Tidak ada kepantasan diplomatik yang dicederai ketika ASEAN mengirim para menteri luar negeri di KTT ASEAN-AS. Namun, jelas ini potret renggangnya ASEAN-AS.
Salah satu momen yang disorot dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-35 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Bangkok, Thailand, 2-4 November, adalah KTT ASEAN-Amerika Serikat (AS), Senin (4/11/2019). KTT itu merupakan salah satu pertemuan puncak terkait KTT ASEAN, ajang pemimpin ASEAN duduk satu meja membahas isu-isu kawasan dengan pemimpin negara atau pihak mitra wicara. ASEAN juga memiliki forum serupa dengan China, Jepang, India, Rusia, Korea Selatan, PBB, dan lain-lain.
Sesuai namanya, KTT atau pertemuan puncak (summit), KTT ASEAN-AS semestinya dihadiri kepala negara atau kepala pemerintahan. AS hanya mengirim pejabat level penasihat keamanan nasional—bukan menteri luar negeri—Robert O’Brien. Langkah AS menurunkan level utusannya diimbangi, untuk tak menyebut dibalas, oleh ASEAN. Hanya tiga kepala pemerintahan hadir di pertemuan itu, yakni tuan rumah Thailand, Vietnam yang akan menjadi Ketua ASEAN 2020, dan Laos. Tujuh negara ASEAN lainnya mengutus menlu, termasuk Singapura—yang dekat dengan AS—dan Indonesia.
Mengutip sumber diplomat yang tak diungkapkan namanya, kantor berita Associated Press (AP) dan Kyodo melaporkan, pejabat AS khawatir pada aksi boikot seperti itu dan mengimbau para pemimpin ASEAN hadir dalam KTT ASEAN-AS. Namun, sebagian besar pemimpin ASEAN memilih hadir pada pertemuan lain. Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong, seperti diberitakan The Straits Times, memilih bertemu PM Australia Scott Morrison. Presiden Joko Widodo menggelar rapat dengan para menterinya sebagai persiapan pertemuan dengan Morrison dan pemimpin negara lainnya.
Walhasil, KTT ASEAN-AS terasa seperti bukan pertemuan puncak. Apakah langkah pemimpin ASEAN bisa disebut aksi boikot, seperti bunyi pesan pejabat AS pada ASEAN yang dibocorkan sumber diplomat pada AP dan Kyodo? Dari segi protokol diplomatik, tak ada kepantasan yang ditabrak ASEAN dalam pertemuan itu sebab AS mengirim penasihat keamanan saja. Menteri Keuangan Filipina Carlos Dominguez, seperti dikutip Kompas, Selasa (5/11/2019), menyebut isu kepantasan untuk menjelaskan pemimpin ASEAN akan hadir andai sejawat mereka (Presiden AS Donald J Trump) datang di Bangkok.
Tak bisa dimungkiri, momen itu bisa dibaca sebagai ilustrasi renggangnya hubungan ASEAN dan AS. Hal itu bukan sesuatu yang baru dalam sejarah ASEAN-AS. Sempat begitu akrab pada era Perang Dingin, menjauh pasca-era Perang Dingin, dan lalu mendekat lagi pasca-serangan teror 11 September 2001, hubungan ASEAN-AS mengalami pasang-surut. Di era Trump, hubungan itu merenggang. Perhatian AS di Asia Pasifik lebih terfokus pada rivalitas dengan China. Terlepas dari itu, AS tetap menjadi mitra penting bagi ASEAN, terutama untuk menjadi penyeimbang pengaruh China di kawasan ini.