Siswa penyintas gempa di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, masih belajar di tenda darurat. Gedung sekolah rusak dan masih berisiko ambruk saat digunakan. Hingga Jumat (8/11/2019), gempa masih saja terjadi.
Oleh
FRANSIKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Siswa penyintas gempa di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, masih belajar di tenda darurat. Gedung sekolah rusak dan masih berisiko ambruk saat digunakan. Hingga Jumat (8/11/2019), gempa masih saja terjadi.
Menurut pantauan Kompas di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, siswa SDN 1 Tulehu dan SDN 2 Tulehu masih belajar di tenda darurat di kompleks Universitas Darussalam, Ambon. Sementara ada juga sekolah lain yang membuat tenda darurat di halaman sekolah masing-masing.
Siswa SDN 2 Tulehu menggunakan tiga tenda darurat. Setiap tenda diisi dua kelas. Satu tenda di antaranya adalah bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dua tenda lain dibangun warga menggunakan terpal seadanya. Meja dan bangku diambil dari gedung sekolah yang rusak.
”Kalau terlalu panas, kegiatan belajar-mengajar kami hentikan,” kata Nina Ohorella, guru SDN 2 Tulehu.
Di Tulehu terdapat 14 sekolah dasar dan sederajat yang semuanya rusak. Kerusakan itu sudah didata untuk ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kerusakan tersebut disebabkan gempa bermagnitudo 6,5 pada 26 September 2019 yang diikuti ribuan gempa susulan yang masih terus terjadi.
Selain di Tulehu, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di tenda darurat juga dilakukan di Desa Waai dan Desa Liang. Dalam satu tenda terdapat dua rombongan belajar. Sekolah kesulitan mendapatkan tenda memadai seperti milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Kami sudah laporkan keperluan tenda belajar kepada pemerintah kabupaten,” kata Stefi Tapilaha, sukarelawan bencana di Waai.
Waai dan Liang merupakan dua desa yang terkena dampak paling parah. Ratusan rumah di dua desa yang terletak di timur Pulau Ambon itu rusak berat, bahkan rata dengan tanah. Dua desa tersebut berada di dekat pusat gempa sehingga getaran yang terasa mencapai IV MMI. Gempa susulan ratusan kali dirasakan warga dan memicu trauma.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Andi Azhar Rusdin mengatakan, Sesar Kairatu yang memicu gempa belum stabil. Hingga saat ini gempa masih terus terjadi. Total gempa susulan selama 43 hari terakhir sebanyak 2.071 kali dengan jumlah kejadian yang dirasakan 233 kali.
Kini, frekuensi kejadian semakin berkurang. Gempa susulan pada hari pertama sebanyak 244 kali, sedangkan pada hari ke-43 sebanyak 14 kali. Andi mengatakan, tidak dapat diprediksi kapan gempa susulan berakhir. Frekuensi gempa susulan yang menurun menunjukkan Sesar Kairatu terus bergerak menuju titik kestabilan.
”Tidak bisa diprediksi sampai kapan. Masyarakat diingatkan untuk selalu waspada,” katanya.
Tidak bisa diprediksi sampai kapan. Masyarakat diingatkan untuk selalu waspada.
Kepala Sub-Direktorat Peringatan Dini BNPB Abdul Muhari lewat pesan singkat mengatakan, karakter gempa susulan di Ambon dan sekitarnya sudah direkam alat seismograf yang dipasang pada Jumat (18/10/2019). Pemasangan dilakukan di 11 titik, yakni 4 titik di Pulau Ambon, Pulau Seram (4 titik), Pulau Saparua (2 titik), dan Pulau Haruku (1 titik).
”Jumat ini mulai dilakukan pengambilan data tahap pertama. Pengambilan data tahap 1, sekaligus panggantian aki. Data ini akan diolah selama dua minggu di Institut Teknologi Bandung untuk analisa zona duga sesar aktif berdasarkan data riil,” kata Abdul.