Penerbangan langsung yang menghubungkan Manado dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud terhenti selama sebulan terakhir.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Penerbangan langsung yang menghubungkan Manado dengan Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud terhenti selama sebulan terakhir. Akibatnya, aktivitas pemerintahan hingga bisnis di dua wilayah terluar Sulut itu terhambat. Perjalanan dengan kapal yang mencapai belasan jam dinilai tidak efektif.
Dihubungi dari Manado, Senin (4/11/2019), Bupati Kepulauan Sangihe Jabes Gaghana mengatakan, penerbangan Wings Air yang menghubungkan Bandara Naha, Tahuna, dengan Bandara Sam Ratulangi setiap hari terhenti sejak 3 Oktober lalu. Perjalanan udara 45 menit harus digantikan dengan kapal motor berdurasi lebih kurang 10 jam.
”Ini mengganggu sekali. Pemkab tidak bisa datang jika ada undangan rapat mendadak dari pemprov. Minimal harus berangkat semalam sebelumnya. Itu pun kalau tidak terganggu cuaca, terutama di akhir tahun saat musim ombak,” kata Jabes.
Kegiatan perekonomian juga terganggu. Saat ini, sedang berlangsung pembangunan hotel berbintang 3 dengan nilai investasi Rp 300 miliar demi mendukung pariwisata. Pengusaha pun mulai mengeluhkan penghentian penerbangan bukan hanya karena mengganggu bisnis, melainkan juga dianggap mengurangi minat wisatawan.
Sebelumnya, tiket pesawat dari Tahuna ke Manado berkisar Rp 500.000-Rp 800.000, sementara tiket kapal Rp 300.000. Penerbangan dihentikan karena keterisian kursi rendah.
”Sangihe ada di perbatasan. Kalau aksesibilitas rendah, kami yang sudah terisolasi akan semakin terpuruk. Saya harap masalah ini segera teratasi karena Pak Presiden (Joko Widodo) sudah berjanji mau membangun infrastruktur dan transportasi dari wilayah terluar,” katanya.
Hal senada disampaikan Pelaksana Harian Bupati Talaud Adolf Binilang. Penerbangan pesawat ATR 72 Wings Air antara Melonguane dan Manado selama 1 jam harus digantikan kapal motor selama 15-17 jam.
Harga tiket pesawat berkisar Rp 1 juta-Rp 1,2 juta, sedangkan kapal Rp 250.000-Rp 500.000. Pesawat terbang setiap hari, sedangkan kapal berlayar tiga kali sepekan.
”Untuk menghadiri acara hari Selasa, saya sudah harus berangkat sejak Sabtu. Nanti kembali Rabu, baru sampai di Melonguane hari Kamis. Ini sangat tidak efisien. Pemkab lebih memilih mahal, tetapi cepat,” ujar Adolf.
Ini sangat tidak efisien. Pemkab lebih memilih mahal tapi cepat. (Adolf Binilang)
Pebisnis perikanan Talaud mengeluh karena kualitas ikan terancam menurun karena perjalanan panjang. Adolf juga mengkhawatirkan warga yang sakit dan membutuhkan pertolongan medis segera. ”Banyak pasien yang dirujuk ke Manado,” katanya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kepulauan Talaud Aripatria Pandesingka juga mengkhawatirkan dampak penutupan rute Manado-Melonguane. Pemilihan gubernur pada September 2020 terancam terhambat oleh penyaluran logistik.
Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro mengatakan, rute Manado-Tahuna dan Manado-Melonguane ditutup karena maskapai terus merugi. Dari total 78 kursi, tingkat keterisian selalu di bawah 50 persen. Harga tiket yang mahal ia nilai tak sesuai dengan daya beli masyarakat.
Mahalnya harga tiket disebabkan tingginya biaya operasional, terutama avtur. Harga avtur di Bandara Sam Ratulangi Rp 10.080, lebih mahal dibandingkan dengan Bandara Soekarno-Hatta yang sebesar Rp 7.970. ”Wings Air akan terbang di dua rute itu lagi kalau harga avtur sudah diturunkan,” kata Danang.
Danang tidak mengungkap jumlah kerugian yang diderita Lion Air sebagai operator Wings Air di dua rute tersebut. Untuk sementara, pesawat yang tadinya melayani kedua rute itu akan dipindahkan ke penerbangan di Jawa dengan pertimbangan harga avtur yang rendah.
Vice President of Corporate Communications Pertamina Fajriyah Usman tak menjawab ketika dihubungi untuk dimintai tanggapan tentang perbedaan harga avtur di Jakarta dan Manado.
Belum ada solusi
Direktur Angkutan Udara Kemenhub Kristi Endah Murni mengatakan, rendahnya keterisian kursi membuat Wings Air terus merugi. Ia belum bisa memastikan kapan penerbangan bisa kembali dibuka.
Pemerintah tidak memiliki acuan hukum untuk membiayai penerbangan komersial yang keterisiannya rendah. ”Subsidi cuma bisa diberikan untuk penerbangan perintis. Kami tidak bisa membuka tahun ini karena sudah akan pergantian tahun,” katanya.
Untuk sementara, Kristi meminta pemkab dan pemprov bekerja sama langsung dengan Wings Air. ”Ada berbagai macam bentuk kerja sama secara bisnis. Saya minta pemda berupaya dulu,” katanya.
Pemkab Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud sudah meminta bantuan pada Pemprov Sulut, Direktorat Jenderal Hubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan Lion Air. Namun, belum ada solusi yang disepakati.
Bupati Sangihe menyatakan terbuka pada kesepakatan bisnis antara pemkab dan operator Wings Air. Adapun Plh Bupati Talaud berharap ada alternatif seperti pengurangan jadwal penerbangan atau penyatuan rute Manado-Tahuna-Melonguane.
Kepala Dinas Perhubungan Sulut Lynda Watania mengatakan, pemprov juga telah menyurati Kemenhub, Lion Air, dan Pertamina, tetapi belum ada balasan. ”Untuk mencari alternatif, kami juga menyurati Garuda Indonesia,” katanya.