Aliansi Air Mokokerto dari unsur pemerintah, perusahaan, dan masyarakat coba melestarikan Sungai Cumpleng, anak Sungai Brantas, dari pencemaran sampah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS — Lebih kurang 2.500 orang dari Aliansi Air Mojokerto dalam kurun tiga hari terakhir mencoba membersihkan Sungai Cumpleng, anak Sungai Brantas, dari sampah. Aliansi dari unsur pemerintah, perusahaan, dan masyarakat meyakini kebersihan sungai tetap perlu mendapat perhatian utama. Mereka masih amat bergantung pada air sungai untuk kebutuhan hidup.
Memulung atau mengangkut sampah dari Kali Cumpleng itu berlangsung sejak Selasa (5/11/2019). Pesertanya antara lain anggota atau relawan Aliansi Air Mojokerto dan Bank Sampah Induk Bintang Semesta Mojopahit yang kebanyakan dari unsur masyarakat. Kegiatan ini juga dalam rangka memeriahkan ulang tahun ke-88 PT Multi Bintang Indonesia, perusahaan pelopor minuman dan anggota Aliansi Air Mojokerto.
Dalam tiga hari, mereka memulung sampah plastik, popok, kemasan, barang tak terpakai, dan tumbuhan mati. Sebagian sampah yang masih bisa dijual atau didaur ulang diambil untuk kemajuan pengelolaan bank sampah. Truk-truk sampah Pemerintah Kabupaten Mojokerto mengangkut buangan yang tak bernilai dan tak bisa dimanfaatkan lagi.
Wakil Bupati Mojokerto Pungkasiadi dalam sambutan di MBI Sampangagung Plant, Kamis (7/11/2019), mengatakan, tanggung jawab pemanfaatan dan pelestarian sumber daya air sungai tidak bisa dibebankan kepada salah satu pihak. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sama-sama berkepentingan terhadap sungai.
Masyarakat perlu terus diingatkan agar tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, padahal hidup kita sangat bergantung pada sungai.
Dalam contoh nyata, ketiga unsur tersebut jangan sampai mencemari sungai terus-menerus. Pemerintah, lanjut Pungkasiadi, berupaya memaksimalkan peran pengawasan dan pemeliharaan. Sungai secara berkala harus dikeruk. Pemerintah juga bertanggung jawab menyediakan tong sampah dan mengangkut sampah yang tak dapat ditangani oleh masyarakat.
Perusahaan berkewajiban mematuhi peraturan dalam pengelolaan limbah. Perusahaan harus legawa jika diperkarakan karena terbukti mencemari sungai. Hal ini juga berlaku bagi masyarakat.
”Masyarakat perlu terus diingatkan agar tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, padahal hidup kita sangat bergantung pada sungai,” ujar Pungkasiadi.
Ketua Aliansi Air Mojokerto Andung Kurniawan menambahkan, forum dibentuk untuk terus mengingatkan semua pihak tentang pentingnya memelihara kelestarian sungai. Aliansi terus berupaya semakin besar dengan mengajak perusahaan dan kelompok masyarakat yang belum bergabung dalam program pelestarian sungai.
”Untuk itu, kami berkomitmen selama tiga tahun ke depan Sungai Cumpleng bisa dibersihkan,” kata Andung. Hal ini diharapkan menular dan bisa diwujudkan untuk sungai-sungai lainnya di Kabupaten Mojokerto.
Pegiat pelestarian lingkungan hidup Sisyantoko, pendiri Bank Sampah Induk Bintang Semesta Mojopahit dan Wahana Edukasi Harapan Alam Semesta (Wehasta), mengatakan, pelestarian sumber daya air merupakan hal yang kompleks. ”Tidak bisa menjadi tanggung jawab satu pihak, semua harus terlibat,” ucapnya.
Untuk itu, berbagai program yang coba ditawarkan oleh aliansi perlu dilestarikan, misalnya secara rutin mendorong relawan warga dan bank sampah memulung ke sungai. Bantaran yang merupakan tanah negara yang dalam kondisi kritis harus direhabilitasi dengan penanaman. Perusahaan mendanai pembuatan instalasi penjaring sampah seperti dilakukan MBI dengan memasang perangkap dari bambu di Sungai Cumpleng. Perusahaan juga harus mau diawasi tentang pengelolaan limbahnya.
Penggalangan dana
Presiden Direktur MBI Murk Spits mengatakan, bersama aliansi mengadakan penggalangan dana lewat www.kita bisa.com untuk mendukung komitmen pembersihan Sungai Cumpleng. Donasi tersebut untuk membiayai pembangunan instalasi jebakan sampah dari bambu, kegiatan bersih-bersih sungai secara rutin, dan program pendidikan pengelolaan sampah selama tiga tahun oleh aliansi dan bank sampah.
Penggalangan dana yang ingin dicapai senilai Rp 1 miliar. Adapun Yayasan Sahabat Multi Bintang akan menambahi Rp 100 juta ketika penggalangan dana mencapai Rp 250 juta dan kelipatannya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi secara terpisah mengatakan, mengatasi pencemaran sungai memerlukan upaya luar biasa.
Sampai dengan Kamis itu, Brigade Evakuasi Popok (Kuapok), tim pemulung sampah diaper atau popok bekas bentukan Ecoton, masih mencoba mengangkuti sampah popok bekas dan kemasan styrofoam dari Sungai Modo, Mojosari, dan sungai di bawah Jembatan Dinoyon, Jatirejo.
”Jika Pemerintah Kabupaten Mojokerto berkomitmen terhadap pelestarian sungai, lha, di Sungai Modo itu timbunan sampah kebanyakan diaper, tidak ada tong sampah, apalagi diaper ya diangkut,” ujar Prigi.
Ia mengingatkan, pelestarian sungai tidak bisa diwujudkan cuma dalam deklarasi komitmen di acara seremonial yang dihadiri pejabat penting. Sungai memerlukan perlindungan dan aksi nyata secara berkesinambungan.
”Itulah mengapa kami juga melakukan upaya hukum menggugat perusahaan pencemar, bahkan pemerintah daerah yang lalai dalam penanganan masalah lingkungan,” ujar Prigi.
Ecoton dan kelompok masyarakat saat ini melanjutkan penanganan tiga perkara dengan tergugat Gubernur Jawa Timur serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Gugatan itu terkait dengan pembiaran pencemaran Sungai Brantas dan keberadaan limbah bahaya beracun dan berbahaya di Lakardowo, Kabupaten Mojokerto.