Vonis Bebas Sofyan Basir, Hakim Abaikan Sejumlah Poin Krusial
KPK mulai mengidentifikasi poin-poin krusial yang tidak dipertimbangkan hakim saat memvonis bebas eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Ini sambil menunggu salinan putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi masih menunggu salinan putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terkait vonis bebas Sofyan Basir yang sebelumnya menjadi terdakwa dalam perkara suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau-1. Meski begitu, dari putusan yang dibacakan hakim, KPK menemukan sejumlah poin krusial yang tak dipertimbangkan hakim.
”Jadi, sampai saat ini, kami belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi di pengadilan, tetapi tentu kami juga tidak boleh berpangku tangan sehingga kami mencermati catatan-catatan yang kami lakukan dan simpan saat pembacaan putusan secara lisan oleh majelis hakim,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Senin (4/11), Direktur Utama PT PLN (Persero) 2016-2018 Sofyan Basir divonis bebas dalam persidangan yang dipimpin oleh Hariono.
Sofyan dinyatakan tidak terbukti memfasilitasi suap sebesar Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Dengan begitu, Sofyan bebas dari segala dakwaan pidana perbantuan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1.
Dari hasil mencermati putusan yang dibacakan hakim, KPK mengidentifikasi sejumlah poin krusial yang tidak dipertimbangkan majelis hakim.
”Ada bukti-bukti yang kami pandang belum dipertimbangkan oleh hakim karena sebenarnya pada persidangan sebelumnya, dengan terdakwa Eni, Sofyan pernah menyampaikan keterangan sebagai saksi bahwa yang bersangkutan (Sofyan) pernah diinformasikan atau mengetahui terkait dengan adanya kepentingan Eni yang diutus partainya untuk mencari pendanaan kegiatan partai politik. Nah, ini belum dipertimbangkan sehingga nanti akan kami uraikan,” papar Febri.
Ada bukti-bukti yang kami pandang belum dipertimbangkan oleh hakim.
Poin lain yang sudah diidentifikasi terkait apa saja dugaan perbuatan dari Sofyan untuk membantu mempercepat penandatanganan kontrak dari PLTU Riau-1. Sebab, kalau dilihat dari kegiatan operasi tangkap tangan pada Juli 2018, sebenarnya yang diinginkan dari suap Kotjo kepada Eni adalah untuk mengurus percepatan penandatanganan proyek PLTU Riau-1.
”Jadi, itu poin-poin yang sudah kami identifikasi hari ini. Meskipun, sekali lagi, KPK belum menerima salinan resmi putusan tersebut dari pengadilan sehingga tentu nanti pernyataan secara formal kasasi ke MA perlu kami tunggu dulu,” ujar Febri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyampaikan kekecewaannya atas vonis bebas kepada Sofyan Basir. Ia meyakini bukti yang dibawa KPK telah solid dalam persidangan, bahkan beberapa kali pada persidangan terdakwa lain, nama Sofyan Basir kerap disebut.
Oleh karena itu, ICW mendorong agar jaksa KPK mengambil langkah kasasi ke MA.
”Vonis bebas kepada terdakwa kasus korupsi mesti diletakkan dalam bingkai pelemahan pada pemberantasan korupsi. Setelah institusi KPK dilumpuhkan, saat ini para terdakwa kasus korupsi pun diberikan keringanan hukuman di persidangan,” tutur Kurnia.