Pemberdayaan Nelayan Kecil Maluku Masih Minim Perhatian
Presiden Joko Widodo diharapkan tetap memprioritaskan pembangunan sektor perikanan di daerah penghasil ikan, seperti Kepulauan Maluku, di masa pemerintahan yang kedua.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diharapkan tetap memprioritaskan pembangunan sektor perikanan di daerah penghasil ikan, seperti Kepulauan Maluku, di masa pemerintahan yang kedua. Pemerintah diminta memberdayakan nelayan kecil yang selama ini belum banyak diperhatikan.
Demikian disampaikan Ketua Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, Ruslan Tawari kepada Kompas di Ambon, Senin (4/11/2019). Harapan itu terkait pergantian kepemimpinan di Kementerian Kelautan dan Perikanan dari Susi Pudjiastuti kepada Edhy Prabowo.
Di Maluku terdapat sekitar 150.000 rumah tangga nelayan. Dari jumlah itu, hanya kurang dari 10 persen yang sudah merasakan program pemberdayaan dari pemerintah.
Padahal, berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, dari sekitar 12 juta potensi perikanan di perairan Nusantara, 30 persen berasal dari perairan Maluku. Provinsi Maluku berada pada tiga wilayah pengelolaan perikanan, yakni Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Seram.
Menurut Ruslan, Susi berhasil memberantas ilegalfishing. Sebanyak 516 kapal asing ditenggelamkan pada era kepemimpinannya. Susi pernah memimpin penenggelaman kapal dari Maluku, tepatnya Desa Morella, Kabupaten Maluku Tengah pada April 2017.
”Susi fokus ke situ dan dia berhasil. Dia meninggalkan sesuatu yang monumental,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada kemimpinan Edhy ini, Ruslan berharap, kedaulatan di laut tetap dijaga. Namun, fokus lebih besar sudah bisa diarahkan pada pemberdayaan nelayan lokal yang masih minim sentuhan.
Ruslan menemukan kondisi itu di sejumlah daerah di Maluku. Di desa binaan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, yakni Desa Kawa, Kabupaten Seram Bagian Barat, banyak nelayan lokal tidak memiliki perahu motor.
Mereka menggunakan perahu dayung kecil. Banyak juga yang terpaksa berutang kepada rentenir dengan bunga tinggi sehingga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan.
Padahal, potensi ikan di perairan Maluku sangat tinggi. Akhir pekan lalu, Kompas mengikuti perjalanan nelayan dari Desa Tial, Kabupaten Maluku Tengah. Perjalanan melaut itu menggunakan perahu dayung dengan panjang 3 meter dan lebar 0,4 meter. Mereka mendayung perahu hingga sekitar 1.000 meter dari bibir pantai.
Setelah lebih kurang 30 menit memancing, empat nelayan itu mendapatkan lebih dari 20 ikan karang yang jika dijual harganya sekitar Rp 1 juta. ”Kalau arusnya bagus, bisa dapat lebih dari 100 ekor. Ikan di sini banyak. Kami tahu tempat ikan-ikan tinggal. Kalau perahu agak lebih besar, hasilnya pasti lebih banyak,” kata Gusti B Rolobessy, nelayan setempat.
Ikan di sini banyak. Kami tahu tempat ikan-ikan tinggal. Kalau perahu agak lebih besar, hasilnya pasti lebih banyak.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Romelus Far Far mengatakan, beberapa kebutuhan pembangunan masa depan perikanan di Maluku sudah disinggung saat dirinya bertemu dengan Edhy Prabowo di Jakarta seusai pelantikan menteri, beberapa waktu lalu.
”Kata Pak Menteri, tidak perlu lewat proses yang berbelit-belit. Langsung saja ke beliau,” ujar Romelus.
Senada dengan Ruslan, Romelus juga berharap agar pemerintah pusat membantu aspek pemberdayaan nelayan lokal. Lebih dari itu, Maluku dapat dijadikan pusat pengelolaan perikanan nasional. Pemerintah pusat dapat mendorong tumbuhnya industri perikanan di Maluku.
Dalam lima tahun terakhir, banyak industri di Maluku mati karena menggunakan kapal eks asing. Kapal itu dilarang. Lewat industri pula, tangkapan nelayan kecil dapat terserap.