Ekspor Jeblok, Pemerintah Tempel China dan Sasar Negara Perbatasan
Ekspor Indonesia hingga triwulan III-2019 terpuruk dan minim kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah berupaya mendorong ekspor dengan menempel China dan menyasar negara-negara perbatasan.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspor Indonesia hingga triwulan III-2019 terpuruk dan minim kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kementerian Perdagangan berupaya mendorong pertumbuhan ekspor melalui berbagai upaya, terutama menyasar kawasan perbatasan dan memperkuat relasi dengan China.
Badan Pusat Statistik menunjukkan, Perekonomian Indonesia triwulan III-2019 tumbuh 5,02 persen, terendah dalam empat tahun terakhir. Pada periode itu, pertumbuhan investasi, ekspor, dan konsumsi pemerintah terkontraksi cukup dalam dibandingkan dengan periode sama 2018.
Secara khusus, ekspor tumbuh melambat dari 8,08 persen pada triwulan III-2018 menjadi 0,02 persen triwulan III-2019. Kontribusi ekspor terhadap produk domestik bruto sebesar 18,75 persen.
Hal itu terjadi karena kinerja ekspor turun drastis. Neraca perdagangan Januari-September 2019 defisit 1,95 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Dody Edward, Rabu (6/11/2019), mengatakan, Indonesia memiliki perbatasan darat dan laut dengan negara-negara lain. Di wilayah perbatasan darat, Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Niugini, dan Timor Leste.
Untuk wilayah laut, Indonesia berbatasan dengan India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Niugini. Potensi kedekatan wilayah ini dapat dioptimalkan guna mendorong ekspor.
”Sesuai arah pengembangan kawasan perbatasan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025, wilayah-wilayah perbatasan akan dikembangkan agar dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga,” katanya.
Wilayah-wilayah perbatasan akan dikembangkan agar dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga.
Indonesia, lanjut Dody, telah melakukan beberapa strategi untuk mengembangkan pengembangan daerah perbatasan. Upaya-upaya itu antara lain pembangunan pos lintas batas negara (PLBN) di perbatasan, pembukaan kawasan ekonomi khusus (KEK), dan pembangunan trayek tol laut.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Direktorat Jenderal PEN Kemendag Marolop Nainggolan mengatakan, pemerintah tengah menyusun regulasi perdagangan ekspor dan impor untuk tujuh kawasan PLBN. PLBN itu ada di Provinsi Kalimantan Barat (Entikong, Badau, dan Aruk), Nusa Tenggara Timur (Motaain, Motamassin, dan Wini), serta Provinsi Papua (Skouw).
”Perlu adanya perhatian khusus terhadap penentuan batasan ekspor perbatasan. Tidak hanya fokus dengan perbatasan Indonesia-Malaysia, tetapi juga perbatasan Indonesia-Filipina dan Indonesia-Timor Leste,” ujarnya.
Di tengah perang dagang Amerika Serikat-China, Indonesia berupaya mendekati China untuk memanfaatkan peluang peningkatan ekspor ke negara tersebut. Salah satunya dengan mengikuti pameran China International Import Expo (CIIE) 2019 di National Exhibition and Convention Center (NECC), Shanghai, China, 5-10 November 2019.
CIIE merupakan pameran produk impor yang diselenggarakan Departemen Perdagangan China (MOFCOM) yang menempati area seluas 500.000 meter persegi. Pameran ini menampilkan beragam produk impor dari 172 negara dan ditargetkan dikunjungi lebih dari 150.000 orang.
Sebanyak 17 perusahaan Indonesia berpartisipasi dalam pemeran itu. Mereka bergerak di bidang industri kelapa sawit, kopi, teh, sarang burung walet, makanan dan minuman, aneka bumbu, biofuel, serta bijih plastik.
Dody mengatakan, China merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia. Total perdagangan Indonesia-China pada 2018 sebesar 72,7 miliar dollar AS. Sementara pada Januari-Agustus 2019 total perdagangan kedua negara 45,9 miliar dollar AS.
”Produk utama ekspor nonmigas Indonesia ke China di antaranya batubara muda, minyak kelapa sawit dan turunannya, batubara, bubur kayu kimia, feronikel, batubara bitumen, serta bijih nikel dan konsentrat,” katanya.
BPS mencatat, pada Januari-September 2019 neraca perdagangan Indonesia terhadap China defisit 13,99 miliar dollar AS. Nilai defisit itu meningkat tipis dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar 13,96 miliar dollar AS.