawa surat rujukan dari RSUD Tanjung Balai sekitar pukul 09.00. Ia baru mendapat pemeriksaan dari dokter sekitar pukul 12.00.
Setelah itu, ia juga harus menunggu hampir satu jam untuk pengambilan darah di laboratorium. ”Seusai ambil darah, saya harus antre lagi untuk pengambilan obat di farmasi,” katanya.
Tidak tuntas
Pemeriksaan dan pengobatan Yusran tidak bisa tuntas di hari itu. Ia diminta datang besok harinya untuk pemeriksaan ultrasonography (USG) dan mendapat hasil pemeriksaan laboratorium. Ia pun belum tahu pasti penyakit yang dideritanya.
Yusran mengatakan, sistem rujukan BPJS Kesehatan pun dinilai sulit didapatkan. Atas saran temannya, ia berobat ke tempat praktik dokter yang juga merupakan dokter di RSUD Tanjung Balai. Setelah membayar pengobatan di praktik dokter, ia dibantu mendapat surat rujukan ke Medan.
Panjangnya antrean juga dialami S Purba (55), warga Kota Medan, yang berobat jalan ke poliklinik gigi RSUD Dr Pirngadi Medan. Ia mendaftar pukul 10.00 dan masih mengantre di farmasi hingga pukul 14.00. ”Yang paling lama itu menunggu periksa ke dokter. Dokternya baru ada sekitar pukul 13.00,” kata Purba.
Purba mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi terasa berat karena dilakukan di tengah minimnya kualitas layanan. ”Selama tiga jam kami menunggu di poliklinik gigi tidak ada dokter. Padahal, ketersediaan dokter di jam pelayanan itu kebutuhan yang paling dasar,” ujarnya.
Ia berharap kenaikan iuran BPJS hingga dua kali lipat diikuti dengan perbaikan layanan BPJS Kesehatan. Perbaikan yang paling perlu dilakukan adalah pelayanan yang semakin cepat, sistem rujukan yang sederhana, dan kualitas pengobatan yang semakin baik.