Tradisi Ratusan Tahun Sambut Maulid Nabi di Cirebon
Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman di Cirebon, Jawa Barat, menggelar sejumlah tradisi, seperti pencucian pusaka hingga membuat makanan khas.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman di Cirebon, Jawa Barat, menggelar sejumlah tradisi, seperti pencucian pusaka dan membuat makanan khas. Beragam kegiatan ini menjadi semangat bagi banyak orang untuk bersyukur dan bekerja keras demi hidup lebih baik kelak.
Tradisi pencucian pusaka atau siraman panjang berlangsung di Keraton Kasepuhan, Senin (4/11/2019) pagi. Pusaka itu berupa 9 piring tabsi, 40 piring pengiring, 2 guci, dan 2 gelas, yang diyakini lebih dari 500 tahun.
Benda berupa keramik dengan kaligrafi itu hanya dicuci setahun sekali, yakni lima Maulud. Pusaka tersebut akan digunakan ketika jamuan makan upacara Panjang Jimat, puncak peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada 12 Maulud, Minggu (12/11).
Tradisi tersebut juga untuk melestarikan kekayaan khazanah budaya Cirebon. Upacara tradisi Maulid Nabi Muhammad diadakan besar-besaran kali pertama pada 1479 saat dipimpin Sunan Gunung Jati, salah satu dari wali sanga atau sembilan tokoh besar penyebar agama Islam di tanah Jawa.
Pencucian diawali saat sekitar 20 orang berpakaian adat membawa pusaka itu dalam balutan kain putih. Ketika disiram air, mereka berselawat dan memanjatkan doa. Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat turut memimpin pencucian pusaka di sebuah ruangan di belakang keraton.
Setelah prosesi siraman panjang, puluhan warga berdesak-desakan masuk ke ruangan demi mengambil air bekas pencucian pusaka. Mereka membawa botol plastik, jeriken, hingga ember. Bahkan, ada yang menyiram tubuhnya dengan air tersebut.
”Rasanya enak dan adem. Selain diminum, air ini juga akan saya siram ke sawah supaya dapat berkah kesehatan dan hasil panen bagus,” kata Saefudin (28), warga Pusakajaya, Kabupaten Subang, Jabar. Bersama 24 orang lainnya, ia menempuh jalan darat dari Kamis pukul 01.00 dan tiba di Keraton Kasepuhan pukul 04.00 demi mendapatkan air basuhan pencucian pusaka.
”Meskipun kaki saya terinjak dan harus berimpitan, saya bersyukur bisa dapat air sekitar 2 liter. Ini kali kedua saya datang,” ujar Saefudin, yang menghabiskan sedikitnya Rp 115.000 untuk transportasi dari Subang ke Cirebon.
Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningrat mengatakan, makna pencucian pusaka adalah setiap orang harus membersihkan diri untuk memulai sesuatu, dalam hal ini menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW.
”Air ini mencuci kaligrafi, kalimat toyiban, dan selawat. Diharapkan air pencucian pusaka itu punya berkah,” katanya.
Setelah pencucian pusaka, keluarga Keraton Kasepuhan menggelar tradisi buka
bekasem. Sebulan lalu, potongan ikan layur seberat 30 kilogram dimasukkan dalam dua gentong. Ikan yang didapatkan dari Celancang, daerah pesisir, tersebut lalu dicampur nasi, gula merah, garam, dan rempah-rempah. Proses ini disebut bekasem.
Setelah sekitar 30 hari didiamkan, ikan itu dibersihkan dan dijemur di atas potongan jerami. Selanjutnya, ikan digoreng dan akan dihidangkan dalam nasi
jimat saat peringatan puncak Maulid Nabi Muhammad SAW, yakni panjang jimat.
”Dulu, para wali biasanya tidak makan daging, tetapi ikan. Makanya,
bekasem-nya ikan. Cirebon juga terkenal sebagai daerah pesisir sehingga lauknya ikan,” lanjut Arief.
Dulu, para wali biasanya tidak makan daging, tetapi ikan. Makanya,bekasem-nya ikan. Cirebon juga terkenal sebagai daerah pesisir sehingga lauknya ikan.
Tradisi menyambut datangnya Maulid Nabi Muhammad SAW juga semarak di Keraton Kanoman, sekitar 1 kilometer dari Keraton Kasepuhan. Selain dimeriahkan pasar rakyat, Rabu (30/10/2019), digelar tradisi tawurji dan ngapem.
Tawurji merupakan sedekah keluarga Keraton Kanoman dengan membagikan koin kepada warga. Sementara ngapem adalah sedekah makanan dalam bentuk apem, kue dari bahan beras yang dihaluskan dan dicampur gula merah.
”Ini merupakan bentuk syukur keluarga Keraton dan upaya menolak segala jenis musibah,” kata juru bicara Keraton Kanoman, Ratu Raja Arimbi.