Imran Khan telah menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki rencana untuk berhenti sebagai PM Pakistan.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·3 menit baca
ISLAMABAD, SENIN — Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengabaikan ultimatum puluhan ribu pendukung Partai Jamiat Ulema-e-Islam agar mundur dari jabatannya. Tenggat yang ditetapkan kelompok itu, yakni Minggu (3/11/2019) tengah malam, berlalu begitu saja tanpa dipedulikan Khan.
Maulana Fazlur Rehman, pemimpin Partai Jamiat Ulema-e-Islam, menyatakan akan bertemu dengan para politisi oposisi untuk membahas langkah-langkah berikutnya. Para pengikut Rehman—banyak di antara mereka adalah pelajar di sekolah-sekolah keagamaan yang dikelola Rehman—berpawai pekan lalu dari kota pelabuhan Karachi menuju Islamabad.
Di ibu kota Islamabad, mereka mendirikan kamp di pinggiran kota selama tiga hari. Rehman menuding Khan menjalankan pemerintahan yang buruk. Ia mendesak Khan agar menerapkan dengan keras hukum Islam. Khan mengabaikan tuntutan tersebut. Sekolah-sekolah keagamaan Rehman menyuplai anggota pada kelompok anti-pemerintah, Taliban Pakistan atau yang kerap disebut Tehrik-e-Taliban Pakistan.
Pendukung partai Jamiat Ulema-e-Islam mendirikan kamp-kamp sebagai pusat aksi unjuk rasa di Islamabad. Mereka tetap bertahan hingga Minggu, menunggu batas waktu yang ditetapkan oleh ulama pemimpin mereka, Maulana Fazlur Rehman.
Hari Minggu, unjuk rasa memasuki hari ketiga. Pihak berwenang di Islamabad memperkuat keamanan di sekitar kamp, termasuk menempatkan kotak-kotak kontainer untuk menghalangi jalan masuk dan keluar dari area unjuk rasa. Polisi antihuru-hara dan pasukan paramiliter juga dikerahkan untuk menghadapi unjuk rasa besar tersebut.
Ulama Maulana Fazlur Rehman memimpin rombongan massa pendukung ke Islamabad pada pekan lalu. Mereka mendesak Imran Khan untuk mundur. Mereka menyebut Khan sebagai penguasa ”tidak sah”. Rehman mengklaim, pemilihan umum 2018 yang dimenangi oleh Khan telah diwarnai kecurangan.
Militer tak memihak
Selain itu, dia juga menuding bahwa tentara Pakistan telah mendukung Khan. Militer Pakistan membantah tuduhan itu dan mengatakan militer tetap tidak memihak.
Rehman menyatakan telah setuju dengan pihak berwenang bahwa para pengunjuk rasa tidak akan meninggalkan area yang telah ditunjuk pemerintah. Namun, dia juga mengisyaratkan, dirinya bisa memimpin unjuk rasa menuju ”zona merah” atau pusat pemerintahan Pakistan untuk memaksa pengunduran diri Khan.
Khan telah menyatakan tidak memiliki rencana untuk berhenti sebagai PM Pakistan.
Pihak berwenang mengatakan tidak akan menghentikan unjuk rasa selama pengunjuk rasa tetap berada di area yang telah ditentukan. Area tersebut membentang lebih dari 1 kilometer di sepanjang jalan raya dan ke daerah terbuka.
Siap tinggal lama
Beberapa pengunjuk rasa di kamp yang semuanya laki-laki tampaknya siap untuk tinggal lama di area unjuk rasa tersebut. Bahkan, mereka sudah mengubah kontainer pengiriman menjadi ruangan untuk bermacam kegiatan.
”Saya ingin pemerintah membawa lebih banyak kontainer seperti ini. Kontainer-kontainer ini sekarang jadi rumah kecil kami di sini karena cuaca semakin dingin setiap malam,” kata Gul Aman, pengunjuk rasa dari Provinsi Baluchistan barat.
Hari Minggu, pengunjuk rasa yang lain terlihat memasak makanan dan mencuci pakaian di luar tenda mereka. Beberapa ribu sukarelawan yang mengenakan seragam kuning menjadi tenaga pengaman.
Banyak pendukung juga membawa bendera bergaris hitam-putih milik Partai Jamiat Ulama-e-Islam. Rehman telah melarang perempuan jurnalis untuk memasuki kamp, tetapi dia mengubah keputusannya setelah larangannya itu memicu kemarahan di media sosial.
Ulama garis keras tersebut telah berkampanye untuk undang-undang represif yang menargetkan perempuan dan menentang undang-undang untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan.
Dia juga menolak untuk mengizinkan anggota perempuan partainya agar berpartisipasi dalam demonstrasi. Unjuk rasa massal itu terjadi setelah kalangan bisnis Pakistan mengamati pemogokan nasional pada pekan lalu, terkait pajak yang baru saja diberlakukan.
Menurut pihak oposisi, pajak baru tersebut diberlakukan sebagai bagian dari paket pinjaman Dana Moneter Internasional (IMF) senilai 6 miliar dollar AS untuk Pakistan.
Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) yang dirilis pada bulan lalu menyatakan Pakistan menempati urutan ke-110 dalam indeks daya saing global tahunan yang dirilis organisasi internasional itu. Laporan tersebut menyatakan, peringkat Pakistan pada 2019 ini turun tiga peringkat karena kinerja yang buruk di bidang kebebasan pers, pemerintahan, inovasi, korupsi, harapan hidup, produktivitas, dan pengembangan manusia. (AP)