Wakil Menteri, antara Jabatan Politik dan Struktural
Ibarat pelayaran, wakil menteri merupakan mualim yang bertanggung jawab atas navigasi. Arah dermaga yang hendak dicapai nakhoda turut bergantung pada kecakapan seorang mualim sehingga kapal dapat membuang sauh di tempat tujuan.
Dalam pelayaran, nakhoda dibantu beberapa mualim, yakni perwira kapal bagian dek yang setingkat lebih rendah dari nakhoda. Selama pelayaran, mualim dapat menggantikan nakhoda dalam mengendalikan kapal.
Mualim juga memiliki tanggung jawab tak kalah berat dengan nakhoda. Selain mengawasi pekerjaan anak buah kapal, mualim juga memegang kendali peralatan komunikasi, navigasi, dan persiapan rute pelayaran.
Kendali kapal hingga mencapai tujuan turut berada di pundak mualim. Komunikasi dua arah dengan nakhoda dan anak buah kapal harus dilakukan demi menjamin tercapainya tujuan pelayaran.
Dalam sebuah lembaga pemerintahan, posisi mualim serupa dengan jabatan wakil menteri. Tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah kementerian turut bergantung pada kecakapan wakil menteri. Komunikasi dua arah harus dilakukan, baik dengan menteri maupun pejabat eselon, demi memastikan tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Wakil menteri merupakan posisi strategis dalam menggerakkan roda pemerintahan. Tanggung jawab dan tugas wakil menteri diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Di dalamnya terdapat sembilan tugas utama yang diemban sang pembantu menteri.
Selain membantu menteri mengimplementasikan program kerja presiden dan wakil presiden, wakil menteri bertugas mengendalikan reformasi birokrasi di lingkungan kementerian. Artinya, wakil menteri harus mengenal lingkungan kementerian agar reformasi birokrasi berjalan sesuai target.
Masih berkaitan dengan birokrasi, wakil menteri juga membantu menteri menentukan jabatan di lingkungan kementeriannya. Tentu, seorang mualim tak dapat serta-merta menugasi juru masak kapal untuk menjadi kelasi. Begitu pula dengan seorang wakil menteri, yang harus benar-benar mengenal sumber daya di dalam kementerian agar tak salah menempatkan orang untuk sebuah posisi strategis.
Wakil menteri harus siap melaksanakan tugas khusus yang diberikan secara langsung oleh presiden. Persis seperti mualim yang harus siap menggantikan nakhoda dalam keadaan apa pun.
Dengan rangkaian tugas ini, wakil menteri tentu harus memiliki kemampuan memahami seluk-beluk kementerian yang dipimpinnya. Apalagi, posisi menteri merupakan jabatan politik yang dibatasi masa kerja sehingga perlu pendamping yang benar-benar memahami isi sebuah kementerian.
Lantas, apakah wakil menteri harus dijabat oleh pejabat struktural dari lingkungan pemerintahan?
Komposisi
Berkaca dari pemerintahan sebelumnya, posisi wakil menteri kerap dijabat kalangan profesional nonpartai. Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, dari 18 wakil menteri yang menjabat hingga pertengahan 2012, posisi ini diisi kalangan profesional nonpartai, baik akademisi maupun pejabat struktural dari lingkungan kementerian.
Posisi wakil menteri perindustrian, misalnya, dijabat Alex Retraubun yang merupakan Guru Besar Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon. Alex adalah pejabat karier yang sebelumnya menjabat sebagai direktur pemberdayaan pulau-pulau kecil di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Begitu pula posisi wakil menteri perdagangan yang dijabat Bayu Krisnamurthi.
Sebelum menjabat sebagai wakil menteri, Bayu mengemban amanah sebagai deputi menko perekonomian bidang pertanian dan kelautan.
Hal yang sama dilakukan Presiden Joko Widodo pada periode pemerintahan 2014-2019. Posisi wakil menteri diberikan kepada kalangan profesional nonpartai. Ada tiga kementerian yang diberikan pos jabatan wakil menteri, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian Luar Negeri.
Dari ketiganya, dua wakil menteri merupakan pejabat karier, yakni Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo dan Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir.
