Duterte dan Wapresnya Berselisih soal Strategi Pemberantasan Narkoba
Dalam wawancara dengan ”Reuters” pada 23 Oktober 2019, Wapres Robredo mengatakan, pemberantasan narkoba di Filipina menarget warga miskin, dan polisi diizinkan menyalahgunakan wewenang mereka.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·3 menit baca
MANILA, RABU — Presiden Filipina Rodrigo Duterte berkonflik dengan Wakil Presiden Filipina Maria Leonor ”Leni” Robredo soal penanganan masalah narkoba. Robredo, yang juga pemimpin oposisi, mengkhawatirkan jumlah orang yang tewas dalam kampanye anti-narkotika semakin besar. Ia mengatakan, dibutuhkan pendekatan baru untuk mengatasi persoalan narkoba di Filipina.
Pada Selasa (5/11/2019) lalu, Duterte menunjuk Robredo sebagai ”Drug Tsar” atau ”Kaisar melawan narkoba”, orang yang bertugas untuk mengatasi persoalan obat-obat terlarang di Filipina.
Konflik antara Duterte dan Robredo mencuat setelah ada pernyataan kritis dari Robredo selama wawancara dengan kantor berita Reuters dan dalam wawancara dengan media lainnya. Pernyataan kritis Robredo ini membuat Duterte marah dan memicu kemarahan para pendukung Duterte pada Robredo.
Dalam wawancara dengan Reuters pada 23 Oktober 2019, Robredo mengatakan bahwa pemberantasan narkoba itu menarget warga miskin dan polisi diizinkan menyalahgunakan wewenang mereka. Ia menambahkan, bantuan internasional sangat diperlukan, termasuk dari PBB dan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) jika Pemerintah Filipina menolak untuk mengubah taktik dalam menangani persoalan narkoba di Filipina.
Di Filipina, meskipun menjabat sebagai wakil presiden Filipina, Robredo tidak memiliki peran dalam pemerintahan di negara itu.
Juru bicara Duterte mengatakan bahwa keputusan Duterte untuk menjadikan Robredo sebagai ketua bersama komite antarlembaga melawan narkotika adalah keputusan yang sungguh-sungguh, dan bukan langkah sinis untuk mendiskreditkannya.
Upaya kambing hitam
Terkait penunjukan dirinya tersebut, Robredo belum berkomentar. Juru bicara Robredo pada pekan lalu mengatakan bahwa upaya Duterte memberi Robredo jabatan tersebut dinilai sebagai upaya untuk menjadikan Robredo kambing hitam atas kritik terhadap kekurangan langkah anti-narkoba di Filipina.
Perang melawan narkoba yang dicanangkan Duterte menuai protes internasional. Ribuan orang tewas tanpa melalui proses pengadilan. Langkah Duterte disebut kelompok pegiat hak asasi manusia sebagai eksekusi sistematis dan ditutup-tutupi polisi Filipina. Polisi Filipina menolak tuduhan itu.
Perang melawan narkoba yang dicanangkan Duterte telah menuai protes internasional. Ribuan orang tewas tanpa melalui proses pengadilan.
Terkait penanganan masalah narkoba, Duterte sangat marah terhadap resolusi Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juli lalu yang akan menyelidiki pembunuhan terkait langkah anti-narkoba di Filipina.
Tahun lalu, Duterte menarik keanggotaan Filipina dari Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) setelah ICC menggelar pemeriksaan pendahuluan atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang melawan narkoba di Filipina.
”Dengan perkembangan ini, istana kepresidenan mengandaikan para pengkritik akhirnya akan melihat ketulusan presiden dalam memberikan tawaran semacam itu,” kata juru bicara kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, dalam sebuah pernyataan.
Dia mengatakan, keputusan pembentukan komite antarlembaga melawan narkotika itu dibuat dengan harapan bahwa pemerintah akan berhasil memerangi kekejaman yang disebabkan oleh penggunaan dan perdagangan narkotika ilegal, terlepas dari siapa yang berkontribusi besar terhadap keberhasilan tersebut.
Kritik pegiat HAM
Para aktivis hak asasi manusia mengatakan, polisi Filipina beroperasi dengan impunitas dan dengan dukungan diam-diam dari seorang presiden yang pernah mengatakan bahwa perang narkoba tersebut akan membunuh 100.000 orang. Polisi menyatakan, mereka telah membunuh hampir 7.000 tersangka narkoba yang menolak ditangkap. Namun, polisi menyangkal terlibat dalam pembunuhan misterius ribuan pengguna narkoba lainnya.
Dalam wawancara dengan Reuters, Robredo mengatakan, terlalu banyak orang terbunuh, sementara tidak ada bukti terjadi penurunan pasokan atau penggunaan narkoba. ”Kami bertanya pada diri sendiri, \'Mengapa ini masih terjadi?\'. Presiden telah membuat ancaman yang sangat serius terhadap sindikat narkoba, kepada para raja narkoba, namun masih saja terjadi. Jadi jelas, itu tidak berhasil,” kata Robredo dalam wawancara itu.
Panelo mengatakan, Presiden Duterte telah mengarahkan semua lembaga untuk mendukung Robredo. ”Jika dia mengkritik perang narkoba sebagai tidak efektif, harus ada ide di benaknya untuk membuatnya efektif,” kata Panelo kepada saluran berita ANC. (REUTERS)