BALIKPAPAN, KOMPAS – Masyarakat yang bergantung hidup dari air Waduk Samboja, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, meminta pemerintah dan penegak hukum menindak tambang batu bara ilegal yang masuk kawasan hijau Waduk Samboja. Mereka khawatir sumber air yang mereka gunakan tercemar limbah tambang batu bara. Polisi berjanji akan menindaklanjuti kasus ini.
Akhir Oktober 2019, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Wilayah (BWS) Sungai Kalimantan III dan Kompas meninjau lahan hijau di sisi barat Waduk Samboja. Wilayah konservasi itu sudah gundul sekitar 3 hektar. Pepohonan ditebang dan tanahnya digali untuk tambang batu bara. Papan tanda wilayah konservasi di sekitar waduk ditumbangkan.
Meski sempat berhenti beroperasi, tambang ilegal itu masih beroperasi hingga kini. “Mereka beroperasi ketika malam hari. Mereka selalu kucing-kucingan dengan penjaga waduk. Suatu hari pernah ketahuan, kemudian tidak beroperasi. Sekarang mereka beroperasi lagi,” kata PPNS BWS Kalimantan III Sudaryanto, Rabu (11/6/2019).
Tambang itu sudah masuk lebih dari 200 meter kawasan hijau waduk yang dilindungi. Bahkan, salah satu ujung galian berada sekitar 50 meter dari bibir waduk. Kawasan yang ditambang ini perlu dijaga guna menjaga kualitas air dan menjadi daerah resapan air.
Mereka beroperasi ketika malam hari. Mereka selalu kucing-kucingan dengan penjaga waduk. Suatu hari pernah ketahuan, kemudian tidak beroperasi. Sekarang mereka beroperasi lagi, kata Sudaryanto
Waduk seluas 1.167 hektar ini berfungsi sebagai penyedia air irigasi dan air baku masyarakat sekitar Samboja. Masyarakat Desa Karya Jaya dan Desa Wonotirto menggunakan untuk mandi, cuci, budidaya ikan, minum ternak, dan irigasi pertanian. Air dari waduk menjadi sumber satu-satunya air bersih masyarakat sebab air dari tanah sulit didapatkan di sana.
Saat ini, sekitar 300 hektar lahan pertanian menggunakan air waduk untuk irigasi. Selain itu, 100 keluarga sudah mengalirkan air itu ke rumah mereka. Selebihnya, lebih dari 1.000 keluarga memanfaatkan air itu dari saluran yang tersambung ke sekolah, pusat pemerintahan desa, dan tempat ibadah.
Menyusuri desa di sekitar Waduk Samboja, mudah didapati sawah dan kandang sapi. Masyarakat di sana mayoritas transmigran tahun 1970-an dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hingga saat ini, sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak.
Mengandalkan air waduk
Wagiman (63), petani di Desa Karya Jaya, hanya mengandalkan air itu untuk irigasi sawahnya seluas 1,5 hektar. Kabar pertambangan ilegal yang sudah memasuki kawasan Waduk Samboja membuatnya khawatir. Ia takut hasil pertaniannya semakin berkurang. Sekali panen, ia hanya mampu menghasilkan maksimal 4 ton beras dengan berbagai gangguan hama dan cuaca.
“Di sini tanahnya tidak sebagus di Jawa, jadi hasilnya tidak bisa banyak. Kalau airnya bermasalah, kami bisa semakin terjepit,” ujar Wagiman.
Selain untuk pertanian, warga juga memanfaatkannya untuk peternakan sapi. Peternakan sapi butuh banyak air untuk minum sapi setiap hari. Paino (42), misalnya. Ia hanya mengandalkan air yang bersumber dari Waduk Samboja untuk asupan air 30 ekor sapinya.
“Itu satu-satunya sumber air untuk peternakan sapi saya. Saya pernah coba membuat sumur bor, tetapi airnya berminyak dan bau. Kami berharap, Waduk Samboja tetap lestari karena itu satu-satunya sumber air bersih kami,” kata Paino.
Ikan berkurang
Tambang batu bara di sekitar Waduk Samboja sudah ada sejak tahun 2016, meski belum memasuki kawasan konservasi. Sejak 2018, tambang ilegal itu mulai masuk kawasan hijau waduk. Ini dikhawatirkan merusak kualitas air waduk yang dibangun bertahap sejak 1959 itu.
Kepala Pengelola Unit Bendungan BWS Kalimantan III Arman Efendi mengatakan, pihaknya akan melakukan penelitian kualitas air terbaru dan studi sempadan Waduk Samboja. Sebab, sejak rusaknya sekitar kawasan hijau Waduk Samboja, ikan di waduk mulai berkurang. Selain itu, air limpasan waduk yang sebelumnya terjadi dua kali setahun, saat ini hanya sekali setahun.
“Berkurangnya jumlah limpasan itu menandakan ketersediaan air di waduk mulai berkurang. Selain itu, ditakutkan akan terjadi sedimentasi waduk dari galian tambang yang hanyut ke waduk,” kata Arman.
Wilayah yang ditambang ini berada di balik hutan sisi selatan waduk, sedangkan pos penjagaan berada di sisi utara. Penjaga waduk harus menyeberang menggunakan perahu kayu untuk berpatroli ke tempat tambang ilegal itu.
BWS Kalimantan III sudah melaporkan kegiatan tambang batu bara ilegal ini ke kepolisian dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sejak 2018. Namun, tambang itu masih saja beroperasi hingga saat ini. Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Polisi Ade Yaya Suryana mengatakan, akan mengecek laporan tambang ilegal itu.
“Kami akan cek dan menindaklanjut laporan itu,” ujar Ade.