40 Tahun Pendudukan Kedubes AS di Teheran, Akar Permusuhan Abadi Iran-AS
Krisis sandera oleh mahasiswa Iran di kantor Kedutaan Besar AS di Teheran tahun 1979 merupakan satu-satunya penjelasan terbaik mengapa AS dan Iran berada di jalan buntu dan permusuhan abadi seperti saat ini.
Oleh
ELOK DYAH MESSWATI
·4 menit baca
Hari Senin (4/11/2019), suasana di beberapa kota di Iran terasa seperti dalam suasana revolusi tahun 1979. Di ibu kota Teheran, misalnya, ribuan orang berkumpul dan berunjuk rasa di luar gedung bekas Kedutaan Besar Amerika Serikat. Mereka meneriakkan slogan-slogan dan mengolok-olok Presiden AS Donald Trump. Aksi mereka dimaksudkan untuk memperingati 40 tahun pendudukan Kedubes AS di Teheran.
Di tengah ketegangan dengan AS, televisi Pemerintah Iran menayangkan aksi-aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa kota lain di Iran. Melalui aksi-aksi unjuk rasa tersebut, warga Iran mengenang peristiwa empat dekade silam. Kala itu, mahasiswa Iran menduduki kedutaan besar. Peristiwa tersebut masih membuat tegang hubungan Iran-AS hingga saat ini.
Pada 4 November 1979, kurang dari sembilan bulan setelah penggulingan Shah Iran yang didukung AS, mahasiswa Iran menyerbu kompleks Kedubes AS. Mereka menuntut AS untuk menyerahkan Shah Iran yang sudah terguling dan dirawat di rumah sakit di AS. Para mahasiswa itu menyandera 52 warga AS.
Setelah disandera 444 hari, ke-52 warga AS itu pun dibebaskan.
AS kemudian memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada 1980 dan sejak itu hubungan kedua negara dibekukan hingga hari ini.
Menurut kantor berita Mehr, dokumen-dokumen yang ditemukan di dalam Kedubes AS pada 1979 itu membuktikan klaim mahasiswa revolusioner Iran bahwa AS memang menggunakan gedung Kedubes AS untuk merencanakan perlawanan terhadap Republik Islam Iran yang baru lahir saat itu.
”Sengatan beracun”
Panglima Tentara Iran Jenderal Abdolrahim Mousavi dalam pidatonya di Teheran mengatakan, AS akan terus melanjutkan permusuhannya dengan Iran. ”Mereka seperti kalajengking mematikan yang memiliki sengatan beracun. Kami siap menghancurkan kalajengking ini dan juga akan membayar harganya,” ujarnya.
Mereka seperti kalajengking mematikan yang memiliki sengatan beracun. Kami siap menghancurkan kalajengking ini dan juga akan membayar harganya.
Mousavi mengecam gagasan upaya menjalin hubungan dengan AS dan menyebut hal itu sebagai tipu muslihat. Hal yang sama pernah dinyatakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Menurut Mousavi, kata-kata seperti negosiasi itu hanya bentuk luarnya saja, menyembunyikan wacana penyerahan dan kekalahan. Mousavi mengatakan, satu-satunya jalan ke depan adalah ”mempertahankan semangat revolusioner melalui kehati-hatian dan menaati pemimpin”.
Di luar gedung bekas Kedubes AS yang kini menjadi museum di Teheran, dipajang replika rudal pertahanan udara yang digunakan untuk menembak jatuh pesawat tanpa awak AS pada Juni lalu. Di depan gedung itu, Senin lalu, warga Iran berkumpul sembari membawa poster-poster bertuliskan ”Jatuhlah AS” dan ”Matilah Amerika”.
Selain di Teheran, unjuk rasa juga dilaporkan terjadi di kota-kota lain di Iran, seperti Mashhad, Shiraz, dan Esfahan. Kantor berita Mehr memperkirakan jutaan warga ikut berunjuk rasa di seluruh Iran meski klaim tentang jumlah pengunjuk rasa itu sulit diverifikasi.
Televisi Pemerintah Iran menayangkan segmen film dokumenter Kanada berjudul The Fire Breather untuk menunjukkan jejak kampanye Trump yang kontroversial pada 2016, disertai komentar tentang masa lalunya dan tayangan demonstrasi.
Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 yang melibatkan Iran dan lima negara lain pada tahun lalu dan kemudian menerapkan kembali sanksi hukuman terhadap Iran. Iran pun telah membalas dengan tiga tindakan sejak Mei dan mengurangi kepatuhan Iran terhadap kesepakatan nuklir tersebut.
Trump pernah memerintahkan serangan ke Iran sebelum kemudian membatalkannya pada menit-menit terakhir. Hal itu setelah Iran menjatuhkan pesawat nirawak AS, Global Hawk, pada Juni lalu.
Untuk mengekspresikan permusuhan dengan AS, Sabtu lalu, warga Iran membuat mural anti-AS di dinding gedung bekas Kedubes AS. Mereka menampilkan gambar Patung Liberty yang hancur, pesawat nirawak milik AS yang jatuh, dan tengkorak melayang di lautan darah.
Empat puluh tahun kemudian, krisis sandera itu terus meracuni hubungan antara Iran dan AS. Bagi akademisi AS, Gary Sick, yang berada di Dewan Keamanan Nasional AS saat kejadian tersebut, krisis sandera itu mungkin merupakan satu-satunya penjelasan terbaik mengapa AS dan Iran berada di jalan buntu seperti saat ini.
”Jika Anda melihat semua yang telah dilakukan Iran atau yang telah kami lakukan saat itu, jenis hukuman yang dijatuhkan kepada Iran sama sekali tidak proporsional,” kata Sick, yang kini menjadi profesor di Columbia University.