Sidoarjo Usulkan Lagi Peleburan dan Penghapusan Desa Terdampak Lumpur Lapindo
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, akan mengusulkan lagi penanganan terhadap desa-desa terdampak semburan lumpur Lapindo. Usulannya, sebagian dihapus dan sebagian lainnya dilebur.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, akan mengusulkan lagi penanganan terhadap desa-desa terdampak semburan lumpur Lapindo. Usulannya sebagian dihapus dan sebagian lainnya dilebur. Tujuannya tidak lain mencegah penyalahgunaan anggaran dan memaksimalkan pembangunan desa.
Desa-desa terdampak lumpur Lapindo ini sempat disebut sebagai bagian dari desa fiktif karena menerima aliran dana desa. Namun, faktanya desa tersebut sudah tidak ada. Wilayah desa hilang setelah ditenggelamkan oleh semburan lumpur Lapindo yang menyembur sejak 2006. Penduduknya juga tercerai-berai.
Bupati Saiful Ilah mengatakan, pihaknya segera mengajukan usulan kepada pemerintah pusat. Usulan sebelumnya pernah disampaikan pada 2016 kepada Kementerian Dalam Negeri. Namun, karena permasalahan desa-desa terdampak ini kembali mengemuka, harus segera ditindaklanjuti.
15 desa terdampak
Berdasarkan data Pemkab Sidoarjo, total ada 15 desa terdampak lumpur yang diusulkan untuk dilebur dan dihapus. Desa-desa itu tersebar di Kecamatan Porong sebanyak 8 desa, Kecamatan Tanggulangin 4 desa, dan Kecamatan Jabon sebanyak 3 desa.
”Ada tujuh desa yang hampir seluruh wilayahnya tenggelam. Rinciannya, 4 desa tenggelam murni, sedangkan 3 desa sengaja ditenggelamkan karena diperlukan untuk pembangunan spillway atau saluran pelimpah,” ujar Saiful Ilah, Kamis (7/11/2019).
Saiful mengatakan, desa yang tenggelam itu memang tidak memiliki wilayah. Penduduknya juga tinggal terpisah di sejumlah daerah. Seiring dengan waktu, penduduk tersebut mulai mengurus administrasi baru sesuai tempat tinggal. Tinggal sedikit yang masih beridentitas desa asal.
Desa yang wilayahnya tenggelam total ini diusulkan agar dihapus dari daftar desa di Sidoarjo. Sementara desa-desa terdampak yang sebagian wilayahnya masih ada dan sebagian penduduknya juga masih tinggal di sana diusulkan agar dilebur. Peleburan untuk memaksimalkan upaya pengembangan desa dan mempercepat pemulihan pascalumpur.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Sidoarjo Probo Agus Sunarno mengatakan, desa-desa terdampak menerima aliran dana desa dari pemerintah pusat. Ada empat desa yang aliran dana desanya dihentikan sejak 2017, yakni Desa Renokenongo, Kedungbendo, Ketapang, dan Besuki.
”Pertimbangannya karena tidak memiliki wilayah. Pertimbangan lain tidak mampu menyerap anggaran sehingga dananya mengendap dan menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran,” ujar Probo.
Berbeda dengan desa terdampak lumpur yang masih memiliki wilayah dan sebagian penduduknya masih ada, desa tersebut mampu menyerap dana desa sehingga terus mendapatkan aliran setiap tahun. Desa-desa yang memiliki sebagian wilayah dan sebagian penduduknya masih tinggal inilah yang diusulkan untuk dilebur.
Pertimbangannya karena tidak memiliki wilayah. Pertimbangan lain tidak mampu menyerap anggaran sehingga dananya mengendap dan menjadi sisa lebih pembiayaan anggaran.
Adapun daftar desa terdampak lumpur di Kecamatan Porong adalah Kelurahan Mindi, Jatirejo, Siring, Gedang, Desa Renokenongo, Glagaharum, Pamotan, dan Wunut. Sementara di Kecamatan Tanggulangin adalah Desa Kedungbendo, Ketapang, Kalitengah, dan Gempolsari. Di Kecamatan Jabon adalah Desa Besuki, Kedungcangkring, dan Pejarakan.
Bencana lumpur yang terjadi di Sidoarjo dipicu oleh aktivitas di sumur pengeboran Banjar Panji I milik Lapindo Brantas Inc. Selama 13,5 tahun semburan dengan volume rata-rata 30.000 meter kubik hingga 100.000 meter kubik itu telah menenggelamkan area seluas 671 hektar yang tersebar di 19 desa dan tiga kecamatan.
Penanganan semburan lumpur hingga saat ini terus dilakukan oleh Pusat Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, sedangkan proses pembayaran ganti rugi terus berjalan. Pembayaran pada aset desa dan pemerintah daerah belum dilakukan karena masih fokus pada warga.