Mardiasmo merupakan pejabat karier dalam lingkungan pemerintahan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai direktur jenderal perimbangan keuangan (2006-2010). Sejak tahun 2010 hingga 2014, Pak Mo, sapaan akrabnya, dipercaya memangku jabatan kepala badan pengawasan keuangan dan pembangunan.
Demikian pula Abdurrahman Mohammad Fachir. Sebelum menjabat sebagai wakil menteri luar negeri, ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (2012-2014). AM Fachir juga pernah menjadi Duta Besar RI untuk Mesir pada era pemerintahan Yudhoyono.
Satu-satunya pos wakil menteri yang tidak diduduki pejabat karier adalah wakil menteri energi dan sumber daya mineral. Posisi ini dijabat Arcandra Tahar yang dilantik Jokowi sebagai wakil menteri pada 14 Oktober 2016.
Arcandra merupakan profesional yang lama bekerja di luar negeri. Ia pernah bekerja sebagai Asisten Peneliti Offshore Technology Research Center (1997-2001) dan Presiden Asia Pacific AGR Deepwater Development System (2007-2009).
Pada periode kedua pemerintahannya, Presiden Jokowi memilih wakil menteri dengan komposisi yang berbeda. Dari 12 wakil menteri yang dilantik, lima wakil menteri berasal dari kalangan partai politik pengusung Jokowi dalam Pilpres 2019, yakni PDI-P, Golkar, PPP, PSI, dan Perindo. Adapun tujuh jabatan wakil menteri lainnya berasal dari dua latar belakang yang berbeda, yakni profesional nonpartai (5 orang) dan tim sukses saat Pilpres 2019 (2 orang).
Dari kalangan profesional nonpartai, dapat dikatakan wakil menteri yang diangkat bertugas di bidang yang sesuai dengan pengalaman pekerjaan sebelumnya. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, misalnya, adalah bekas Kepala Program Studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia dan menjabat sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal sejak tahun 2016.
Latar belakang serupa dimiliki Wakil Menteri BUMN yang kini dijabat Budi Gunadi Sadikin dan Kartika Wirjoatmodjo. Keduanya merupakan direktur utama di perusahaan BUMN. Budi Gunadi sejak 2017 menjabat sebagai Dirut Inalum, sedangkan Kartika Wirjoatmodjo dipercaya sebagai Dirut Bank Mandiri sejak 2016.
Dasar hukum
Dibandingkan dengan masa pemerintahan Yudhoyono, terdapat perbedaan komposisi jabatan wakil menteri dengan periode kedua pemerintahan Jokowi. Partai politik kini memperoleh porsi untuk mengisi pos jabatan tersebut.
Perubahan komposisi disebabkan perbedaan landasan hukum terkait kementerian negara. Sebelum tahun 2012, pengangkatan wakil menteri diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Pada Pasal 10 undang-undang ini, presiden dapat mengangkat wakil menteri jika terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus. Dalam bagian penjelasan ditegaskan, wakil menteri merupakan pejabat karier dan bukan merupakan anggota kabinet.
Namun, bagian penjelasan untuk Pasal 10 dalam UU ini dihapus Mahkamah Konstitusi pada 5 Juni 2012. Penjelasan pasal ini dinilai bertentangan dengan konstitusi sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Konsekuensi dari putusan MK adalah perubahan bangunan struktur jabatan wakil menteri. Jabatan yang sebelumnya diemban pejabat karier berubah menjadi political appointee atau jabatan politik. Putusan inilah yang menjadi landasan legal bagi presiden untuk menunjuk wakil menteri selain dari pejabat karier.
Namun, apa pun latar belakangnya, wakil menteri tetaplah seperti mualim yang tidak dapat mengubah arah pelayaran sesuka hati. Di atasnya terdapat nakhoda kapal yang bertanggung jawab penuh terhadap pelayaran.
Kini, suling kapal telah berbunyi, menandakan pemerintah siap mengangkat sauh, memulai pelayaran ke dermaga yang dituju. Akankah posisi wakil menteri membantu gerak cepat laju program pemerintah atau justru memperpanjang rantai birokrasi?
(Litbang Kompas)