Badan Usaha Milik Desa hendaknya lebih jeli melihat potensi di daerahnya, sehingga peran BUMDes bisa lebih optimal. Dengan demikian, BUMDes juga berperan optimal dalam mengembangkan perekonomian di desa.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Badan Usaha Milik Desa hendaknya lebih jeli melihat potensi di daerahnya, sehingga peran BUMDes bisa lebih optimal. Dengan demikian, BUMDes juga berperan optimal dalam mengembangkan perekonomian di desa.
“Tidak mungkin desa dibentuk tanpa potensi. Kalau desa potensinya tidak jelas bubar saja bergabung dengan desa lain. Potensi inilah modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk bergerak,” ujar Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, saat menghadiri kuliah umum “Peningkatan dan Pengembangan Ekonomi Menuju Desa Mandiri” di Aula Magister Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak, Rabu (6/11/2019).
Untuk peningkatan perekonomian di desa, BUMDes harus ada dan betul-betul dikembangkan. Ada yang sudah bagus di Kalbar, ada yang mengembangkan bisnis elpiji dan juga perkebunan karena ada yang memiliki lahan perkebunan 30 ha.
Contoh lainnya, di Desa Rasau Jaya 3, Kabupaten Kubu Raya ada Rajati Flower Gerden. Desa tersebut kreatif memanfaatkan parit sebagai destinasi wisata dengan tanaman bunga di sekitarnya. Ada juga perahu engkol di destinasi wisata itu.
“Hal itu bahkan mendorong masyarakat tidak membuang sampah ke parit. Selain itu, membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Kelihatannya sederhana tetapi dampaknya besar. Artinya, kalau diatur orang yang paham, desa akan bagus,” ujarnya.
BUMDes juga bisa berperan dalam memperpendek jalur distribusi dan pemasaran produk lokal. Harga karet di tingkat petani misalnya Rp 5.000 - Rp 6.000 per kg. Padahal sebetulnya di pabrik bisa mencapai Rp 11.000 per kg. Harga karet di petani rendah karena rantai distribusi yang panjang. Ada banyak penampung.
BUMDes bisa membeli produk unggulan desa, sehingga masyarakat bisa menikmati harga yang lebih tinggi. BUMDes bisa membangun kerja sama dengan pabrik-pabrik. BUMDes pun bisa mendapat keuntungan dan kemudian untuk pengembangan desa.
Hal itu bahkan mendorong masyarakat tidak membuang sampah ke parit. Selain itu, membuka lapangan kerja bagi masyarakat di sekitarnya. Kelihatannya sederhana tetapi dampaknya besar. Artinya, kalau diatur orang yang paham, desa akan bagus, ujar Sutarmidji
“Banyak hal yang bisa dilakukan desa. Namun, ada juga desa yang meskipun sudah membuat suatu inovasi, tetapi untuk kelanjutannya ada yang binging. Maka, untuk pengembangan desa terus menerus, konsep desa mandiri selalu didorong,” kata Sutarmidji.
Desa-desa pun terus didorong membangun BUMDes. Dari 2.031 desa di Kalbar BUMDes baru ada sekitar 200 BUMDes betul-betul aktif. Tahun depan BUMDes mulai dinilai. BUMDes yang bagus akan diberi hibah Rp 50 juta - Rp 100 juta untuk memacu semangat warga desa.
Semua desa harus punya BUMDes. Hampir sebagian desa di Kalbar ada perkebunan sawit. Pasokan kebutuhan perkebunan bisa dikelola BUMDes. Selain itu, bisa juga kontrak berbagai bidang.
“Potensi desa banyak yang bisa diolah. Sebagai contoh, potensi durian di Kalbar juga banyak di desa-desa yang bisa mendatangkan keuntungan. Potensi desa pasti ada yang penting kreatif,” paparnya.
Staf Ahli Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Condrad Hendrarto, menuturkan, secara nasional peningkatan perekonomian di desa sangat penting karena kemiskinan di desa masih lebih tinggi daripada di kota. Misalnya Maret 2019 kemiskinan di desa 12,85 persen sedangkan di kota 6,69 persen.
Kemudian, jika dilihat dari pendapatan per kapita di desa semakin meningkat, misalnya 2017 sebesar Rp 780.593 dan pada 2018 sebesar Rp 827.429. Meskipun demikian, itu masih lebih rendah dari upah minimum provinsi. Di Kalbar upah minimum provinsi sekitar Rp 2,3 juta.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi juga memfasilitasi aparatur desa untuk belajar jarak jauh melalui Akademi Desa 4.0. Akademi Desa 4.0 ini untuk mengisi kesenjangan kompetensi masyarakat desa dan dikembangkan sebagai ekosistem pengetahuan desa, yang terintegrasi dengan lembaga pelatihan, perguruan tinggi dan lembaga lainnya.
Jika harus mendatangi desa satu per satu sangat jauh. Maka bisa disiasati dengan belajar secara daring. Jangkauannya pun luas. Perguruan tinggi juga diminta berpartisipasi dalam membangun desa melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.