Untuk mengatasi bottle neck perlu ada syarat tambahan untuk kenaikan pangkat, yakni seorang perwira telah mencetak prestasi dengan kriteria yang sangat jelas.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah menyelesaikan masa bakti sebagai Kepala Kepolisian Negara RI selama 39 bulan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui terdapat persoalan yang belum selesai ditangani, yaitu fenomena bottle-neck para perwira berpangkat komisaris besar atau kombes. Jumlah perwira kombes sekitar 1.400 personel, sedangkan pangkat brigadir jenderal hanya tersedia 230 jabatan.
Tito mengungkapkan, dari total perwira kombes yang berjumlah lebih dari 1.400 orang, sekitar 400 orang di antaranya, telah merampungkan sekolah persiapan menjadi jenderal, seperti Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri. Adapun slot jabatan untuk promosi ke jabatan brigadir jenderal (brigjen) telah terisi. Sekitar 400 personel yang berpangkat kombes itu harus menunggu para perwira tinggi (pati) berpangkat brigjen pensiun.
“Setiap tahunnya hanya 12 bintang satu (brigjen) yang purnatugas, sedangkan yang mengantre (promosi) lebih dari 400 perwira. Itu adalah hambatan internal yang belum bisa kita selesaikan,” ujar Tito dalam serah terima jabatan Kepala Polri dan ramah tamah pelepasan Tito di Markas Koprs Brigade Mobile Polri, Depok, Jawa Barat, Rabu (6/11/2019).
Tito menambahkan, dirinya tidak bisa memuaskan seluruh pihak ketika memimpin Polri, terutama disebabkan besarnya angkatan yang menunggu untuk mendapatkan promosi. Ia mengungkapkan, perwira berpangkat kombes tersebar mulai dari lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1984 hingga Akpol 1997. Jumlah itu dipastikan akan terus bertambah, setidaknya mulai Januari 2020 lulusan Akpol 1998 juga akan ada yang promosi ke pangkat kombes.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, penyebab ledakan perwira kombes itu tidak lepas dari besarnya jumlah perekrutan anggota Polri mulai 1983 hingga 1988. Pada masa itu, Polri menerima sedikitnya 150 personel setiap tahun.
Selama menjabat sejak Juli 2016, Tito telah memperkenalkan sejumlah kebijakan untuk mengatasi fenomena bottle-neck itu. Mulai dari menetapkan sistem zero growth pada proses perekrutan anggota baru yang menggantikan sistem rasio. Melalui sistem baru itu, perekrutan anggota baru hanya untuk menutupi jumlah personel yang pensiun. Polri juga memberikan penugasan sejumlah perwira di luar organisasi Polri, di antaranya Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Badan Intelijen Negara.
“Kompetisi semakin ketat. Karena itu selain melakukan usaha dan kerja maksimal, saya berharap kita juga perlu berdoa karena saya yakin setiap orang memiliki garis tangannya sendiri,” ucapnya.
Selain usaha dan kerja maksimal, Tito mengatakan, perlu berdoa karena setiap orang memiliki garis tangannya sendiri.
Adapun Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mengatakan, dalam menjalankan masa tugas sebagai pemimpin Polri selama 14 bulan mendatang, dirinya akan berupaya melanjutkan dan menyelesaikan sejumlah tugas yang telah dilakukan Tito. Ia berharap program pembenahan internal yang telah dicanangkan Tito dapat menjadi cetak biru bagi Polri untuk mengatasi berbagai persoalan dalam pembinaan organisasi Polri.
“Saya akan lanjutkan program Pak Tito. Mudah-mudahan Kepala Polri selanjutnya juga akan terus melanjutkan program itu,” kata Idham.
Menurut Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional Bekto Suprapto menuturkan, fenomena bottle neck pangkat kombes sudah terjadi sejak 2005 yang diakibatkan pola perekrutan perwira akhir tahun 1960-an hingga 1970-an, serta kebijakan perpanjangan usia pensiun perwira Polri dari 55 tahun menjadi 58 tahun.
Selain itu, pengaturan kenaikan pangkat Polri cenderung belum ada perubahan dibandingkan ketika masih di bawah Angkatan Bersenjata RI (ABRI), yaitu masa dinas menjadi perwira, masa dinas dalam pangkat, pendidikan pengembangan, dan prestasi perwira.
“Akibatnya banyak terjadi perwira naik pangkat karena usianya bertambah, padahal kapabilitas dan integritasnya belum tentu mendukung,” tutur Bekto.
Di masa Tito, lanjutnya, telah ada perubahan syarat kenaikan pangkat dengan cara memperpanjang masa perwira dan masa dinas dalam pangkat terakhir. Ia pun berharap langkah inovasi itu dilanjutkan oleh Kepala Polri penerus Tito.
“Untuk mengatasi bottle neck perlu ada syarat tambahan untuk kenaikan pangkat, yakni seorang perwira telah mencetak prestasi dengan kriteria yang sangat jelas. Alhasil, pendidikan pengembangan tidak lagi menjadi persyaratan untuk kenaikan pangkat,” katanya.