Pengembangan Biometrik untuk Sistem Kota Aman dan Setara
Teknologi identifikasi biometrik terus berkembang. Teknologi biometrik juga dikembangkan untuk pelayanan publik yang efisien dan berprinsip kesetaraan.
Oleh
IRENE SARWINDANINGRUM dari Tokyo
·3 menit baca
TOKYO, KOMPAS - Teknologi identifikasi biometrik terus berkembang, dari awalnya sidik jari untuk mengidentifikasi pelaku kejahahatan hingga sekarang menjadi dasar sistem kota aman. Teknologi biometrik juga dikembangkan untuk pelayanan publik yang efisien dan berprinsip kesetaraan.
Beragam pengembangan teknologi biometrik ini dipamerkan di pameran teknologi tahunan NEC IEXPO 2019 di Tokyo, Jepang, yang dibuka Kamis (7/11/2019).
Saat ini, NEC sudah mengembangkan 6 jenis identifikasi biometrik, yaitu wajah, selaput pelangi mata (iris), sidik jari dan sidik telapak tangan, sidik pembuluh dari tangan, suara, dan pola daun telinga.
Salah satu pengembangannya untuk keamanan tingkat individu seperti kunci rumah menggunakan wajah, pembuka gawai dengan suara, iris, wajah dan sidik jari, dan kunci perkantoran. Penggunaan biometrik sebagai kunci tidak saja praktis, namun juga merekam setiap individu yang mencoba masuk dan secara otomatis mengirim peringatan saat ada orang asing di area tertentu.
Di tingkat perkotaan, keamanan bisa ditingkatkan dengan analisis perilaku untuk mendeteksi perilaku mencurigakan dan software pengenal wajah di kamera CCTV. Sistem ini dapat meningkatkan antisipasi sebelum kejahatan terjadi.
Penggunaan biometrik juga telah diterapkan untuk pelayanan publik yang aman dan praktis. Penggunaan wajah dan sidik jari, misalnya, telah digunakan di Denmark untuk layanan kesehatan warganya. Selain mempermudah dan lebih efisien, sistem ini juga dapat mengingatkan warganya untuk memperoleh layanan kesehatan, seperti vaksinasi, check-up kesehatan berkala maupun pemeriksaan kehamilan berkala.
Biometrik juga sudah mulai menggantikan pemeriksaan paspor fisik. Di Jepang, pengenalan wajah digagas akan menggantikan pemeriksaan paspor fisik di beberapa bandara pada tahun depan. Artinya, warga Jepang tak perlu lagi mengantri untuk pemeriksaan paspor di bandara di negaranya.
President dan CEO NEC Takashi Niino mengatakan, arah pengembangan teknologi NEC adalah masyarakat yang setara. Beragam teknologi dan software dikembangkan untuk menjembatani keterbatasan fisik dan mengantisipasi masalah.
"Semua bisa diprediksi dan diantisipasi sehingga masalah bisa diatasi, serta kondisi fisik tak jadi penghalang sebab semua warga akan punya kesempatan sama dan setara dengan kekuatan digital," katanya.
Di bidang kesehatan, pengembangan biometrik telah dikembangkan untuk sidik jari bayi yang baru lahir usia 2-24 jam. Sidik jari bayi disebut sebagai sebuah prestasi. Sebelumnya sidik jari bayi tak memungkinkan karena tipisnya lapisan kulit bayi baru lahir sehingga sidik jari belum terbentuk sempurna.
Peneliti Laboratorium Biometrik NEC Yoshinori Koda mengatakan, sidik jari bayi dan anak-anak telah digunakan dalam pembagian vaksin di beberapa negara. Teknologi ini memastikan setiap anak menerima vaksin dan imunisasi atau tidak ada anak yang menerima dosis dua kali.
Teknologi ini juga membantu memberikan identitas legal yang diikuti dengan pelayanan kesehatan dan pelayanan publik. Tanpa identitas legal maupun kewarganegaraan, seseorang sulit memperoleh akses layanan kesehatan dan layanan publik lainnya.
" Saat ini menurut data Bank Dunia ada 1,1 juta orang tanpa identitas legal, baik karena konflik politik, kekerasan maupun lainnya," katanya.
Di sisi lain, sistem keamanan denga biometrik juga menuai pro dan kontra. Keberatan terutama pada kerahasiaan data dan keamanan data. Untuk itu, seperti sudah dilakukan beberapa perusahaan informatika seperti Facebook dan Google, NEC juga membuat tujuh panduan etika.
Tujuh panduan etika itu diresmikan pada April 2019. Ketujuh poin ith adalah keadilan, kerahasiaan, transparansi, tanggungjawab, penggunaan secara pantas, pengembangan kecerdasan buatan dan bakat, serta mengedepankan dialog dengan beragam pihak.
Niino mengatakan, kerahasiaan data biometrik merupakan isu penting bagi NEC. Pihaknya menggunakan beberapa basis data untuk menyimpan data biometrik sehingga kalaupun satu basis data mengalami kebocoran, data yang keluar tak bisa diartikan tanpa data lainnya.
Salah satu pengguna pengenalan wajah adalah Star Alliance, yaitu perhimpunan maskapai penerbangan terbesar di dunia dengan anggota 26 maskapai dan menguasai 30 persen penerbangan dunia. Perhimpunan itu menggagas teknologi pengenalan wajah untuk penumpangnya.
CEO Star Alliance Jeffrey Goh mengatakan, untuk itu, pihaknya perlu meyakinkan penumpangnya akan keamanan dan kerahasiaan teknologi biometrik.