JAKARTA, KOMPAS – Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI menetapkan anggota Kepolisian Resor Kendari, Sulawesi Tenggara, Brigadir AM, sebagai tersangka dalam kasus penembakan terhadap mahasiswa Universitas Haluoleo, Imawan Randi. Tidak hanya akan menjalani proses hukum pidana, AM terancam pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri.
AM merupakan salah satu dari enam anggota Polres Kendari yang menerima hukuman kode etik berupa kurungan khusus selama 21 hari, teguran, dan penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Mereka dianggap bersalah karena melanggar perintah untuk tidak membawa senjata api dalam mengamankan demonstrasi mahasiswa, akhir September lalu.
Kepala Subdirektorat V Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Komisaris Besar Chuzaini Patoppoi menjelaskan, dari hasil visum yang dilakukan dokter, ditemukan bukti bahwa Randi meninggal dunia karena luka tembak, lalu seorang perempuan bernama Putri Yulia juga terluka karena luka tembak, sedangkan M Yusuf Kardawi tidak dapat disimpulkan tewas karena tertembak peluru tajam.
Berdasarkan hasil visum itu, tim Bareskrim Polri serta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri melakukan olah tempat kejadian perkara. Dari proses itu ditemukan tiga proyektil dan enam selongsong peluru. Sebanyak tiga selongsong ditemukan di tempak kejadian perkara, sedangkan tiga selongsong lain diserahkan Ombudsman Sulawesi Tenggara.
Kemudian, tim Polri melakukan uji balistik terhadap proyektil dan selongsong peluru dengan enam senjata api yang dibawa keenam personel Polri itu.
“Uji balistik menyimpulkan dua proyektil dan dua peluru identik dengan senjata api yang diduga digunakan oleh Brigadir AM,” ujar Patoppoi di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Ketika disinggung terkait arah senjata api yang ditembakkan AM, Pattopoi menekankan, tidak ada personel kepolisian yang mengarahkan tembakan kepada mahasiswa atau masyarakat sipil. “Seluruh tembakan mengarah ke atas. Tujuannya, untuk membubarkan massa,” ucap dia.
Kepala Kepolisian Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal (Pol) Merdisyam menambahkan, hasil uji balistik itu tidak menemukan adanya keterlibatan lima anggota Polres Kendari lainnya yang menyebabkan Randi tewas dan Putri terluka. Ia mengatakan, tim penyidik masih perlu mendalami alasan AM melakukan tembakan.
Atas perbuatan itu, AM disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (3) dan/atau 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. AM terancam hukuman pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Selain ancaman pidana, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Mohamad Iqbal menjelaskan, proses pidana itu akan menghargai asas praduga tidak bersalah. Tetapi, AM terancam hukuman kode etik berat apabila terbukti melakukan pelanggaran pidana.
“Ketika putusan hakim telah inkracht yang memutuskan AM bersalah, maka pimpinan langsung menjatuhi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada yang bersangkutan,” kata Iqbal.
Kini, AM berstatus anggota Polri nonaktif seiring masih menjalani hukuman kode etik dan proses penyidikan kasus pidana pembunuhan terhadap Randi.
Keterbukaan
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Choirul Anam, menuturkan, adanya tersangka dalam kasus tersebut menjadi penting bagi akuntabilitas proses yang dilakukan Polri hingga keterbukaan dalam berlangsungnya proses peradilan terhadap AM.
Proses peradilan itu, lanjutnya, termasuk mengenai pembuktian penggunaan senjata dan peluru tajam, akses publik untuk mendapatkan informasi ketika proses berlangsung, serta memastikan hak korban dimasukkan dalam proses itu.
“Keterbukaan dalam proses peradilan itu tidak hanya penting bagi kepolisian dan korba, tetapi juga bagi publik. Harapannya agar peristiwa serupa tidak berulang kembali,” ujar Anam.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.